Share

Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu
Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu
Author: Teeyas

Bab 1 #Ketika Suamiku Dipinjam.

Author: Teeyas
last update Last Updated: 2023-10-22 19:09:47

Bab 1

"Dek, pinjem sebentar suamimu, ya." Suara mbak Nung lewat ponsel.

Aku berusaha menelan salivaku. Sejenak aku diam untuk menetralisir emosi yang bergejolak dihati. Pelan-pelan kuambil nafas panjang, lalu kubuang dengan kasar.

"Dek." Suaranya lagi.

Aku menggaruk kepala yang tidak gatal, sambil membayangkan kondisi Mbak Nung yang sedang hamil tua, sebenarnya kasihan melihat perutnya yang sudah berat dibawa kemana-mana.

"Hallo, Dek." Suara manis istri almarhum Mas Fadli kakak iparku.

"Ya, Mbak Nung." Suaraku kubuat ceria, supaya enak didengar wanita cantik yang sedang menunggu kelahiran anak ke duanya itu.

"Mas Irfan suruh jemput aku di terminal, ya. Aku sudah tiba sepuluh menit yang lalu," kata Mbak Nung dengan lancar dan jelas.

Dia sama sekali tidak mengerti bagaimana perasanku sebagai istrinya Mas Irfan yang selalu dimintai tolong ini dan itu. Juga tidak pernah peduli suamiku sedang sibuk atau santai, pokoknya langsung hajar kalau minta tolong.

"Ya, Mbak Nung," jawabku, walaupun hatiku dongkol. Beruntung tidak berhadapan, sehingga tidak bisa melihat wajahku yang kacau.

Setelah mengucapkan salam, kukembalikan ponselku di atas nakas. Dengan mulut mengerucut kutemui Mas Irfan yang sedang menyelesaikan pekerjaannya sebagai montir mobil, di bengkel miliknya sendiri.

"Kenapa, Yang?" tanyanya tanpa melihat wajahku yang kutekuk-tekuk.

"Mbak Nung!" rengekku, sambil memainkan ujung baju.

Mas Irfan melirikku sebentar, bibirnya mengulum senyum. Laki-laki hitam manis itu selalu menyeringai kalau aku ngambek gara-gara Mbak Nung.

Suamiku itu orang yang penurut, sabar, baik hati dan ringan tangan, sehingga sering dimanfaatkan oleh siapapun.

Lebih-lebih Mbak Nung, Aku sebagai istrinya kadang ingin marah, tapi tidak bisa. Karena ibu mertuaku yang mengendalikan semuanya.

Gegas alat bengkel yang di pegang diletakkan ke tempat semula. Lalu mencuci tangan dan kaki dengan sabun sampai bersih.

"Bukannya tadi waktu aku minta tolong untuk mengantar ke pasar, katanya sibuk. Giliran mbak Nung yang minta tolong kenapa langsung sat set, sat set." Gerundelku dalam hati.

"Kenapa mbak Nung, Yang?" ulangnya. Tangannya yang sudah bersih di keringkan dengan kain, lalu meraih bahuku mengajak masuk ke dalam rumah.

"Ada apa dengan Mbak Nung?" ulangnya lagi, karena aku tidak segera menjawab pertanyaannya tadi.

"Disuruh jemput Mbak Nung di tempat biasa," kataku kesal.

Mas Irfan melihat jam yang menggantung di dinding, lalu mengangguk. Dia sudah tahu apa yang harus dikerjakan di saat ini. Tadi siang sudah menjemput sekolah Fara, sekarang jemput mamanya.

Diambilnya jaket, helem, masker, lalu dipakai. Aku hanya memperhatikan dari belakang dengan hati dongkol. Sebenarnya aku tidak tega melihatnya.

Sejak Mas Fadli -- suami Mbak Nung meninggal, Mas Irfan lah yang repot, mengantar dan menjemput kerja, memgurusi sekolah Fara, menemani periksa kandungan. Belum yang urusan kecil, rapat di sekolahan dan masih banyak lagi.

Usia kandungan Mbak Nung memasuki sembilan bulan, sudah mendekati hpl nya. Dokter melarang bekerja berat, termasuk naik kendaraan, sehingga kemana-mana harus diantar.

Nah, ini dia yang bikin aku sakit hati.

Tugas mas irfan adalah sebagai suami siaga bagi Mbak Nung. Kadang aku cemburu, apalagi perkawinanku selama tiga tahun belum diberi momongan, hatiku bertambah perih.

Sebelum mengeluarkan motor, laki-laki tinggi, kurus, hitam manis itu mencium keningku, lalu mengacak rambutku dengan lembut.

"Mas keluar sebentar, ya," pamitnya.

"Ya!" kucium punggung tangannya. Walaupun kesal, aku tetap melakukan kebiasaanku sebagai istri.

Sejak Mas Fadli meninggal, seakan Mbak Nung merampas perhatian Mas Irfan dari sisiku.

Netraku mengembun saat memandangi punggung suamiku dari belakang, yang rela mengendarai motor berpanas-panasaan demi Mbak Nung. Kutatap sampai bayangannya menghilang.

Mas Irfan orangnya baik sekali, aku bangga mempunyai suami seperti dia. Seandainya aku yang hamil, pasti mas Irfan lebih siaga. Namun, ketika kuraba perutku masih datar, aku pasrah. Kuambil nafas sepenuh dada lalu kubuang dengan kasar.

Astaghfirullah aladzin.

Aku gegas lari ke dapur, baru ingat kalau sedang menggoreng tempe. Kudenguskan hidungku, sepertinya ada bau agak gosong.

Ya ampun, benar juga, tempe yang hanya empat potong itu warnanya sudah menghitam. Duh, lauk untuk makan siang hangus.

"Gara-gara Mbak Nung, sih," gerutuku.

Kucari simpanan telor di kulkas, ternyata habis.

Ya udah, nanti kalau Mas Irfan pulang, pinjam motor sebentar untuk beli lauk di depan pasar modern, di situ ada warung makan, yang terkenal murah dan enak rasanya.

Coba kalau tadi ditungguin, tidak akan gosong.

Hufgh! Semua gara-gara Mbak Nung, masih gerutuku.

*

Lima bulan yang lalu, Mbak Nung kehilangan suaminya karena sakit jantung. Membuat kita semua terkejut dan sangat berduka. Terlebih Ibu mertuaku, sepertinya belum siap ditinggal anak tercinta.

Kondisi Mbak Nung yang sedang hamil tua, dan juga anak pertama yang masih balita, membuat kita sedih. Namun, bagaimana lagi? Semua sudah menjadi takdirnya.

Kehidupan harus tetap berjalan. Terlebih Mbak Nung, dia harus segera bangkit dan kuat karena ada Fara dan anak yang dikandung, mereka masih butuh perhatian, dan kasih sayang.

Sepeninggal Mas Fadli, Mbak Nung disuruh pulang ke rumah yang ada di sleman oleh Ibu mertuaku. Supaya Ibu bisa membantu mengasuh Fara dan mengawasi kandungan Mbak Nung.

Rumah yang ada di Pugeran Yogja, sengaja ditinggal karena Mbak Nung belum bisa melupakan kenangan yang indah bersama almarhum.

Terdengar suara motor masuk halaman, walaupun aku tahu itu motor milik Mas Irfan, tetap saja aku menjulurkan kepala, ingin melihat janda cantik itu ketika diboncengin Mas Irfan.

Aku mencebik dari balik cendela depan.

Kudengar langkah Mas Irfan masuk ke dapur, aku memang menunggu kedatangannya. Akan meminjam motor untuk beli lauk, sekalian ambil uang di ATM di dekat minimarket.

"Pinjam motor sebentar ya, Mas," pintaku.

"Kunci ada di depan, mau kemana?" dia balik bertanya.

"Ke pasar, beli lauk," jawabku.

""Perlu diantar?" tanyanya.

Hufh! Paling hanya basa basi saja, bukannya tadi pagi dia tidak bisa mengantar katanya masih repot, batinku.

"Gak usah! Aku bisa pergi sendiri," jawabku, seakan menirukan jawaban dia. Kalau aku minta diantar ke pasar, dia menjawab, "Sayang 'kan bisa pergi sendiri." Selalu begitu jawabnya.

Mas Irfan hanya mengulum senyum.

"Sepertinya bau gosong," katanya sambil mendengus.

"Iyaa, aku gosongin tempenya. Ni,mau beli lauk di pasar!" seruku.

"Ini ada ayam pop kusakaanmu, dari Mbak Nung," kata Mas Irfan sambil mengulurkan tas kresek warna putih yang ditenteng.

Netraku terbelalak, aku tidak bisa diam kalau yang ini. Kuraih tas, ayam pop itu segera kutaruh di mangkok.

"Alhamdulillah sepertinya ayamnya enak, nih."

"Sekalian ambilkan nasi, Yang. Aku lapar," titah Mas Irfan, tangannya mengelus perut pertanda sudah keroncongan.

Tanpa jawaban, kuambil secentong nasi ke piringnya, kemudian ke piringku. Tiba-tiba perutku juga lapar. Entah kenapa, sekali mendengar ayam pop, isi perutku langsung berontak minta makan.

Siang ini aku tidak perlu repot kepasar untuk mencari lauk. Aku bersyukur karena ada ayam pop, pemberian Mbak Nung.

Rumah yang kami tempati warisan dari keluarga Mas Irfan. Ada tiga bangunan yang berderet. Yang sebelah kanan sendiri milik almarhum Mas Fadli. Sementara dipakai untuk gudang, karena mereka sudah punya rumah di Pugeran Yogja.

Bangunan tengah di tinggali Ibu mertua dengan mbok Rah asisten yang menemaninya. Bangunan rumah Ibu yang depan ada toko kelontong, dibantu satu pegawai laki-laki, namanya Kang Nono.

Aku juga ikut membantu di toko milik Ibu mertua, untuk mengisi kekosongan, sambil menunggu panggilan kerja di kantor.

Bangunan sebelah kiri jatah Mas Irfan yang ditempati bersamaku. Yang depan ada bengkel mobil milik almarhum Ayah mertua, kemudian diterus

kan Mas Irfam.

Kerika aku asyik menikmati ayam pop. Bersamaan dengan itu...

Bersambung.

.

.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
amymende
bacanya bikin bego, taunya ngomong dalam hati, sama dinding sekalian.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 96 #Memilih Hidup Sendiri

    Bab 96 Tamat.Di dalam perjalanan menuju kantor, pikiranku mengingat kejadian kemaren, dimana aku dituduh selingkuh setelah Mas Irfan mendapat kiriman foto dari temannya.Foto-foto itu diambil dari status Andre, kemudian dikirim ke Mas Irfan, kemaren kudengar seperti itu, ketika ibunya bertanya.Aku membuang nafas kasar.Emang ada yang salah kalau kita foto-foto? Sesaat keningku berkerut, lalu menyalahkan Andre kenapa juga dia pasang status seperti itu.Aku tidak tahu kenapa Mas irfan tidak cerdas, hanya selembar foto akan dijadikan barang bukti perselingkuhan? Dimana selingkuhnya? Aku mengambil gawai lalu kulihat foto yang dikirim Mas Irfan. Kuamati satu-satu, sampai ku zoom. Di dalam foto posisiku duduk dipinggir, Diana di tengah, sedangkan Andre duduk disebelahnya Diana.Aku tersenyum tipis.Kamu lucu dan aneh, Mas. Dengan mencari-cari alasan yang tidak masuk akal kamu akan segera menceraikanku. Jangan khawatir Mas, sebelum kau cerai aku akan pergi dari kehidupanmu dan ibu, itu ka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Difitnah Suami dan Mertua

    Bab 95 Tetap kutahan emosiku, harus sabar dan berlapang dada supaya bisa mendengar ocehan mereka selanjutnya.Tadi malam aku berdoa setelah salat istikaroh, andai aku masih diizinkan bersama Mas Irfan tunjukkan kebaikannya, sebaliknya kalau ada kejelekan dia, aku pasrah kalau harus berpisah.Kupingku kembali kupasang dengan seksama."Beruntung istrimu selingkuh ini kesempatan yang baik untuk segera kau ceraikan!" kata ibu mertua.Deg! Dadaku bergemuruh, ujung mataku langsung menghangat, tega sekali ibu mertua menuduhku seperti itu."Iya, Bu. Aku akan segera mendaftarkan perceraian di Pengadilan." Suara laki-laki halalku.Lututku tiba-tiba lemas, seakan tulang-tulangku lepas dari dagingnya. Dadaku bergemuruh lebih kencang."Bagus! Sehingga istrimu satu, menantu ibu hanya Nungky." Nada suaranya culas.Air mataku langsung mengalir deras dituduh seperti itu oleh ibu mertua, isakan tangisku kutahan."Tega sekali kalian menuduh seperti itu!" isakku dalam hati."Sebelum kau cerai, ibu ping

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Di Rumah Bersama Zaqi

    Bab 95Diana datang membawa cangkir isi kopi pahitpesanan Andre. Wanita inspirasiku itu merapatkan kening melihatku kemudian berganti melihat Andre."Kalian ngomongin apa kok serius banget," goda Diana sambil menyodorkan cangkir.Andre tertawa lepas, suasananya akrab membuatku kangen pada waktu kuliah dulu, walaupun masa laluku bersama Andre sudah kubuang jauh."Awas ya, jangan bikin bidadari mewek lagi." ketus Diana, dia biang keladinya yang membuat suasana selalu hidup."Apaan sih," Aku cemberut."Selama dua tahun ke depan aku bakal kangen kalian." Suara Andre lirih sambil menunduk, nampak sedih.Aku dan Diana saling menatap, ikut merasakan kesedihan Andre."Kita makan siang diluar, yuk," ajak Andre setelah sedetik hening."Maaf aku harus kembali ke kantor." Aku sengaja menolak, tidak enak setiap hari pergi bertiga.Ada tatapan kecewa dari Andre, Aku tidak mungkin pergi menuruti kemauannya. Diana langsung menangkap keberatanku."Tenang, kita makan disini saja, aku sudah suruhan ora

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 93 # Bertemu Mantan

    Bab 93 Aku sudah berada di dalam mobil bersama Pak Wiryo, dalam perjalanan kami hanya ngobrol basa-basi. Kutatap bayi gembulku yang ada di gendongan, wajah tanpa dosa itu sedang terlelap. Hatiku trenyuh, bagaimana tidak? Tidak lama lagi aku akan memisahkan dia dari Ayahnya.Apakah aku egois? Hanya mementingkan perasaanku sendiri tetapi tidak memikirkan hati anakku yang nantinya akan terluka? Dia akan menjadi korban perpisahan kami, betapa sedihnya kau, Nak.Namun, tidak mungkin juga aku menerima permintaan Mas Irfan untuk dimadu. Harus berbagi suami, berbagi kasih sayang dan perhatian.Apa Mas Irfan bisa adil? Selama Ibu mertua masih ikut campur, dipastikan hatiku akan semakin hancur. Sekarang saja sudah terlihat, betapa tidak adilnya ibu mertua. Terlebih Mbak Nung menantu kesayangan ibu dan aku menantu yang tidak dikehendaki. Demikian dengan cucu, Ibu lebih sayang kepada Fara dan Ilham dibanding Zaqi. "Apa salah anakku sehingga ikut kau benci? Itu juga cucumu, Bu." Aku menggerun

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 92. #Hatiku Sakit Sekali

    Bab 92"Siapa kamu!" Suara yang sangat kuhafal.Langkah kaki itu semakin dekat, lalu menghidupkan lampu. Ruangan jadi terang benderang, aku tidak sempat lari menyelamatkan diri."Kamu!" bentaknya, matanya membulat sempurna.Aku menunduk, entah bagaimana ekpresi wajahku. Ibu mertua mendatangiku sambil membawa sapu."Kukira maling, ngapain, kamu!" Wanita itu membentakku, aku masih shock belum sempat menjawab.Dari arah kamar Mbak Nung, keluarlah dua sosok manusia yang hanya memakai baju seadanya.Aku menatap mata pemilik nama Irfan sebagai biang keladinya. Nafasku memburu, rasanya ingin kuterkam dan kutelan laki-laki itu. Aku benci melihat laki-laki yang menyakiti hatiku."Heh, ngapain kamu disitu!" Teriak Ibu mertua ketika aku tidak kunjung menjawab. Sedetik otakku berputar mencari alasan yang tepat, jangan sampai aku kena mental malu."Mencari Mas Irfan, Bu. Badan Zaqi panas minta tolong diantar ke dokter," jawabku akhirnya walaupun berbohong.Aku segera Istighfar, harus mengorbanka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 91 # Ketahuan

    "Lalu apa!""Kereta Zaqi terguling, Bu." Aku menekan suara menahan marah.Sontak ibu mertua terkejut, tapi mimiknya berubah menjadi culas, bibirnya mencebik."Nangisnya karena terkejut, bukan karena anakmu luka! Fara dan Ilham masih kecil, jangan kau salahkan!" tukasnya membela diri, tidak mau disalahkan."Maaf, Bu. Saya tidak menyalahkan." Aku membela diri."Sana, bawa pulang anakmu! Di sini bikin ribut saja! Seharusnya dipegangi, jangan dilepaskan!" Omelnya.Tanpa pamit, Zaqi kubawa pulang. Tanpa kuindahkan juga laki-laki yang disebut suami, aku muak semuanya.Langkahku buru-buru, aku sudah tidak kuat menahan air mataku yang mulai bergulir. Sampai kamar tangisku pecah."Kenapa ibu juga memusuhi Zaqi? Kalau tidak suka denganku, aku ihklas, Bu. Jangan kau musuhi anakku juga, kasihan Zaqi, itu juga cucu ibu seperti halnya Fara dan Ilham, Ibu tidak adil." Aku menggerundel dalam hati.Kutenangkan anakku dengan cara memberi ASI, aku duduk di sofa sambil menahan nafasku yang memburu. Aku se

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 90. # Status Mereka Sudah Sah

    Bab 90 Menjelang tidur, aku iseng membuka ponselku, kutekan atas nama Mas Irfan. Benar juga, pesan darinya berderet-deret, misscall, videocall.Aku tersenyum sinis. Pasti dia kelabakan merasa bersalah telah menunjukkan kemesraannya di hadapanku lewat video call bersama keluarga cemara di kamar hotel.Tentu saja aku marah, istri mana yang tidak cemburu melihat wanita lain ikut memeluk suamiku, walau terhalang tubuh kedua anaknya.Wajar ponsel langsung kumatikan. Perasaanmu dimana, Mas? Aku masih istri sahmu, istri yang selalu menyelipkan namamu saat berdoa kepada Nya."Tega sekali kamu!" rutukku.Sejak dulu ibu memang tidak suka kepadaku, berusaha memisahkan kita, dan menyuruhmu menikahi menantu kesayangannya itu. "Tidak heran kalau nanti kita harus berpisah, itu yang dikehendaki ibumu,'kan?" Aku berbicara sendiri, berandai-andai. Akhirnya aku tertidur ditengah hatiku yang sedang galau, gundah gulana, capai, letih dan lelah. Tetapi aku berjanji tidak akan menangis lagi, walaupun uj

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 89. #Tidak Disangka Bertemu Andre

    bab 89"Andre!" Aku dan Diana teriak hampir bersamaan.Kami saling menatap, aku sungguh kaget, kenapa harus bertemu dengan Andre di tempat ini. Kok Andre bisa tahu aku ada disini, eh jangan gede rasa dulu."Ini sesuatu kebetulan atau gimana?" Laki-laki yang pernah mengisi hatiku mengangÄ·at tangan dan mengendikkan bahu, menunjukkan kalau dia sendiri juga bingung."Ini boss saya, Bu," ucap dua laki-laki muda itu memperkenalkan Andre.Andre mengulurkan tangan menyalami satu persatu, setelah itu dia berbincang dengan dua stafnya. Aku menatap lekat Diana dengan penuh curiga, jangan-jangan dia biang keroknya."Kamu mbocorin, ya," bisikku."Enggaklah, mana aku tahu jasa ekterior ini miliknya." Diana mengangkat kedua bahunya."Ternyata dunia ini sempit," gumamku."Ini perusahaanmu, Ndre?" tanya Diana, setelah Andre selesai menemui dua anak buahnya, lalu mendatangi kami."Ini bagian dari anak perusahaan, ngomong-ngomong ini rumah siapa?" Andre memandangku lalu menatap Diana bergantian.Diana

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 88. # Mengunjungi Rumah Baru

    Bab 88Bu Erna berjanji, besok akan mengirim tukang cat yang akan segera meng-eksekusi Rumah Melati. Semua kuserahkan kepada Diana yang menjadi mandornya, beruntung dia bersedia.Aku juga sempat browsing jasa membuat eksterior di internet, Alhamdulillah langsung dapat. Katanya besok akan dilihat lokasinya, lalu segera ku sharelok sekalian."Pulangnya aku antar, ya, Del," Diana menawarkan diri, ketika aku sibuk memesan taksi online."Enggaklah, Di. Aku sudah banyak merepotkan kamu, lagian besok kamu masih punya tugas menjadi mandor. Aku tidak tega kalau terus merepoti.""Halah, aku kan sudah pengalaman ngurusi kaya gini. Ok, kamu hati-hati, ya." katanya."Terima kasih, Di. Sampai besok, ya."Sebelumnya Bu Erna memperkenalkanku kepada Satpam Perumahan yang bernama Pak Didik, karena pemilik rumah sudah berubah dengan namaku.Taksi yang kupesan sudah datang, kunci segera kuserahkan kepada Diana. Besok dia yang harus membukakan pintu untuk tukang cat yang dikirim Bu Erna.***Sampai rumah

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status