Share

Bab 8

Author: Celine
Ardi memilih tempat di sebelahku dan duduk.

Dalam waktu singkat, mangkuk dan piring di hadapanku sudah terisi penuh oleh ibuku. Sambil membereskan piring-piring, dia berkata dengan nada khawatir, "Kamu pasti sibuk dengan pekerjaan di rumah sakit. Lihatlah, kamu kurusan sekarang."

Pujian yang dia berikan pada menantu laki-lakinya masih tetap sama.

Namun, dia lupa kalau Ardi tidak makan tomat.

Aku menatap alis lelaki itu yang sedikit mengernyit, dia mengambil sendok dan memilah-milah tomat dengan telur.

Melihat ini, Nyonya Larasati menarik sudut bibirnya dengan canggung dan berkata, "Astaga, aku memang tidak seperhatian Raisa."

Ardi mencibir dan berkata singkat, "Ibu meminta kami datang ke sini hari ini, apa ada sesuatu yang ingin Ibu sampaikan pada kami?"

Nyonya Larasati melirik ke arahku dan berkata sambil tersenyum, "Memangnya bisa ada apa? Kita sudah lama sekali tidak bertemu. Aku ingin makan bersama kalian."

Setelah selesai berbicara, ibu menatapku, mengisyaratkan kalau aku harus minum bersama Ardi.

Biasanya aku akan membantu Ardi menghindarinya. Karena sebagai seorang dokter bedah, dia harus menghindari minum minuman keras. Dia sangat disiplin dengan aturan ini. Namun, begitu memikirkan kejadian di pesta ulang tahun itu, aku tiba-tiba berubah pikiran.

Saat aku memutar gelas anggur merah dengan lembut dan menyerahkannya pada Ardi, aku sengaja mengulur nada bicaraku, "Sayang, bagaimana kalau kita minum segelas?"

Aku melihat kelopak mata Ardi berkedut sedikit.

Ketika mata kami beradu, aku melengkungkan sudut bibirku. Aku sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk menolak.

"Aku piket besok pagi," katanya dengan alasan yang masuk akal untuk menolak. "Aku akan menemanimu lain kali."

Kalimat seperti ini sudah kuduga, tetapi tetap saja menusuk hatiku.

Bukankah pada malam pesta ulang tahun Zelda, Ardi juga pergi ke rumah sakit?

Pada dasarnya, aku hanyalah seorang istri semu, harga diriku tidak seberharga wanita itu.

Perasaan masam menyelimutiku, lalu aku mengambil gelas itu dan meneguknya habis sekaligus.

Nyonya Larasati juga terkejut ketika melihat adegan ini. Secara tidak langsung, dia berkata, "Minum sedikit saja tidak apa-apa. Jangan sampai mabuk."

Ya benar, kalau sampai mabuk, akan menunda rencana bikin anak.

Aku tersenyum pahit dan menuangkan segelas lagi untuk diriku sendiri, "Jarang sekali Dokter Ardi menyempatkan diri untuk makan malam bersamaku di tengah jadwalnya yang padat. Jadi tentu saja aku harus menunjukkan rasa terima kasihku."

Setelah berkata demikian, aku mengangkat gelas anggur ke mulutku, tetapi dihentikan oleh Ardi.

"Kalau minum terlalu banyak pasti runyam," katanya dengan suara rendah, lengannya yang panjang bersandar di sandaran kursiku. Entah itu sengaja atau tidak sengaja, ucapan itu sedikit menggoda, "Aku akan menemani Raisa malam ini, oke?"

Ketika berkata demikian, dia menatapku dengan saksama. Pupil matanya yang hitam itu penuh dengan ketulusan, membuatku merasa kalau aku diperhatikan olehnya.

Aktingnya sungguh luar biasa.

Nyonya Larasati sangat senang saat melihat ini, dia berkata dengan gembira, "Kalau begitu, makanlah yang banyak. Selesai makan, cepatlah pulang."

Makan malam berakhir agak tergesa-gesa.

Sebelum pergi, ibuku memberikan bingkisan berisi lingerie itu ke tanganku dan berulang kali mengingatkanku, "Lebih mudah hamil kalau wanita di posisi bawah dan pria di atas."

Aku begitu canggung mendengarnya, sampai-sampai aku ingin mencari tempat untuk bersembunyi.

Kami terdiam sepanjang jalan. Setelah mobil kami sampai, Ardi ternyata juga ikut naik ke atas bersamaku.

Aku setengah mabuk saat berusaha memaksakan diri menekan kode pintu. Aku menekan ulang sampai dua kali tetapi tetap salah kode.

Melihat ini, Ardi mendekat dan membuka pintu dalam sekejap.

Diam-diam aku menghela napas lega, lalu mengikutinya masuk ke ruangan itu tanpa bersuara. Tanpa diduga, Ardi tiba-tiba berhenti melangkah. Sebelum aku sempat berhenti, aku sudah menabraknya.

Aku buru-buru mundur selangkah dan pinggangku yang ramping tiba-tiba dipeluk. Ketika aku menatap ke bawah, aku melihat tangan yang sedang bergerak naik ke atas. Tangan dengan urat-urat menonjol dan buku-buku jari yang terlihat jelas.

Ada kehangatan yang merayap di daun telingaku.

Aku menelan ludah dengan gugup, dan ketika aku mendongak ke arah Ardi, aku melihat jakun pria itu berguling dan napasnya panas.

Jantungku juga mulai berdetak kencang, saat mataku perlahan bergerak ke atas, aku dapat melihat dengan jelas lidah api yang membara, menari-nari di pupil hitam pria itu.

"Pletak!" Bingkisan di tanganku jatuh ke lantai. Baju perang berwarna hitam yang sangat menggoda itu pun tercecer keluar dari bingkisan itu, terekspos di depan mata Ardi dan aku.

Sebelum aku sempat menjelaskannya, Ardi sudah mendorongku.

Aku kehilangan keseimbangan dan terhuyung beberapa langkah, akhirnya aku terjatuh di depan lemari sepatu yang ada di pintu masuk.

Sakit ....

Aku menatap Ardi dengan kebingungan, tapi menemukan sorotan mata yang suram dari pria itu, "Apakah ini pertunjukan bagus yang kamu dan ibumu rencanakan?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Lita Suciati
ga minat...terlalu murahan lead femalenya...
goodnovel comment avatar
Yasin Ali
bikin penasaran aja
goodnovel comment avatar
Ratna R Simanjuntak
capek juga baca berteletele
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 278

    Dia sebenarnya sama sekali tidak pernah menyukaiku, 'kan?Kalau tidak, mana mungkin tega berkali-kali memperlakukanku sedingin ini?Bukannya memang demi suatu hari bisa menikahi Zelda secara terang-terangan?Aku tahu, aku tahu semuanya, tapi hatiku tetap saja terasa seperti retak, sangat sakit.Air mataku tanpa sadar mengalir keluar. Setelah mengepal tanganku erat-erat, aku baru berhasil menahan rasa sakit dan sedihku. Kemudian, aku berkata sambil berpura-pura tenang, "Baik, kalau begitu, kuserahkan urusan ini pada Dokter Ardi. Kami masih ada urusan lain, permisi."Selama perjalanan kembali, aku dan ibuku tidak bersuara. Waktu sudah hampir tiba di rumah sakit, dia akhirnya tidak tahan lagi dan berkata, "Kamu benar-benar terlalu rugi. Biasanya orang menikah dengan keluarga kaya punya pengakuan, punya uang. Kamu malah melayani Ardi selama tiga tahun tanpa mendapatkan apa-apa, terus disindir terus sama Yuliana. Benar-benar keterlaluan!"Aku juga merasa sangat kesal.Namun, aku tahu sekara

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 277

    Begitu mendengar kata "cerai", semua orang yang ada di sini langsung tertegun, suasananya langsung hening.Ibu mertuaku melihatku seperti melihat sesuatu yang ajaib. Setelah terdiam beberapa detik, dia berkata kesal, "Kalau aku nggak salah ingat, ini bukan pertama kalinya kamu mengungkit cerai. Dulu, pernikahan ini terjadi karena Keluarga Wijaya berniat berterima kasih atas pertolongan Hasan terhadap Ardi. Tapi ini bukan berarti kalian boleh menganggap pernikahan ini sebagai permainan anak kecil, berkali-kali mengancam kami dengan perceraian!"Setelah itu, dia melihat Ardi lalu menunjukkan sikap angkuhnya. "Kamu kira Ardi nggak berani cerai denganmu?"Ardi tentu saja berani.Aku tahu apa yang dimaksud ibu mertuaku di balik ucapannya yang panjang lebar itu. Maksudnya adalah alasan Ardi tidak bercerai denganku bukan karena Keluarga Wijaya menghargaiku, melainkan karena perjanjian antara kedua keluarga. Meski tidak banyak yang tahu tentang hal ini, bagaimanapun juga, ini berkaitan dengan

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 276

    "Nyonya Yuliana." Ibuku tiba-tiba mengeraskan suaranya lalu mencibir, "Kelihatannya pendengaranmu kurang bagus. Bahkan Dokter Ardi saja sudah bilang, ini adalah hal yang sudah lama ditetapkan. Mana boleh diubah-ubah sesuai keinginan Keluarga Wijaya?"Kali ini, ibuku tidak memanggilnya Ardi lagi, melainkan Dokter Ardi.Apalagi kata-katanya juga sudah berubah dari yang sebelumnya berusaha menyanjung mereka jadi seperti orang asing.Ibuku seakan-akan tiba-tiba berubah.Jelas terlihat, ibu mertuaku agak kesusahan menghadapinya."Sudah, kembali ke inti pembicaraan." Ibuku menenangkan dirinya, kemudian melihatku dan Ardi yang berdiri di sampingku. "Hal lain nggak usah dibicarakan dulu, kalaupun Keluarga Wijaya ingkar janji dan nggak peduli lagi dengan hidup dan mati Keluarga Larasati, kami terima saja. Tapi untuk masalah ganti dokter ...."Dia berhenti sejenak lalu melanjutkan, "Kalau kita kesampingkan hubungan keluarga kita yang sepele itu, kami bisa saja setuju untuk nggak mengganti dokter

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 275

    Tahunya cuma uang? Ke kediaman Keluarga Wijaya? Ibuku?Aku mencerna kata-kata Ardi lalu terkejut.Pantas saja ibuku sudah lama begini masih belum kembali, ternyata dia ke kediaman Keluarga Wijaya?Namun, apa maksudnya tahunya cuma uang?Aku juga tidak berani berlama-lama, setelah berpesan pada Bu Ratna, aku ke parkiran seperti yang disuruh Ardi.Saat aku tiba, dia sudah menunggu di sana.Aku masuk mobil, tutup pintu, memakai sabuk pengaman. Setelah semuanya selesai, aku mendengar suara mesin mobil berderu. Ardi menginjak gas dan melaju kencang.Karena buru-buru, aku tidak menyadari kalau aku duduk di kursi penumpang depan. Waktu mendongak, di bagian depan ada stiker merah muda yang tertulis "Kursi khusus Tuan Putri".Tanpa perlu menebak, aku sudah tahu siapa yang menempelnya.Aku tidak sengaja duduk di tempat khusus tuan putri.Aku duduk dengan tidak tenang.Sementara pria di sebelahku terus mempertahankan ekspresi muramnya, sama sekali tidak bermaksud berbicara denganku. Selama perjal

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 274

    Aku membuka dokumen digitalnya untuk ibuku.Setelah ibuku membaca isi perjanjian tersebut dengan saksama, dia langsung terdiam di tempat sambil menggumam, "Perjanjiannya hanya ... tersisa 18 hari?"Aku mengangguk, lalu mendengar ibuku bertanya, "Setelah berakhir, kalian otomatis cerai?""Sepertinya tetap harus ke pengadilan untuk menandatangani dokumen.""Raisa!" Ibuku tiba-tiba berteriak lalu mengentakkan kakinya sambil berkata, "Kamu bodoh sekali! Kenapa kamu nggak memberitahuku masalah sebesar ini!"Setelah itu, dia jongkok di lantai dan menaruh wajahnya di lututnya sambil menangis. "Kamu kenapa sebodoh ini? Bagaimana dengan keluarga kita? Bagaimana ini ...."Dia semakin lama semakin sedih hingga akhirnya jatuh ke dalam histeria. Aku tahu bahwa pada saat seperti ini, nasihat apa pun tidak akan ada gunanya, jadi aku membiarkannya menangis sepuasnya.Setelah beberapa saat, ibuku akhirnya mengendalikan emosinya. Dia mendongak melihatku dengan wajahnya yang sudah berantakan. Wajah yang

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 273

    Aku keluar dari ruang istirahat Ardi dengan tenang.Tidak seperti dulu, selalu gelisah dan tidak menentu setelah bertengkar dengannya, kali ini aku malah merasa kepuasan yang tidak bisa dideskripsikan.Benar, aku merasa puas.Aku sudah tidak takut.Hasil terburuk dari memarahi Ardi mungkin adalah besok pagi aku akan diseret ke pengadilan untuk mengurus surat cerai.Namun, aku tidak peduli. Keadaan sudah jadi seperti ini, perjanjian pernikahan kami juga hanya tersisa setengah bulan, cerai sekarang juga hanya mempercepat saja.Aku harus membuatnya mengerti, alasanku selama ini selalu mengalah adalah demi keluargaku. Sekarang dia malah menyentuh keluargaku untuk mengancamku, berarti dia sudah melewati batasanku.Kalau begitu, aku tidak mau apa-apa lagi.Namun, aku hanya aku sendiri, takutnya informasi ini akan membuat ibuku terpukul.Lihat saja, baru saja aku kembali ke ruang pengawasan, ibuku langsung menghampiriku lalu menarikku sambil berkata panjang lebar, "Bagaimana? Ardi masih marah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status