Share

Chapter 7

Aland mengetuk-ngetukan sebuah kartu nama bertuliskan Hanna Royce yang tengah digenggamnya ke atas meja. Pria tampan itu tengah duduk di atas kursi putarnya dengan sedikit menggoyangkan kursi tersebut ke kanan dan ke kiri. Ia tersenyum simpul, mengingat tingkah Hanna yang sangat mirip seperti seseorang dari masa lalunya.

Sebelah telapak tangannya memegang satu botol berisikan butiran pil di dalamnya. Aland menatap botol obat itu dengan begitu intens. Pikiranya membayangkan antara seorang wanita yang mirip seperti Hanna, dan sangkut pautnya dengan obat-obatan itu.

Aland akan merasa tidak tenang jika membiarkan wanita seperti Hanna lolos dari hadapanya. Ia akan membawanya, menariknya ke dalam lubang neraka yang begitu dalam dan menyakitkan. Sebab, karena wanita seperti Hanna dirinya harus mengalami semua mimpi buruk ini.

Pria tampan itu memutar pergelangan tangannya, melihat arloji yang seharian penuh terpasang kokoh di sana. Waktu sudah menunjukan pukul dua siang, yang artinya ini waktu untuk Aland minum obat.

Kemudian Aland langsung membuka penutup botol obat itu dan meminumnya dua butir. Setelah meminum obatnya, lantas Ia menyibukan diri kembali dengan beberapa berkas di atas mejanya. Namun belum sempat Ia membaca salah satu berkas penting itu, tiba-tiba pikiranya memutar dan teringat akan satu hal.

Saat ini waktu sudah menunjukan pukul dua siang, dan artinya sudah empat jam lebih Aland meninggalkan wanita itu. Aland menyimpan kembali berkas yang sempat digenggamnya ke atas meja. Lalu, Ia beralih dan menghidupkan layar macbooknya untuk melihat kondisi wanita bernama Clara itu.

Di dalam sebuah ruangan menampilkan, seorang wanita cantik yang tengah berbaring di atas ranjang dalam kondisi tidak sadarkan diri. Sebelah punggung telapak tanganya diinfus, dan tubuhnya hanya berbalut selimut tebal sampai dada.

Aland meraih ponselnya, mengetikkan tombol yang langsung terhubung kepada telepon di kediamannya. “Bagaimana kondisinya?” tanya Aland, kepada seseorang di seberang sana.

“Sudah membaik, Tuan muda,” jawab orang tersebut.

“Bagus,” balas Aland. Clara memang harus baik-baik saja. “Persiapkan dia. Pastikan semuanya sudah selesai saat aku tiba di mansion nanti,” perintah Aland, dan kemudian mematikan sambungan teleponya.

Lalu pria tampan itu menyibukkan dirinya kembali dengan pekerjaanya yang sangat menumpuk.

**

Sudah lebih dari empat jam wanita cantik itu tidak sadarkan diri di atas ranjang. Dan kini, Ia mulai membuka matanya perlahan, menatap langit-langit kamar menggunakan pandangannya yang buram. Kepalanya terasa sangat pengar, dan setiap inci tubuhnya terasa sangat sakit seperti tertusuk jarum. Namun, seperti ada yang aneh dari kondisi tubuhnya. Yaitu, rasa lengket, dan bau sesuatu yang asing bagi indera penciumanya.

Clara melirik ke arah jam dinding. Kini, waktu telah menunjukan pukul tiga sore hari, itu artinya sudah beberapa jam berlalu semenjak Aland memaksanya untuk meminum sebuah pil itu. Clara terdiam, memikirkan hal apa yang terjadi selama beberapa jam ke belakang. Ia tidak ingat. Bahkan, wanita cantik itu tidak ingat dari mana rasa lengket itu didapatnya.

Kemudian Ia beranjak dari posisinya berbaring lalu duduk di atas ranjang. Kedua lenganya perlahan menarik selimut itu ke atas sampai pergelangan kakinya dapat Ia lihat. Masih di rantai. Sementara Clara perlu pergi ke kamar mandi.

“Help,” seru Clara parau. Namun hanya hening. Tidak ada tanda-tanda kehidupan selain dirinya.

“Help,” serunya lagi. Suaranya bahkan hampir habis karena terlalu merasa lelah.

Namun seketika terdengar suara langkah kaki mendekat. Clara langsung kembali berbaring dan memejamkan matanya. Berpura-pura tidur. Jika saja yang datang itu adalah pria gila yang sudah mengurungnya di dalam kamar ini. Lalu, tak lama terdengar pintu terbuka. Langkah kaki terdengar bising di telinga Clara. Sepertinya yang datang tidak hanya satu orang, melainkan beberapa.

“Nona, bangunlah,” ujar seseorang, dan terdengar seperti suara seorang wanita. Namun Clara tidak mau langsung membukakan matanya. Clara tidak mau.

“Nona, Tuan Aland memintamu untuk segera bersiap,” ujarnya lagi.

Aland? Batin Clara.

Perlahan Clara membuka matanya. Tampak beberapa orang wanita berpakaian khusus seperti pelayan tengah berdiri tepat di samping peraduanya. Raut wajah mereka tampak biasa saja, tidak tersenyum ataupun tidak terlihat tidak menyukai Clara. Datar.

“Bersiap? Bersiap untuk apa?” tanya Clara kepada mereka.

Namun mereka hanya terdiam, sama sekali tidak membuka mulut dan menjawab pertanyaan yang Clara tanyakan. Tapi tidak lama kemudian, salah satu dari mereka berjalan mendekat ke arah Clara, dan menarik selimut yang menutupi bagian kaki Clara. Pelayan tersebut merogoh sebuah kunci dari saku bajunya untuk membuka rantai pada pergelangan kaki Clara.

Apakah Clara bebas sekarang?

“Mari, Nona. Kami akan membantu Anda untuk bersiap.”

Tidak ada hal lain yang bisa Clara lakukan selain menurut. Karena jika Ia menolak, beberapa pelayan itu juga tetap akan memaksanya. Clara kalah jumlah.

Kemudian, mereka membantu Clara untuk bangun dari ranjang. Karena mengingat kondisi tubuh Clara yang masih sangat lemah. Mereka membawa Clara masuk ke dalam kamar mandi, dan membantunya untuk segera bersiap.

Tiga pelayan menemani Clara mandi. Memberisihkan tubuhnya, memberikan perawatan, dan setelah selesai mandi mereka langsung mengoleskan obat pada beberapa luka memar di tubuh Clara. Saat ini Clara diperlakukan layaknya seorang putri. Setiap inci tubuhnya tidak ada yang mereka lewatkan. Dan saat ini, Clara tengah duduk di depan meja rias. Dua orang sibuk mengurus rambutnya, dan dua orang di sisi kanan kiri tengah melakukan menipedi pada kukunya.

Clara masih terdiam seperti patung selama beberapa pelayan itu sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Pandangannya tak alih dari menatap bayangan dirinya di depan cermin. Wajah yang pucat dengan beberapa luka memar. Miris. Kulit wajah putih mulusnya juga berubah, menjadi ungu lebam pada beberapa bagian.

Seorang pelayan maju ke depan, berdiri tepat di hadapan Clara. Masing-masing lengannya memegang alat make up. Clara akan didandani sekarang. Namun baru saja satu jemari pelayan itu memoleskan foundation pada wajahnya, Clara sudah meringis kesakitan. Luka lebamnya yang menyebabkan itu semua. Dan mungkin, rasa sakitnya itu akan berlangsung selama pelayan merias wajahnya.

Lebih dari setengah jam Clara harus menahan rasa sakit di wajahnya. Hingga sentuhan terakhir dari sprai wajah yang mengakhiri penderitaanya. Selama beberapa jam bersiap, akhirnya semua itu selesai.

“Sudah siap,” ujar salah seorang pelayan, dan tak lama pintu ruangan terbuka. Tanpa menoleh ke belakang, Clara dapat melihat orang-orang yang baru saja masuk ke dalam ruangannya melalui bayangan di cermin.

“Nona Clara, ikutlah dengan kami,” ajak salah seorang pria bertubuh tegap dan berpakaian jas rapih, kaca mata hitam, serta earphone yang terselip pada telinganya.

“Tuan muda sudah menunggu Anda di bawah.”

***

Lanjut baca yaa, dan jangan lupa review terbalik kaliaan. Tambahkan ke Rak jugaa, biar kalian gak ketinggalan update terbaru dari akuu.

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Delia Endel
pake gembok segala hugh....
goodnovel comment avatar
Fanda
Psikopat si aland
goodnovel comment avatar
Ema Florida
gila cowok sakit mental
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status