Martha seperti orang linglung dan aku menyuruh Markus membubarkan semua. Yang paling penting kediaman ku sudah tahu siapa yang harus perintahnya di dengar.“Kau benar—benar menikah dengannya, Regi? Atau ini hanya sandiwara saja untuk membuat kami dan Nick marah,” ucap Martha dan menatapku juga Axel secara bergantian.“Untuk apa aku bersandiwara. Apa yang aku lakukan hari ini bukankah atas dasar kalian yang merencanakan semua. Karena aku sudah mengatakan, aku nggak suka lagi dengan Nick. Jadi, yang pasti akan jadi suamiku tentu saja, Axel!”Kataku tidak akan mundur dan Axel terlihat duduk dengan tenang. Dia merasa saat ini belum saatnya dia untuk berbicara.“Mama tidak setuju. Kamu sudah tahu kan, kamu sendiri yang bilang, hanya akan menikah dengan Nick. Ini pasti ulahnya. Sampai kau berubah seperti ini. Dia pasti penyebab hubungan kamu dan Nick berantakan!”Meski hati Martha sedang panas dan tidak baik—baik saja. Dia tetap mengedepankan semua rencana yang telah mereka susun.“Aku suda
“Ada apa? Kamu nggak suka?” kataku sedikit melonggo melihat sikap Axel yang berubah mood.Axel berbalik seolah mengabaikanku. Aku bingung.“Xel, kamu nggak suka? Kok nggak jawab!” kataku menarik lengan jasnya.“Terserah!” kecut Axel menjawab.Aku melirik ke arah Rena dan Billy. Mencoba mencari bantuan.Rena mendekat, dan berbisik.“Ya ampun, kamu ngambek?” ucapku buru—buru berjalan kehadapannya. Dia malah memalingkan wajah.“Kamu, jangan bilang, kamu cemburu dengan Rena?” kataku sambil membalikkan tubuh dan melihat reaksi wajahnya yang lucu. Persis seperti anak kecil, dia malah memalingkan wajahnya dariku.“Ihh … lucu banget sih kamu!” spontan aku mencubit kedua pipinya.Billy mendelik tidak percaya. Tuannya masih saja diam dan tidak marah.“Tuan, ah otak anda sepertinya sudah benar—benar rusak. Dia diam saja. Wanita itu memperlakukan tuan se enaknya sendiri!” gerutu Billy kesal sendiri dalam hati.Dan matanya semakin mendelik ketika tuannya merangkul tubuhku dengan erat.“Aku kan su
Plak! Satu tamparan mendarat di pipi Josep. Gadis kecil itu sudah berkali—kali memanggil suaminya dengan sebutan seperti itu.Dan Martha tidaklah tuli.“Dasar pria br3 n9 53k. Kau benar—benar kurang 4 j4r! Kau menghianatiku, hah! Katakan dengan jujur, Josep. Kau berselingkuh dengan wanita murahan ini dan melahirkan anak!” teriak Martha murka.Dia menjerit dan menampar wajah suaminya berkali—kali. Sepertinya luapan kemarahan tidak cukup dengan menampar wajah suaminya.“Diam, Martha. Kau sudah gila!” Josep malah gantian berteriak. Eratan giginya terdengar dengan jelas.“Kau yang gila, Josep. Bisa—bisanya kau berselingkuh dengan wanita yang seumuran dengan putrimu. Kau benar—benar gila, Josep!” Martha tak mau kalah dia berteriak dan menuding wanita itu.Dia terlihat ketakutan dan syok di tengah ruangan. Apalagi tangis anak kecil tadi semakin keras.Telinga wanita itu seakan berdengung. Dia tidak percaya dengan ucapan yang barusan di dengarnya.Melihat reaksinya. Dia sepertinya juga korba
“Hih, siapa juga yang terburu—buru. Aku nggak sengaja tersandung!” oceh Rena sambil menepis tangannya.Rena juga tidak ingin terlalu dekat ataupun berlama dengan Billy. Dia merasa tidak nyaman, Rena merasa tatapan Billy seolah mengintimidasi dirinya. Mungkin saja, Billy sangat tidak ingin berdekatan dengan Rena.Tanpa menoleh lagi, Rena berjalan agak cepat mengikutiku yang sudah lebih dulu masuk bersama Axel.“Cih. Dasar. Wanita memang selalu merepotkan!” gerutu Billy menaikan sudut bibirnya kecut sambil memperhatikan langkah Renata yang meninggalkannya lebih dulu.***Martha mengikuti mobil Josep dengan taksi. Suaminya itu terlihat menghentikan mobil di pinggir jalan. Lalu dia turun dari mobilnya.“Papa mau kemana sih? Aku pikir ada rapat,” oceh Martha. Dia ingin turun, tapi dia urungkan karena tak lama suaminya datang dengan membawa beberapa paper bag.Kemudian suaminya masuk mobil dan melajukan mobilnya kembali. Baru Martha sadari saat taksinya melewati ternyata itu adalah toko kue
“Bagaimana ini Nick, dia malah menikah dengannya? Kita sudah susah payah membawanya kesini!” Gerutu Minna sambil menyentuh tangan Nick.“Kau yang bodoh. Ini semua kesalahan mu. Kalau kau mengawasinya dengan baik semua ini nggak bakal terjadi!” Nick mengeratkan gigi dan tangannya.Mereka sudah diusir dari kantor catatan sipil.“Josep, bagaimana ini, bagaimana dengan harta kekayaan nya kalau seperti ini. Kita nggak mungkin mengendalikan nya lagi. Dia benar-benar menjadi anak pembangkang!” oceh Martha ikut kesal karena merasa rencana mereka gagal.“Kamu yang terlalu lembek dan santai, Nick. Harusnya kamu memberikannya racun dan membuat dirimu bertanggung jawab. Kalau seperti ini, semua rencana gagal. Perusahaan juga sudah ada dalam pengawasan Brush, aku sudah kesulitan untuk menggelapkan dana lagi!” Josep yang mengangguk kepalanya.Mereka sedang saling menyalahkan.“Aku mana tahu kalau dia akan bersikap seperti ini, Om. Aku pikir, dia itu sangat mencintaiku. Ternyata pengaruh laki-laki b
“Bawa yang lainnya!” Suara bariton Axel memberikan perintah.Billy menekan ponsel dan memerintahkan empat mobil mengikuti mereka.Rena hanya mengernyit. Dia sedikit kesakitan saat tangan Billy menyeretnya masuk mobil.Tidak ada yang bicara. Apalagi, Rena merasa terjebak. Dia bingung menghadapi situasi.Belum pernah dia berada di situasi ini. Bagi Rena, Axel dan Billy masih dikategorikan orang asing.Kemudian Axel menyalakan GPS yang sudah ditaruh di ponselku. Aku juga tidak tahu sejak kapan dia memasangnya.Jadi, tanpa harus bertanya dengan Rena. Dia bisa tahu lokasinya saat ini.Sepertinya Nick tidak membawaku ke rumah. Dia sedang menuju kantor catatan sipil.“Lakukan lebih cepat, Billy. Kalau aku sampai terlambat, aku tembak kau!” dengus nya. Rena bergidik.Dia tidak menyangka akan mendengar kata-kata tersebut secara frontal.“Lepaskan Aku, Nick! Agh!” Nick dan Minna masih menyeret ku. Saat ini kami sudah tiba di kantor catatan sipil.Mataku membulat. Di kehidupan lalu, aku sangat
“Sudah jangan cerita yang sedih lagi. Aku ingin lihat lukamu,” kataku menyentuh bagian dahi, pipi dan leher Rena.“Ini pasti sangat sakit kan?” Hatiku nyes lagi. Benar-benar tidak tega melihatnya.“Aku sudah nggak apa-apa, Regi. Ini hal biasa. Jadi, kamu nggak perlu khawatir!” Rena sedang menenangkan diriku. Menyentuh lengan tanganku dengan lembut.Benar-benar meyakinkan diriku, seolah itu hal biasa yang sering dia terima. Persis seperti diriku yang dulu.“Pokoknya, kamu harus cerita dan mengabariku. Aku nggak mau ada hal buruk terjadi padamu. Kalau kamu mendapatkan perlakuan seperti ini, aku mohon, Rena, kamu harus cepat mengabariku.”Sama halnya dengan Rena, aku juga menegaskan posisiku. Aku nggak main-main. Aku serius mengulurkan bantuan untuk nya.“Iya, iya, aku janji. Aku nggak akan bohong lagi. Aku akan ceritakan apapun yang terjadi padaku, eum?!” Rena menunjukkan jari kelingking untuk mengait janji denganku.“Baiklah. Janji, nggak boleh bohong lagi. Kamu harus menceritakan sem
“Kamu nggak pulang semalam, Regi?”Pertanyaan Rena membuatku tersedak dan wajahku memerah saat menatapnya.“Seriusan. Kamu menginap disini? Ka–kamu? Jangan bilang?!”Mata Rena mendelik. Aku masih terbatuk dan menjawabnya dengan anggukan.“Kamu, ah, benar-benar sudah nggak cinta sama Nick atau ini hanya trik kamu main tarik ulur,” kata Rena seolah tak percaya dengan jawabanku.“Enak saja. Siapa itu, Nick. Kalau kamu nggak sebut nama itu, aku nggak ingat sama sekali. Aku dulu memang bodoh mau saja dikendalikan oleh mereka,” jawabku sambil kecut dengan bibirku yang berkerut.“Aku pikir kamu masih main-main saja dengan Axel,” sambung Rena.“Nggak, Rena, aku benar-benar tulus dengan Axel. Aku nggak akan membuatnya kecewa atau mengkhianatinya. Aku cinta dan sayang banget sama Axel. Mana mungkin orang sebaik itu bisa dibandingkan dengan laki-laki nggak punya perasaan itu.”Sahutku makin kecut. Dan Rena terus memandangi wajahku yang serius tentang perasaanku.“Syukurlah. Sebenarnya saat aku d
Rena seperti terdiam.“Rena, Aku mohon. Jangan marah lagi. Aku janji nggak akan bertanya apapun yang nggak ingin kamu jelaskan. Aku janji, Rena.”Aku membalikkan tubuhnya.Tubuhnya gemetar dan aku lihat dia menangis.“Maaf, aku nggak akan tanya lagi, beneran. Maafkan aku!” Aku merasa bersalah karena terlalu memaksa dan segera memeluk. Mencoba menenangkan.“Sandinya tanggal lahirmu. Aku, akan berangkat dulu. Kalau butuh apapun kau bisa langsung pesan. Aku sudah transfer uang ke rekening mu. Dan, kalau mau jajan keluar, ini kartunya.”Aku terkejut, Axel menyentuh tanganku. Dia tanpa ragu memberikan kartu hitam padaku.Padahal dia jelas tahu, aku nggak kekurangan uang.“Xel!” Aku menatapnya yang akan pergi.Dia mengganggu, tersenyum dan pergi.Axel nggak ingin mengganggu waktu kami.“Bagaimana kalau kita ngobrol di dalam saja,” ucapku membujuk.Dalam terisak, Rena menatap wajahku sesaat dan mengangguk.Aku membawanya kembali ke apartemen Axel.Apa aku nggak salah dengar. Axel bilang, sa