Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun Kevan masih belum pulang. Kemana lelaki itu? Ponselnya pun mati, aku sulit menghubungi.
Aku mondar mandir di ruang keluarga, merasa tak tenang sendiri. Dia juga tak berusaha menghubungi.
Tadi aku menghubungi Resto, katanya setelah maghrib Kevan berpamitan pulang. Lantas kenapa sampai sekarang dia masih belum sampai rumah juga?
Ada apa dengan Kevan? Mobilnya kenapa? Apa ada sesuatu yang buruk terjadi padanya?
Lima belas menit kemudian, suara deru mobil masuk ke halaman rumah. Aku berjalan keluar dan menemukan mobil Kevan terparkir di sana. Setelah mesin mobil mati, lelaki yang sejak tadi kutunggu kepulangannya itu pun turun dari mobil.
Dia nampak sehat-sehat saja. Tak ada sesuatu yang terjadi. Syukurlah, aku lega ....
"Dari mana kamu kok jam segini baru pulang, Kev?" tanyaku khawatir.
Kevan merangkul lenganku
Kevan tak bisa diharapkan. Dia sulit diajak bicara dan bekerja sama. Kalau begitu, aku harus melakukan sesuatu. Aku harus menghalangi Sandra mendekati Kevan. Entah bagaimana caranya, aku harus menghentikan niat buruknya.Maka, pagi ini sengaja aku bangun lebih pagi. Kuselesaikan semua pekerjaan rumah lebih dulu supaya bisa berangkat bersama-sama dengan Kevan. Hari ini aku akan mengikuti kemana pun Kevan pergi. Supaya si Penggoda itu tak memiliki celah sama sekali dalam mendekati suamiku.Terserahlah jika aku dianggap posesif. Jika bukan aku yang menjaga rumah tangga sendiri, lantas siapa?"Kamu mau kemana, Ay? Pagi-pagi udah rapi," tanya Kevan bingung.Lelaki ini memandangiku dari ujung kepala hingga kaki. Aku memang sudah rapi sejak lima menit yang lalu. Hari ini aku mengenakan kaos yang bagian dadanya agak rendah sehingga memperlihatkan bagian dadaku yang tak seberapa ini. Kupadukan dengan blazer dan juga celana jeans. Kali ini aku memakai high heels de
Dari dalam ruangan Kevan yang berdinding kaca, aku dapat melihat Sandra berkali-kali mondar mandir, berpura-pura menuju kamar mandi yang ada di lorong ujung. Memang kalau mau ke kamar mandi pasti melewati ruanganku dan Kevan terlebih dahulu.Namun aku tahu, pasti bukan kamar mandi tujuan utama gadis itu. Melainkan Kevan yang ingin dia lihat. Logika saja, mana mungkin dia ke kamar mandi setiap lima menit sekali. Memangnya dia sedang diare? Ini sudah kuperhatikan sejak tadi, kurang lebih sudah sepuluh kali ia lewat.Dan setiap kali dia lewat, pandangannya terus tertuju ke tempat aku dan Kevan kini sedang berada.Gadis itu seperti ingin memastikan aku sudah pulang atau belum. Entahlah, perasaanku yang mengatakan demikian. Maafkan aku Tuhan, jika akhir-akhir ini hatiku selalu diliputi perasaan negatif. Namun, perempuan kan selalu identik dengan perasaannya yang sensitif dan teramat peka. Jadi, kupikir apa yang kulakukan ini ta
Bibir Kevan berada tepat di depan bibirku. Jarak kami sudah sangat dekat untuk bisa saling bertukar saliva kini. Aku menutup mata untuk meredakan kegugupan yang semakin menjadi.Aku hanya bisa pasrah apapun yang terjadi setelah ini. Toh, hal ini sudah seharusnya terjadi dari dua tahun yang lalu bukan? Berciuman layaknya pasangan suami istri.Namun, lagi-lagi aku harus bersabar karena tiba-tiba seseorang mengetuk pintu. Aku dan Kevan sama-sama terlonjak kaget. Dan setelah itu harapan itu hilang, Kevan keluar ruangan karena ada seseorang yang mencarinya di depan.Keesokan harinya, aku kembali menjalankan aktivitas seperti biasa. Kevan tak lagi bertanya tentang perasaanku, dan Sandra masih tetap dengan segala usaha-usahanya.Ternyata menjadi overthinking itu sangat melelahkan ya. Sebetulnya, aku ingin kehidupanku kembali seperti semula. Tak ada beban dan ketakutan yang berlebihan seperti ini.Oh, Tuhan, sampai kapan gadis itu menguji iman dan kesabara
Jujur, aku bingung melihat Sandra. Jika melihat sikap dan cara bicara gadis itu, dia tak cocok sebetulnya menjadi penggoda. Dia masih takut-takut dalam menjalankan rencananya. Seolah-olah, itu semua murni bukan keingingan gadis itu sendiri. Namun ada orang lain di belakangnya yang selalu memaksa.Apakah mungkin itu ibunya?Jika mengingat ekspresi wajah dan kalimat yang diucapkan ibunya tempo hari, jelas wanita paruh baya itu terobsesi ingin menjodohkan kembali anaknya dengan Kevan.Hal yang wajar, mengingat Kevan memang memiliki potensi yang besar untuk dipuja-puja para wanita. Aku yang istrinya saja mengakui jika Kevan itu ganteng, postur tubuhnya ideal, penampilannya juga sangat masa kini. Belum lagi kariernya. Dia memiliki karier yang sangat bagus di usianya yang baru saja menginjak kepala tiga ini. Jadi, hal yang lumrah jika banyak ibu-ibu yang ingin menjodohkan Kevan dengan putri mereka."Mas Kevan,"
Semalam Kevan tak pulang. Dia juga tak berusaha menghubungiku. Berkali-kali aku bangun dari pembaringan, menatap jendela dan berharap mobil Kevan terparkir di halaman, namun nyatanya aku tak menemukan apa-apa. Di luar hujan turun dengan derasnya. Apa yang suamiku lakukan di luar sana? Sedang apa ia? Apakah ia bersama Sandra? Ataukah hal buruk terjadi padanya?Kuambil ponsel, kutelusuri semua portal media. Aku tak menemukan apa-apa. Tak ada berita sedikit pun mengenai Kevan. Paling tidak, aku sedikit bisa bernapas dengan lega. Suamiku baik-baik saja. Lantas kemana ia? Bahkan ponselnya pun tak bisa aku hubungi.Apa mungkin ia sedang bersama Sandra? Lalu sesuatu terjadi pada keduanya?Kugigiti kuku-kuku jariku. Dengan gerakan yang sama, sejak tadi aku berjalan mondar mandir menoleh ke arah jendela kamar, berharap tiba-tiba pagar rumah kami terbuka lebar dengan lampu mobil Kevan yang menyala terang, memberikan isyarat bahwa ia
Ternyata benar, Mama Wardah sakit vertigo. Penyakit lama yang sesekali suka kambuh. Natha juga ternyata sedang ada urusan ke luar kota sehingga ibu mertuaku itu hanya tinggal berdua saja dengan asisten rumah tangga. Khawatir jika terjadi sesuatu, maka aku dan Kevan memutuskan untuk menginap di rumah Mama Wardah selama beberapa waktu, merawatnya hingga keadaannya membaik.Kevan pun akhirnya bercerita jika malam itu dia hanya mengantar Sandra saja, lalu segera pulang ke rumah ibunya karena ketika sedang dalam perjalanan, asisten rumah tangga ibunya menelpon, mengabarkan kondisi ibu mertuaku itu menurun.Kevan segera membawa ibunya ke IGD dan tak sempat mengabari karena kebetulan ponselnya lowbat. Dia tak membawa charger karena ketika pulang memang dalam kondisi emosi, sehingga tas beserta isinya ia tinggal di resto.Setelah kejadian dengan ibunya Sandra, akhirnya Kevan mulai menyadari bahwa ucapanku mengenai Sandra itu benar
"Prenagen di rumah masih ada nggak Ma?" Sebuah suara membuatku menoleh. Tepat di sebelah kiri. Satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu yang sedang mengandung dan satu anak laki-laki lucu berusia sekitar lima tahun.Aku dan Kevan sedang belanja bulanan saat ini di Carrefour. Dan keluarga manis ini berhasil mencuri perhatian ketika aku sedang mengantri di kasir. Kevan sedang mencari sesuatu yang tertinggal di deretan rak."Masih kok Pa, masih cukup. Nanti aja beli lagi," jawab si ibu yang sedang hamil tua ini. Dapat terlihat aura bahagia dari wajahnya. Dia tak berhenti tersenyum. Betapa manis keluarga ini. Aku menyukainya."Folamil kamu masih ada, Ma?" tanya si suami lagi sembari mengelus-elus perut istrinya. Aku masih sibuk memperhatikan. Keluarga ini begitu hangat, membuat siapapun yang berada di sekitar mereka pasti akan menoleh dan menyunggingkan senyuman."Oh iya. Vitaminku
Tak lama setelah kami berbelanja, Kevan pergi lagi. Entah kemana. Dia bilang ada yang harus diurus dan baru pulang setelah malam sudah sangat larut. Mungkin karena kelelahan, dia langsung merebahkan diri di sofa ruang keluarga. Sudah satu minggu ini Kevan seperti ini, menyibukkan diri dengan segala pekerjaan. Aku tahu ada sesuatu yang mengusik hatinya namun aku tak tahu pasti masalah apa yang sedang ia hadapi. Karena dia selalu menghindar jika aku mulai menyinggung tentang hal itu. "Kev, kalo ngantuk jangan tidur disitu. Langsung masuk kamar gih." Dia bergeming dan tak mengikuti ucapanku. "Kev.""Bentar, Ay. Sebentar aja."Kevan mengucapkan itu sembari menutup matanya. Tak biasanya Kevan begini. Dia kenapa ya?Merasa khawatir, maka aku pun