TISSA
Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya lebih dari tiga hari, siapa yang memboikot saudaranya lebih dari tiga hari, kemudian dia meninggal maka dia akan masuk neraka. Begitulah isi satu hadits yang aku ketahui, karena itu, karena aku tidak mau masuk neraka kusapa Ghea dan Lhambang dibeberapa hari saat aku baru-baru saja keluar dari kantor dan setelah insiden video beserta aksiku yang menyiramkan air ke wajah Ghea saat itu. Aku memang tak menyapa mereka secara langsung melainkan lewat sebuah pesan singkat di aplikasi watsap, saat itu Ghea sedang online sehabis membuat snap watsap tampa buang-buang waktu kusapa dia namun dia malah mengabaikan ku setelah aku menjelaskan maksudku menyapanya.
“Masih hujan, Tiss?” suara Syailendra yang tertidur di sampingku terdengar, dia sedang merenggangkan semua otot-ototnya yang sempat tertidur bersamanya. Saat ini kami masih berada di ruang tv rumahku, Syailendra tidur di
SYAILENDRASaat mendengar pengakuan Tissa yang mengatakan kepadaku kalau dia sangat menyukai diriku sejujurnya aku ingin sekali membuka mata dan tersenyum padanya, mengatakan bahwa dia saat ini sudah tidak lagi mengalami kondisi jatuh cinta sendirian. Aku sudah menyukainya, sejak dia lebih sering ada disekiarku, sejak dia menguatkan aku dan memberikan aku banyak pelajaran hidup yang baru aku tahu, sejak itulah aku sadar kalau aku ternyata sudah menyukainya. Namun sayang, saat aku baru saja hendak membuka mataku, mengatakan bahwa aku juga menyukainya dia malah mengatakan hal yang paling tidak aku sukai; Ghea.Demi langit dan bumi, beserta seluruh benda yang ada di dalamnya. Aku tak tahu kenapa dia masih saja berpikiran kalau aku masih menyukai Ghea? Padahal, selama aku dekat dengannya aku sudah tak lagi pernah membahas tentang Ghea. Aku, sudah tak ingin tahu lagi perihal Ghea.
Ghea"Apaan sih kamu storynya tulisan-tulisan begitu!"Sesuai dengan prediksiku Lhambang langsung mengeluarkan omelannya ketika kami baru saja sampai apartemen, dia bahkan tak membiarkan aku untuk duduk, ganti pakaian dan menghapus makeupku dulu. Seperti yang sudah-sudah kalau sudah kesal dia memang pasti akan bersikap seperti ini langsung mengatakan kalau hal yang aku lakukan itu salah dan tidak boleh diulangi lagi, maka seperti yang biasa aku lakukan juga ketika dia bersikap seperti ini akan aku jawabi dia karena memang aku tak salah. Aku hanya memposting kata-kata bijak pada akun sosial media milikku, hal yang biasanya memang aku lakukan sebelum dan sesudah dengan Lhambang."Kenapa sih emang?" Aku berjalan melewatinya, kuloloskan tasku dan berjalan menuju lemari pakaian."Nanti orang-orang ngira kalau kamu ng
SYAILENDRADulu waktu umurku masih belasan tahun, sering berkata kepada teman-temanku kalau nanti ketika aku ingin menikah aku pasti tak perlu pusing mengajak wanita manapun untuk menikah. Aku tampan, aku kaya. Keluargaku baik, aku juga bukan tipekal orang yang suka macam-macam. Siapa yang tak mau denganku? Pastilah mau, karena pada saat kita ada di umur-umur belasan tahun sesorang hanya akan mengagumi orang lain hanya dari kemewahan. Ketulusan hati? Tak perlu, pada umur-umur belasan tahun aku tak pernah memikirkan perihal hati. Semuanya dengan mudah bisa aku dapatkan kalau aku kaya dan hidup berkecukupan, wanita manapun pada saat umur belasan tahun pasti akan memikirkan hal yang sama.Tapi diumurku yang sekarang, yang hampir mencapai angka tiga, saat ini aku lebih memilih mengagumi seseorang karena ketulusan hatinya. Sebab itulah mungkin saat ini aku selalu gagal perihal per
GHEATiada satupun dari kita yang selalu tertawa tanpa hadirnya air mata. Namun Allah tak akan menguji hamba-Nya melebihi kadar kemampuan nya. Aku selalu ingat ketika Syailendra ceramah mengenai hidup manusia, dulu ketika Syailendra mengatakan kata-kata bijak perihal hidup aku tak pernah sama sekali mendengarkan apa yang dia katakan dengan seksama. Tapi kadang-kadang kata-katanya itu bisa masuk ke dalam pikiranku dengan sendirinya, membuat aku berpikir kalau apa yang dia katakan itu sebenarnya memang benar. Akunya saja yang selama ini menolak ini dan itu perihal perkataannya padahal perkataannya itu adalah benar, sangat-sangat benar dan memang fakta."Udah?" Aku menoleh pada Lhambang yang baru saja keluar dari kamar mandi."Apanya yang udah?""Transfer ke aku, udah belum?" Katanya santai sambil
GHEAPada akhirnya Lhambang mengantarkan aku pulang ke rumah, dengan mengancam perihal mobil yang akan aku ambil barulah dia mau mengantarkan aku pulang ke rumah. Sepanjang jalan menuju rumahku ini dia terus-terusan mengoceh perihal ini dan itu membuatku makin malas untuk meladeni dirinya. Bukan, ini bukan pekara aku yang sudah tak cinta lagi dengannya tapi ini perkara harga diri. Sampai saat ini aku masih menyukainya, saat ini aku hanya sedang memberikan pelajaran saja bagi dirinya kalau dia tak boleh semena-mena dengan diriku karena semua yang dia pakai dan gunakan saat ini adalah milikku. Jadi satu-satunya orang yang boleh sombong dan semena-mena itu adalah aku."Kamu masih marah sama aku?" Sambil menyetir, dia menoleh padaku sesekali untuk melihat ekspresiku saat ini. "Ghe?""Hmm?" Tadinya aku masih enggan untuk menyahuti dirinya t
SYAILENDRAHari ini aku berjanji untuk berkunjung ke rumah Tissa, tapi sebelum berkunjung aku sudah menyempatkan diri datang ke tukang martabak pinggir jalan. Bukan abang-abang yang sedang berdagang di pinggir jalan melainkan di sebuah toko yang letaknya kebetulan berada di pinggir jalan, katanya ayahnya Tissa sangat suka martabak telur di tempat ini sebab itulah aku membelikannya martabak telur saja sebagai bawaanku malam ini. Karena aku bingung, apa yang harus aku bawa ke sana. Niatku hanya ingin bertamu karena Ibunya Tissa mengundangku untuk makan malam, jadilah aku ke sana malam hari ini selepas pulang bekerja. Ini pun aku datang agak telat, biasanya memang aku pulang sore tetapi tadi ada sedikit pekerjaan yang harus aku selesaikan hari ini juga makanya aku datang agak terlambat sedikit."Ndra!" Seseorang memanggil namaku dari arah belakang, ketika aku menoleh. Aku sudah menemukan seseorang yang sangat aku kenali sekali.Karena itulah, sembari tersenyum aku melangkah mendekatinya
TISSASelimut yang masih menyelimuti tubuhku, pendingin ruangan yang masih menyala serta hujan yang mengguyur bumi menjadi saksi bahwa hari mingguku kali ini benar-benar sangat nyaman. Masih menscroll media sosial, dari satu aplikasi lalu ke aplikasi berikutnya jam sembilan pagi ini aku masih betah tidur-tiduran diatas kasurku.Tumben sekali, biasanya Ibuku akan masuk kamar lalu menyuruhku untuk bangun. Setidaknya untuk membantunya membereskan rumah yang sebenarnya selalu rapih ini atau sekedar olahraga bersama keliling komplek dan berakhir singgah di pasar untuk membeli kebutuhan rumah. Tapi hari minggu kali ini agak berbeda, sedikit lebih tenang dan sedikit lebih membahagiakan karena ketika aku bangun ada satu pesan yang selalu aku mimpikan untuk masuk ke dalam ponselku ketika pagi tiba. Yap! Chat dari Syailendra yang berhasil membuat pagiku yang sedang mendung ini menjadi lebih berwarna.Pesannya memang bukan sebuah pesan yang romantis, dipesan itu Syailendra hanya membalas pesanku
GHEAMalam minggu kemarin, aku tidak pulang ke rumah Ibuku. Aku juga tidak masuk lembur, padahal hari sabtu kemarin adalah hari dimana aku seharusnya bekerja lembur tapi aku tidak melakukannya sebab Lhambang tidak memperbolehkan aku untuk pergi ke kantor. Jadi, dari pada wajahku kena tampar lagi olehnya lebih baik aku menurut saja dan mengatakan kepada pihak kantor kalau aku sedang sakit.Yah, walaupun aku tidak menjamin alasan itu akan diterima oleh atasanku mengingat lembur kemarin adalah aku yang meminta sendiri dan aku juga yang membatalkan senaknya. Aku meminta lembur karena aku butuh uang lebih diakhir bulan nanti, tentu saja untuk mengganti uang yang aku pinjam untuk Lhambang, aku berjanji untuk menggantinya meskipun aku meminjam uang tersebut kepada kakakku."Ghe?" Itu suara Lhambang, yang baru saja terbangun dari tidurnya.Dengan langkah cepat aku menghampiri Lhambang di dalam kamar, aku tidak mau kena omel lagi hanya karena aku terlalu lama menghampirinya padahal katanya jar