Share

Bab 7

Penulis: Celine
Kami berempat pun berdiri di tempat yang sama.

Mungkin karena sosok Ardi terlalu mencolok, sehingga perhatian banyak orang pun tertuju ke sini.

Aku merasa kurang nyaman dipandang orang-orang di sekeliling. Ketika mataku menyapu Zelda, gadis itu tampak terkagum menatap Ardi, posisinya jauh lebih baik dariku.

Aku tahu, itu adalah rasa kepercayaan diri yang timbul dari perasaan dilindungi.

"Kak Ardi bilang sudah menjelang waktu makan siang, dia ingin mentraktirku makan di kantin rumah sakit," ujarnya dengan nada polos.

Rian menatapku dengan bingung, lalu menatap Zelda yang berdiri di sebelah Ardi dan berkata, "Dokter Ardi, kok tak dikenalkan?"

Ardi memperkenalkan secara singkat, "Zelda, adik kelasku dari Fakultas Kedokteran."

Zelda mengedipkan matanya yang jeli itu, lalu melirik kartu nama Rian dan berkata, "Halo, Dokter Rian. Perkenalkan, aku Zelda Hilmawan."

Rian mengangguk dan tersenyum canggung, matanya sesekali menatap ke arahku. Ada rasa simpati yang terlihat di matanya.

"Kak Raisa, bagaimana kalau kita makan bersama?" Zelda menatapku dengan tulus, lalu menatap Ardi dan berkata, "Kak Ardi akan mengajakku keliling Mogowa nanti. Kak Raisa bisa ikut denganku."

Kekaguman di matanya tak dapat dipendam, tetapi kekaguman seperti ini justru menusuk-nusuk jiwaku.

Mereka baru saling kenal sebulan, sedangkan aku sebagai istrinya ini sudah sibuk mengurus Ardi selama tiga tahun penuh, dia belum pernah sekalipun mengizinkanku melangkah masuk ke Departemen Bedah Saraf.

Apalagi berkeliling melihat seluruh Mogowa.

"Tak usah," tolakku dengan tegas. Aku melirik Ardi sekilas dan berkata, "Lagi pula, aku sudah mengenal Mogowa dengan baik."

Setelah mengatakan itu, aku berbalik dan pergi.

Tentu saja ucapan ini tidak berlebihan. Lagi pula, selama tiga tahun terakhir ini, selain ke kampus dan rumah, tempat yang paling sering aku kunjungi adalah Mogowa.

Saat aku paling merindukannya, hampir dua hari sekali aku datang ke rumah sakit mengunjunginya. Aku sudah tahu letak posisi masing-masing departemen, dari lantai satu sampai lantai lima, baik itu posisi ruang laboratorium maupun ruang X-ray, ruang USG, bangsal rawat jalan maupun bangsal rawat inap. Bahkan lift mana yang paling ramai sekalipun aku tahu dengan jelas.

Aku pernah membayangkan kalau suatu saat nanti, saat Ardi dengan santai menyebutkan suatu tempat, aku mampu menjawabnya dengan lancar tanpa harus merasa canggung.

Lucunya, aku selalu berpikir bagaimana memerankan peranku sebagai seorang istri yang baik, tetapi aku lupa kalau pernikahan kami hanyalah sebuah transaksi.

Di persimpangan jalan, tiba-tiba aku melihat Rian menyusulku.

"Saat mendung dan hujan begini agak susah mendapatkan taksi, bagaimana kalau aku mengantarmu?"

Dia memegang payung bergagang panjang di tangannya, payung itu dia pegang menutup kepalaku. Mungkin karena dia berlari terlalu cepat, napasnya tidak beraturan.

"Terima kasih, tapi tidak perlu." Aku sudah hafal rute kereta untuk pulang ke rumah itu.

"Hasil tes tertulis akan diumumkan di situs resmi besok pagi," kata Rian mengingatkanku dengan sabar. "Hati-hati di jalan."

Setelah berkata demikian, dia memberikan payung itu padaku lalu segera berbalik dan pergi.

Aku menatap payung di tanganku, mataku langsung memerah.

Lihatlah, bahkan orang yang baru kukenal kurang dari setahun saja jauh lebih perhatian daripada Ardi.

Aku kembali ke laboratorium kampus dengan payung itu.

Ucapan Rian memang benar, ujian tertulisnya tidak terlalu sulit, faktor yang paling menentukan adalah sesi wawancara berikutnya.

Aku harus mempersiapkan diri terlebih dahulu.

Aku begitu sibuk hingga tidak menyadari bulan telah bertengger di atas langit.

Getaran ponselku membuyarkan lamunanku, ternyata ibuku yang meneleponku.

"Aku sudah mengirim alamatnya ke ponselmu. Ayo kita makan malam bersama."

Tanpa menunggu jawabanku, dia sudah menutup telepon.

Alamat yang dikirim ibuku adalah restoran kelas menengah ke atas dengan masakan rumahan.

Aku menatap alamat itu sambil berpikir sejenak, lalu berjalan keluar.

Setengah jam kemudian, pelayan mengantarku ke ruang tersendiri. Ibuku, Nyonya Larasati mengenakan pakaian berwarna cerah, mengangkat bulu matanya yang baru saja dipasang itu dan berkata dengan nada tidak senang, "Aku mengirim begitu banyak pesan padamu tetapi kamu tidak membalasnya satu pun. Apakah kamu sesibuk itu?"

Bau parfum menyengat langsung ke hidungku, aku langsung berterus terang, "Ada apa? Kenapa begitu terburu-buru?"

"Aku beli ini untukmu saat berbelanja tadi." Nyonya Larasati menyerahkan tas belanjaan padaku, lalu menambahkan, "Cobalah pakai nanti malam."

Aku menerimanya dengan ragu-ragu. Setelah melihat isinya, aku tidak tahu harus tertawa atau menangis.

Ini adalah satu set lingerie hitam.

"Pria, tidak peduli seberapa santun penampilannya, mereka tetap menyukai ini," kata Nyonya Larasati. Dia tidak menyadari ketidaknyamanan di mataku dan berkata, "Bukankah dua hari ini adalah masa ovulasimu? Berusahalah lebih keras."

Merasa terhina, aku berkata dengan serius, "Bu, aku tidak berencana punya anak."

Begitu selesai bicara, bakso udang yang sudah diambil Nyonya Larasati itu pun terjatuh. Setelah tertegun sejenak, dia tiba-tiba berdiri dan menoleh ke belakangku sambil tersenyum, "Menantuku sudah sampai."

Aku menoleh ke belakang dan melihat Ardi berdiri di belakangku.

Ternyata Nyonya Larasati juga membuat janji dengannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ratna R Simanjuntak
makin menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 100

    Ucapanku yang tenang dan penuh percaya diri ini membuat Kepala HRD tertegun, kemudian dia bertanya, "Kemarin di grup obrolan Mogowa muncul fotomu bersama Dokter Steven dari Muliajaya. Bagaimana menurutmu?""Namanya juga menghadiri seminar, aku tentu saja harus menunjukkan keramahan dan niat baik Mogowa. Sedangkan di foto itu, Dokter Steven hanya menahanku karena waktu itu kapalnya bergoyang, aku hampir jatuh. Dia sebagai pria yang baik hanya menahanku agar nggak jatuh."Mungkin karena tatapanku terlalu tenang, ekspresi Kepala HRD sudah tidak sesuram ketika aku baru masuk tadi.Setelah hening sejenak, dia berkata, "Kamu kembali kerja dulu, kami akan menyelidiki hal ini dengan baik."Aku tentu saja juga mengharapkan hal yang sama.Hanya saja, entah orang tidak bermoral mana yang kusinggung, orang itu bisa-bisanya mengirimkan surat laporan ke HRD.Kalau begitu, aku tinggal menunggu kabar.Namun, di luar dugaanku, waktu aku keluar dari kantor HRD, aku bertemu dengan Zelda.Dia sepertinya j

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 99

    Aku tidak menyangka aku lagi-lagi jadi bahan pembicaraan, apalagi karena hal seperti ini.Sementara Zelda yang menyebabkan hal ini selain meminta maaf padaku di grup, selama empat jam setelah kejadian ini, tidak menghubungiku.Kalau bukan karena tidak sengaja bertemu dengan Rian, sampai sekarang aku masih tidak tahu.Hal yang membuatku lebih sedih lagi adalah suamiku, Ardi Wijaya, jelas-jelas adalah senior yang ikut seminar kali ini, tapi waktu melihat tindakan Zelda yang tidak disengaja ini, dia tidak membelaku yang menjadi bahan pembicaraan tanpa alasan, malah lebih dulu melindungi Zelda.Pantas saja sampai sekarang Zelda tidak menghubungiku untuk meminta maaf.Mungkin dia merasa ini masalah kecil, ditambah ada dukungan Ardi, dia tidak memasukkannya ke hati?Lalu, bagaimana denganku?Aku difoto dengan orang lain tanpa sepengetahuanku, lalu tanpa alasan yang jelas fotonya dibagikan ke dalam grup. Apa aku tidak seharusnya dimintai maaf?Kalau benar-benar mau dipermasalahkan, tidak kete

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 98

    Aku memanggil taksi menuju pusat rehabilitasi ayahku.Kalau dihitung-hitung, sudah lumayan lama aku tidak berkunjung. Melihat rambut putih dan juga wajah ayahku yang semakin menua, hatiku semakin terasa pahit.Kalau dia tahu pernikahan yang dulu dia dapatkan dengan memohon-mohon akhirnya jadi seperti ini, dia pasti akan merasa sangat bersalah.Ayah, mungkin kita semua salah, sesuatu yang dipaksakan tidak akan berakhir bahagia.Setelah memotong kuku dan rambut ayahku, hari sudah sore. Setelah merapikan selimut ayahku, aku baru keluar dengan hati berat.Waktu aku berbalik melihat ayahku di kasur, aku diam-diam memberi tahu diriku sendiri. Raisa, tidak boleh tumbang semudah ini.Karena sedang memikirkan sesuatu, aku tidak sadar kapan aku masuk lift. Sampai ketika aku mendengar ada yang memanggil namaku, aku mendongak dan melihat wajah Rian yang familier."Dokter Rian kenapa ada di sini?""Ternyata benar Dokter Raisa."Setelah mengobrol ringan, aku baru tahu kakek Rian juga dirawat di pusa

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 97

    Ardi tersedak di depan semua orang.Para pembantu segera bantu membereskan kuah yang tumpah, mertuaku sibuk mengambilkan tisu. Ardi yang terobsesi dengan kebersihan melihat lengan bajunya yang terkena sup segera pergi ke kamar mandi dengan ekspresi dingin.Mertuaku pun tidak melanjutkan pembicaraan ini lagi.Aku juga bukannya sengaja mau melempar kesalahannya ke Ardi, tapi bagaimanapun juga dia dan Zelda yang menikmati pemandangan sungai itu. Secara logika, kalau aku membantunya menutupi, orang biasanya pasti akan berterima kasih.Namun, Ardi tidak.Oleh karena itu, aku terpaksa memberi tahu dia kalau aku bisa membantunya sekali, tapi tidak mungkin terus menerus.Lima menit kemudian, Ardi yang sudah ganti pakaian kembali ke ruang makan. Dia melirikku lalu berkata, "Aku masih sibuk, kita pulang dulu."Dengan senang hati. Waktu aku diam-diam bergembira di dalam hati, melihat mata Ardi yang suram, aku pun merinding.Kelihatannya Dokter Ardi lagi-lagi marah.Aku duduk di kursi penumpang. B

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 96

    Dia sedang menyindirku.Namun, aku dan Ardi mana bisa disamakan?Begitu turun pesawat, ada mobil khusus untuk menjemputnya. Aku pegawai biasa, juga tidak boleh mengekspos statusku sebagai Nyonya Wijaya, aku terpaksa menunggu taksi seperti rekan-rekan lainnya, sudah pasti bakal lebih telat.Aku melawan dalam hati, tapi tidak mengatakan apa-apa.Mungkin karena tertiup angin di dek kapal semalam, saat ini kepalaku terasa berat.Saat makanan dihidangkan, mertuaku langsung mengambilkan sop untuk Ardi, lalu menanyakan kabarnya, benar-benar anak dan ibu yang sangat dekat. Sementara aku, seperti orang yang transparan.Awalnya aku hanya ingin makan tanpa mengatakan apa-apa, tapi tiba-tiba aku mencium bau durian yang familier.Rasa mual langsung menyerang, aku menutup mulutku dan mulai muntah-muntah.Melihatku begini, mertuaku tertegun sejenak lalu berkata dengan penuh perhatian, "Kenapa tiba-tiba mual? Kamu sakit? Mau panggil Dokter Randy ke sini?"Dokter Randy adalah dokter pribadi Keluarga Wi

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 95

    Sikap Zelda yang berbalik dengan sikap malu membuatku dan Steven tertegun.Dia melihatku dengan tatapan tidak berdaya lalu menjelaskan, "Dokter Zelda salah paham, aku dan Dokter Raisa hanya sedang membicarakan pekerjaan."Mendengar penjelasan itu, Zelda berbalik lalu melihat ke tangan Steven yang memegang pergelangan tanganku. Dia pun berkata, "Oh begitu?"Aku menarik tanganku lalu setelah berterima kasih, aku berkata dengan serius, "Aku akan mempertimbangkan saran Dokter Steven baik-baik."Zelda membelalakkan matanya lalu berkata penasaran, "Kak Raisa, saran apa? Apa aku dan Kak Ardi boleh tahu?"Dia orangnya ceria, juga yang paling kecil di antara kami semua. Kalau biasanya, aku tidak akan mempermasalahkannya. Namun sekarang, muncul kekesalan di hatiku."Anginnya terlalu kencang, aku masuk duluan."Steven segera mengikutiku. "Oke, aku juga."Sebelum masuk ke kapal, samar-samar aku mendengar Zelda berkata dengan rasa bersalah, "Apa aku menanyakan hal yang nggak seharusnya ditanyakan?"

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 94

    Dia benar-benar tidak sungkan."Kalau nggak, aku saja yang foto?" Melihat aku tidak bergerak, Steven pun menyela.Aku tidak ingin menyusahkan orang lain, aku segera mengambil ponsel Zelda lalu mengarahkan kamera ke mereka dan terus memencet tombol di tengah.Dalam beberapa detik, Zelda yang tadinya duduk sedikit berjarak dari Ardi perlahan-lahan mendekat, sampai bahu mereka bersentuhan.Senyumannya juga semakin lama semakin ceria.Setelah selesai, aku mengembalikan ponselnya, lalu mendengar Zelda berkata pada Ardi, "Foto-foto ini adalah kenangan berharga untukku, aku akan menyimpannya seumur hidup."Aku mencari alasan untuk berdiri, di pandanganku, aku melihat sudut bibir Ardi yang terangkat.Angin di dek kapal sangat kencang, waktu angin masuk ke leherku, hampir saja membuatku meneteskan air mata.Aku berdiri di depan pembatas sambil melihat langit yang jauh di depan, suasana hatiku sangat buruk.Apa gunanya bersinar di ruang rapat? Apa gunanya mendapat pujian dari petinggi? Pada akhi

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 93

    Teman baik? Belajar?Kata-kata ini jelas-jelas adalah kata-kata positif, tapi kenapa di mulut Zelda terdengar seperti memiliki makna lain?Zelda sepertinya sedang mengadu domba?Namun, kenapa? Kita tidak di departemen yang sama, dia juga tidak tahu hubunganku dengan Ardi. Masa hanya karena tadi aku menonjol di ruang rapat?Biasanya Zelda juga sangat sopan dan baik, sepertinya tidak mungkin?Tepat ketika aku masih kebingungan, aku kembali mendengar suara Zelda yang jernih. "Suka menolong dan ramah adalah karakter khusus Mogowa. Lihat saja Pak Roni, juga berteman baik dengan Profesor Hadi. Jadi aku juga harusnya belajar dari Kak Raisa, jangan bersempit hati. Jangan hanya karena kerja di rumah sakit yang berbeda, aku jadi menjauhi mereka. Benar, 'kan, Kak Ardi?"Ternyata ini yang dimaksud Zelda?"Tentu saja, menjaga nama baik Mogowa adalah tugas utama kita."Suara Zelda semakin menjauh. Mendengar nada bicaranya yang ceria, aku menebak kemungkinan besar Ardi sudah menghiburnya.Ardi selalu

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 92

    Bencana berubah jadi keberuntungan.Aku pun melihat Ardi yang tadi sengaja mempersulitku, dia tidak tertawa juga tidak kesal, tetap memasang ekspresi datar seperti biasa.Justru Zelda yang duduk di sampingnya malah menunduk, terlihat bosan.Setelah bubar, aku langsung lari ke toilet. Setelah mencuci muka dengan air dingin, aku akhirnya segar kembali.Saat ini, aku baru sadar punggungku basah oleh keringat.Aku terpaksa masuk ke dalam toilet untuk mengeringkannya.Teringat dengan sikap Ardi di ruang rapat tadi, aku pun merasa kesal.Dia dari kemarin sibuk menjaga nama baik Mogowa, tapi tadi dia sama sekali tidak khawatir aku tidak bisa menjawab pertanyaannya, malah mempermalukan Mogowa di depan begitu banyak orang.Atau sebenarnya dari dalam hatinya dia yakin aku sengaja menyenggol air mineral dari Zelda, jadi dia sengaja memberiku hukuman?Ardi benar-benar sebegitu tidak bisa membedakan pekerjaan dan urusan pribadi lagi demi Zelda?Hatiku pun terasa seperti disayat-sayat, lalu ditabur

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status