Share

Bab 4 #Menginap di Kaliurang

Author: Teeyas
last update Last Updated: 2023-10-22 19:10:24

Bab 4

Menjelang mahgrib, kudengar mobil masuk halaman rumah. Aku gegas ke depan, mengintip dari balik cendela. Walaupun hati panas dingin, aku tetap ingin melihat mereka.

Mas Irfan menggendong Fara yang sedang tidur pulas, Mbak Nung mengikuti dari belakang, tangannya membawa tas kresek warna putih. Kemudian disusul ibu mertua, mereka seperti keluarga yang bahagia, membuatku kian nelangsa.

Sungguh, aku sangat cemburu. Aku seperti tidak ada artinya dihadapan mereka, merasa tersisihkan.

Mertua yang julid, dan suka mencela. Suami yang selalu dipinjam tanpa memikirkan perasaan istrinya.

Aku membuang nafas kasar. Aku sadar kalau aku mempunyai kekurangan, sebagai wanita aku belum sempurna. Kuelus perut yang masih rata, aku juga ingin seperti mbak Nung, mempunyai buah hati.

Memang aku bisa apa? Semua ini karena kehendak Nya. Kami belum diizinkan, elum dipercaya mempunyai momongan. Dokter kandungan bilang, aku dan Mas Irfan sehat, tidak ada masalah. Itu yang membuat kami tenang.

Rupanya ibu mertuaku tidak paham, selalu saja membandingkan antara aku dan mbak Nung. Apalagi anaknya sudah hampir dua, aku semakin tersudut.

Anehnya Mas Irfan tidak pernah membela kalau ibunya menyindirku.

Ibu mertuaku aneh, ya? Kok bisa begitu? Apa karena Mbak Nung lebih cantik? Seorang ASN? Sudah memberikan cucu pula.

Namun, apa aku juga salah? Batinku berkecamuk di dalam hatiku.

"Yang, lagi ngapain?" Suara Mas Irfan mengagetkanku, karena aku masih mematung dibalik korden cendela, ruang tamu.

"Barusan nglihat keluarga cemara pulang dari jalan-jalan," ledekku kesal.

Laki-laki hitam manis itu membulatkan netranya. Entah mengerti atau tidak sindiranku ini, yang pasti aku sudah lega mengucapkannya.

"Maksudnya apa sih, Yang? Gak ngerti aku," balas Mas Irfan dengan wajah lugu.

Perubahan ekpresinya seperti itu, dengan wajah polos, dan sok tidak tahu. Apa hanya dibuat-buat untuk mengurangi resiko pertengkaran kami, atau biar aku iba melihatnya. Tetapi menurutku kesannya mengesalkan sekali.

"Aku barusan lihat ada keluarga cemara yang nampak bahagia, pulang dari ...entah dari mana," ulasku sambil mengangkat dua bola mataku, sepertinya harus dijelaskan secara rinci kalau masih belum paham.

"Oh, maksudnya aku sama mbak Nung?" Masih dengan wajah yang sok imut.

Bibirku mulai mengerucut. "Iyaaaaa ..."

"Loh? tadi sudah pamit kan? Ibu juga bilang, Mbak Nung juga sudah minta izin. Apa Sayang, lupa?" belanya dengan wajah masih kalem.

"Iyaaa, tapi lama banget perginya!" cetusku semakin kesal.

"Sudah dibilangin to, Yang. Kalau kami sekalian mampir rumah Mbak Nung yang di Pugeran," terangnya.

"Itu aku juga tahu, Maaaas." Netraku sudah mulai terbelalak.

"Lalu? Apa yang membuat Sayang marah?" Masih dengan wajah yang sok imut.

"Yang membuat kesal, tadi yang punya mobil datang. Dia marah-marah!" sahutku.

"Astaghfirullah aladzin. Iya, aku lupa kasih tahu Sayang, kalau kunci mobilnya ada di laci kamar. Sudah selesai kok, tinggal ambil. Coba aku cek lagi," kata Mas Irfan sambil buru-buru menuju bengkel.

Aku mengikuti dari belakang dengan perasaan cemas.

"Belum selesai servisnya?" cercaku.

"Alhamdulillah sudah kelar, cuma lupa kasih tahu Sayang, kalau hari ini mobilnya mau diambil."

"Orangnya marah-marah," gerundelku.

"Kenapa Sayang tidak meneleponku?" Nadanya sedikit tinggi.

Bibirku langsung mengerucut. Apa perlu diceritakan bagaimana sakit hatiku disemprot oleh ibunya, kata-katanya pedas lagi. Sepertinya malas aku menceritakannya, dikira aku menantu yang suka mengadu.

"Tinggal telepon, apa sih susahnya?" Cecarnya dengan nada masih tinggi, sambil tangannya memegang senter memeriksa satu persatu mesin mobil.

Aku malas berdebat, lebih baik diam. Melihat Mas Irfan panik membuat emosinya meradang kalau kutambahi kata-kata yang pedas.

"Alhamdulillah," ucapnya lirih, tetapi sempat kudengar. Aku ikut lega, berarti tidak ada masalah.

"Sudah beres?" tanyaku untuk meyakinkan. Aku takut kalau bapak itu datang, ternyata belum jadi mobilnya.

Tidak bisa membayangkan betapa marahnya dia, kalau mobilnya belum siap.

Mas Irfan mengangguk. "Alhamdulillah."

"Sudah selesai, sudah beres. Hanya memastikan saja," ujarnya.

Aku ikut senang, karena mobilnya akan dipakai ke luar kota setelah mahgrib. Benar juga, bapak itu datang kembali tepat waktu, mobil sudah siap dan tidak ada masalah.

***

"Ya udah, untuk permintaan maaf, kita besok nginap di Kaliurang." Mas Irfan memelukku dari belakang ketika aku sedang mencuci piring.

Aku seperti tersiram air dingin di padang gersang ketika mendengar ajakan Mas Irfan. Menginap di Kaliurang itu bagiku sesuatu banget, Mas Irfan tahu kesenanganku. Aku lebih suka suasana gunung dari pada pantai, kulitku tidak kuat kalau harus berjemur di sana.

"Serius, Mas?" Aku membalikkan badan. Laki-laki pekerja keras itu menatapku lekat.

"Iya, kita menginao di sana," jelasnya lagi.

Kedua netraku langsung membulat sempurna. Sudah lama aku merindukan seperti yang sering kita lakukan dulu.

"Mbak Nung gimana?" Aku memastikan, siapa tahu dia minta diantar kemana gitu.

"Hari minggu Mbak Nung libur, Sayang?"

"Oh, iya."

"Quality time, Yang. Waktunya untuk kita, supaya kita segera punya dedek." Mas Irfan mengedipkan sebelah mata.

Aku tertawa geli, maunya romantis, tapi ekspresi wajahnya lucu. Benar juga, kita harus mempunyai kesempatan untuk dinikmati berdua, tidak direcoki urusan orang lain.

Jatah liburku seminggu satu kali, tetapi tidak boleh diambil hari minggu, karena hari itu warung ramai sekali. Kali ini ibu mertuaku mengizinkan dengan catatan bermacam-macam.

"Gak apalah, Bu. Mumpung Mbak Nung libur, aku gak antar jemput ke terminal," bela Mas Irfan ketika ibu agak keberatab aku izin libur hari minggu.

"Yo wis terserah, sak karepmu!" jawabnya sewot.

Aku sedikit tidak enak hati. Namun, aku juga ingin menikmati kebahagiaan bersama suami tercinta.

"Gimana, Mas?" tanyaku setelah sampai di kamar, aku ingin memastikab apakah Mas Irfan goyah setelah mendengar nada keberatan dari orang yang melahirkan itu.

"Jadi dong, ibu gak pa-pa kok, biasa kalau nada bicaranya ibu seperti itu. Di warung masih ada Mbok Rah sama Kang Nono. Gak usah dihiraukan, kita cuma menginap semalam."

Aku setuju dengan pendapatnya. Baru kali ini hatiku terharu bercampur bahagia, karena orang yang kucintai mengajak jalan-jalan.

***

Vespa butut yang sudah dimodifikasi menjadi bagus, membawa kami meneyelusuri wisata Kaliurang. Begitu enaknya kalau punya bengkel, apalagi Mas Irfan pintar mengubah motor kuno menjadi yang artistik.

Itu memang kelebihannya. Bengkel keluarga yang diwariskan ke Mas Irfan itu, katanya peninggalan almarhum bapaknya.

Katanya bengkel yang dulu sangat ramai, terkenal rapi dan murah. Namun, sejak almarhum meninggal dunia, sempat mati suri. Almarhum Mas Fadli tidak mau meneruskan, setelah lulus kuliah, dia diterima menjadi ASN. Maka Mas Irfan lah yang meneruskan usaha bengkel, kebetulan dia suka dunia otomotif.

Jarak dari rumah ke Kaliurang hanya beberapa kilo meter, cukup ditempuh kurang lebih satu setengah jam. Penginepan yang kami pilih, langganan kami ketika menjadi pengantin baru.

Dari kamar, aku bisa melihat langsung pemandangan yang indah menghadap gunung Merapi. Mas Irfan sengaja memilih kamar yang sama, karena dia tahu aku paling suka melihat gunung Merapu yang masih aktif itu.

Kuselonjorkan kakaiku, tidak lama kemudian Mas Irfan membawa nampan isi kue pesenanku. Makanan cemilan yang tadi kubeli di pasar kutarih meja, suasana Kaliurang sangat dingin pasti nanti banyak ngemil.

Malam yang indah nanti akan kita lewati bersama, tanpa ada yang mengganggu. Setelah salat ashar gawai Mas Irfan disilent dan disimpan di laci. Dia tidak mau ada yang mengganggu.

Aku lupa tidak mengatur nada silent seperti punya Mas Irfan, sehingga suaranya berisik ketika ada nada telepon masuk. Gegas kuambil dari dalam tas.

Kulihat dilayar, kedua netraku langsung membulat ...

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 96 #Memilih Hidup Sendiri

    Bab 96 Tamat.Di dalam perjalanan menuju kantor, pikiranku mengingat kejadian kemaren, dimana aku dituduh selingkuh setelah Mas Irfan mendapat kiriman foto dari temannya.Foto-foto itu diambil dari status Andre, kemudian dikirim ke Mas Irfan, kemaren kudengar seperti itu, ketika ibunya bertanya.Aku membuang nafas kasar.Emang ada yang salah kalau kita foto-foto? Sesaat keningku berkerut, lalu menyalahkan Andre kenapa juga dia pasang status seperti itu.Aku tidak tahu kenapa Mas irfan tidak cerdas, hanya selembar foto akan dijadikan barang bukti perselingkuhan? Dimana selingkuhnya? Aku mengambil gawai lalu kulihat foto yang dikirim Mas Irfan. Kuamati satu-satu, sampai ku zoom. Di dalam foto posisiku duduk dipinggir, Diana di tengah, sedangkan Andre duduk disebelahnya Diana.Aku tersenyum tipis.Kamu lucu dan aneh, Mas. Dengan mencari-cari alasan yang tidak masuk akal kamu akan segera menceraikanku. Jangan khawatir Mas, sebelum kau cerai aku akan pergi dari kehidupanmu dan ibu, itu ka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Difitnah Suami dan Mertua

    Bab 95 Tetap kutahan emosiku, harus sabar dan berlapang dada supaya bisa mendengar ocehan mereka selanjutnya.Tadi malam aku berdoa setelah salat istikaroh, andai aku masih diizinkan bersama Mas Irfan tunjukkan kebaikannya, sebaliknya kalau ada kejelekan dia, aku pasrah kalau harus berpisah.Kupingku kembali kupasang dengan seksama."Beruntung istrimu selingkuh ini kesempatan yang baik untuk segera kau ceraikan!" kata ibu mertua.Deg! Dadaku bergemuruh, ujung mataku langsung menghangat, tega sekali ibu mertua menuduhku seperti itu."Iya, Bu. Aku akan segera mendaftarkan perceraian di Pengadilan." Suara laki-laki halalku.Lututku tiba-tiba lemas, seakan tulang-tulangku lepas dari dagingnya. Dadaku bergemuruh lebih kencang."Bagus! Sehingga istrimu satu, menantu ibu hanya Nungky." Nada suaranya culas.Air mataku langsung mengalir deras dituduh seperti itu oleh ibu mertua, isakan tangisku kutahan."Tega sekali kalian menuduh seperti itu!" isakku dalam hati."Sebelum kau cerai, ibu ping

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Di Rumah Bersama Zaqi

    Bab 95Diana datang membawa cangkir isi kopi pahitpesanan Andre. Wanita inspirasiku itu merapatkan kening melihatku kemudian berganti melihat Andre."Kalian ngomongin apa kok serius banget," goda Diana sambil menyodorkan cangkir.Andre tertawa lepas, suasananya akrab membuatku kangen pada waktu kuliah dulu, walaupun masa laluku bersama Andre sudah kubuang jauh."Awas ya, jangan bikin bidadari mewek lagi." ketus Diana, dia biang keladinya yang membuat suasana selalu hidup."Apaan sih," Aku cemberut."Selama dua tahun ke depan aku bakal kangen kalian." Suara Andre lirih sambil menunduk, nampak sedih.Aku dan Diana saling menatap, ikut merasakan kesedihan Andre."Kita makan siang diluar, yuk," ajak Andre setelah sedetik hening."Maaf aku harus kembali ke kantor." Aku sengaja menolak, tidak enak setiap hari pergi bertiga.Ada tatapan kecewa dari Andre, Aku tidak mungkin pergi menuruti kemauannya. Diana langsung menangkap keberatanku."Tenang, kita makan disini saja, aku sudah suruhan ora

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 93 # Bertemu Mantan

    Bab 93 Aku sudah berada di dalam mobil bersama Pak Wiryo, dalam perjalanan kami hanya ngobrol basa-basi. Kutatap bayi gembulku yang ada di gendongan, wajah tanpa dosa itu sedang terlelap. Hatiku trenyuh, bagaimana tidak? Tidak lama lagi aku akan memisahkan dia dari Ayahnya.Apakah aku egois? Hanya mementingkan perasaanku sendiri tetapi tidak memikirkan hati anakku yang nantinya akan terluka? Dia akan menjadi korban perpisahan kami, betapa sedihnya kau, Nak.Namun, tidak mungkin juga aku menerima permintaan Mas Irfan untuk dimadu. Harus berbagi suami, berbagi kasih sayang dan perhatian.Apa Mas Irfan bisa adil? Selama Ibu mertua masih ikut campur, dipastikan hatiku akan semakin hancur. Sekarang saja sudah terlihat, betapa tidak adilnya ibu mertua. Terlebih Mbak Nung menantu kesayangan ibu dan aku menantu yang tidak dikehendaki. Demikian dengan cucu, Ibu lebih sayang kepada Fara dan Ilham dibanding Zaqi. "Apa salah anakku sehingga ikut kau benci? Itu juga cucumu, Bu." Aku menggerun

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 92. #Hatiku Sakit Sekali

    Bab 92"Siapa kamu!" Suara yang sangat kuhafal.Langkah kaki itu semakin dekat, lalu menghidupkan lampu. Ruangan jadi terang benderang, aku tidak sempat lari menyelamatkan diri."Kamu!" bentaknya, matanya membulat sempurna.Aku menunduk, entah bagaimana ekpresi wajahku. Ibu mertua mendatangiku sambil membawa sapu."Kukira maling, ngapain, kamu!" Wanita itu membentakku, aku masih shock belum sempat menjawab.Dari arah kamar Mbak Nung, keluarlah dua sosok manusia yang hanya memakai baju seadanya.Aku menatap mata pemilik nama Irfan sebagai biang keladinya. Nafasku memburu, rasanya ingin kuterkam dan kutelan laki-laki itu. Aku benci melihat laki-laki yang menyakiti hatiku."Heh, ngapain kamu disitu!" Teriak Ibu mertua ketika aku tidak kunjung menjawab. Sedetik otakku berputar mencari alasan yang tepat, jangan sampai aku kena mental malu."Mencari Mas Irfan, Bu. Badan Zaqi panas minta tolong diantar ke dokter," jawabku akhirnya walaupun berbohong.Aku segera Istighfar, harus mengorbanka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 91 # Ketahuan

    "Lalu apa!""Kereta Zaqi terguling, Bu." Aku menekan suara menahan marah.Sontak ibu mertua terkejut, tapi mimiknya berubah menjadi culas, bibirnya mencebik."Nangisnya karena terkejut, bukan karena anakmu luka! Fara dan Ilham masih kecil, jangan kau salahkan!" tukasnya membela diri, tidak mau disalahkan."Maaf, Bu. Saya tidak menyalahkan." Aku membela diri."Sana, bawa pulang anakmu! Di sini bikin ribut saja! Seharusnya dipegangi, jangan dilepaskan!" Omelnya.Tanpa pamit, Zaqi kubawa pulang. Tanpa kuindahkan juga laki-laki yang disebut suami, aku muak semuanya.Langkahku buru-buru, aku sudah tidak kuat menahan air mataku yang mulai bergulir. Sampai kamar tangisku pecah."Kenapa ibu juga memusuhi Zaqi? Kalau tidak suka denganku, aku ihklas, Bu. Jangan kau musuhi anakku juga, kasihan Zaqi, itu juga cucu ibu seperti halnya Fara dan Ilham, Ibu tidak adil." Aku menggerundel dalam hati.Kutenangkan anakku dengan cara memberi ASI, aku duduk di sofa sambil menahan nafasku yang memburu. Aku se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status