Share

Bab 5 "Ditinggal sendiri.

Penulis: Teeyas
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-22 19:10:31

Bab 5

Kulihat layar benda pipih, kedua netraku membulat sempurna. Muncul nama Ibu Kartini, Ibu mertuaku. Jantungku berdegup tidak seperti biasanya, kencang sekali. Sedetik aku terdiam, bingung harus diangkat apa tidak.

Kalau tidak diangkat, dipastikan akan marah besar, bisa terjadi perang dunia kedua. Jika diangkat akan merusak acara yang sudah kami tunggu selama ini.

"Yang! berisik sekali, diangkat aja," titah suamiku dari dalam kamar mandi.

"I-iyaa.." jawabku. Sebenarnya ingin kukatakan kalau ada telepon dari Ibu. Namun Mas Irfan masih berada di dalam kamar mandi.

"Assalamualaikum," kuucapkan salam dengan nada bergetar.

"Walaikumssalam!" Nadanya seperti bariton, membuat hatiku ciut.

"Delaaa! Lama banget ngangkatnya. Mana bojomu!" teriaknya, membuat telingaku panas.

"Dikamar mandi, Bu. Seben...." belum sempat selesai kalimatnya sudah dipotong.

"Cepetaaan! Ini penting!" teriaknya.

"I-iya, Bu." Lututku terasa lemas, kugedor pintu kamar mandi. Mas Irfan membuka pintu lalu keluar dengan tergopoh-gopoh, handuknya dililitkan di tubuhnya bagian bawah, sedangkan badannya masih basah.

Gawai kuserahkan kepada Mas Irfan, tanganku masih gemetar.

"Ya, Bu..." Mas Irfan merendahkan suaranya, dan menundukkan pandangan.

Aku hanya bisa memperhatikan mimik wajah suamiku. Tidak tahu apa yang kira-kira dibicarakan antara Ibu dan anak bungsunya.

"Apa kang Nono gak bisa bantu, Bu? Wajah Mas Irfan tampak memelas. Aku melengos, sudah bisa ditebak.

Kalau tidak Ibu, Mbak Nung sedang minta tolong.

"Ya udah, tunggu sebentar, kalau gitu." Mas Irfan menghela nafas panjang, kemudian dibuang kasar. Netranya melihatku sayu, aku tetap diam menunggu apa yang akan dibicarakan kepadaku. Kutelan salivaku walupun sulit.

"Yang," bisiknya lirih.

"Hmm."

"Ibu nyuruh aku pulang sebentar, lampu rumah konslet." Sorot matanya menyatakan permintaan maaf yang besar.

Aku diam membeku.

"Kasihan, Yang. Mereka semua wanita." Mas Irfan mengambil kedua tanganku, kemudian ditaruh di dadanya. Dia memohon supaya diizinkan pulang sebentar, dan berjanji kalau sudah selesai urusannya segera kembali lagi kesini.

Aku mengangguk.

Kuhalau emosiku. Disisi lain Mas Irfan adalah anak laki-laki yang bertanggung jawab atas Ibunya, disisi lain aku juga membutuhkannya sebagai suami.

Di dalam agama Islam ibu lah yang diutamakan. Aku sadar dan maklum, tetapi tidak begini juga. Untungnya kami hanya menginap di kawasan wisata kaliurang yang jaraknya bisa ditempuh dengan motor sekitar satu jam. Seandainya kami menginap di luar kota, apakah Ibu akan melakukan hal yang sama ķalau terjadi seperti ini?

Entahlah...

Aku mengantarkan bayangan Mas Irfan naik vespa dari balik cendela. Setelah bayangannya menghilang, pandanganku beralih ke gunung Merapi yang menunjukkan semburat merah kena matahari di sore hari. Kelihatan cantik dan anggun.

Hatiku sedikit terhibur dengan suasana yang syahdu ini. Kuredam emosiku dengan istighfar sambil menikmati indahnya karya Sang Pencipta, Gunung Merapi.

Untuk membunuh kesepian, kuambil gawai. Kubuķa satu persatu chat yang masuk, ternyata banyak juga. Dari group SMP, SMA dan juga teman kuliah. Kulihat ada nama mbak Nung dideretan yang meng-chat aku.

Iseng-iseng kubuka.

[Dik, pinjem suamimu sebentar. Ini listrik konslet, tolong, ya. Kasihan Ibu, beliau kan takut kegelapan]

Kulihat dikirim beberapa menit yang lalu, di jam yang sama ketika ibu mertua tadi telepon. Bukannya dirumah ada lampu emergency, ada lilin? Batinku. Ya, sudahlah.

[Sudah Mbak, Mas Irfan otw] Akhirnya kubalas juga chat dari menantu kesayangan ibu mertua.

Segera kuletakkan gawaiku, aku tidak tertarik membaca isi chat dari group teman alumni, isinya hanya menyapa dan saling mengshare berita-berita yang sama, sehingga tidak menghiburku bahkan membosankan.

Kusandarkan tubuhku, kuhela nafas panjang, lalu kulepaskan pelan-pelan. Aku heran, kenapa Ibu Kartini--mertuaku tidak sayang padaku, ya? Lebih sayang dengan menantunya yang bernama mbak Nungky.

Apa salahku? sepertinya Ibu mertuaku sangat membenciku, aku memang tidak secantik mbak Nung. Pegawai juga bukan, orang tuaku hanya petani di kampung. Momongan juga bekum ada.

Tetapi apa itu yang membuat Ibu membenciku?

Tiba-tiba aku ingat kedua orang tua yang ada di kampung. Mereka tidak mengenal handhpone, gadged, android, sehingga aku kesulitan kalau ingin menghubungi mereka. Lebih-lebih kalau rindu seperti ini, bingung kalau sekedar ingin tahu kabar mereka.

Untungnya setiap tiga bulan sekali Mas Irfan mengantarkan pulang ke orang tuaku, yang rumahnya tidak jauh, hanya ditempuh sekitar tiga jam kalau naik kendaraan roda empat.

Aku menghela nafas panjang.

Kulihat gawai, siapa tahu mas Irfan mengabarkan sesuatu, ternyata tidak. Sudah menjadi kebiasaannya, dia tidak pernah berkabar, kalau pergi. Kadang terpaksa aku yang memulai chat kepadanya, menanyakan ini, itu. Tetapi jangan berharap segera dibalas, ya, harus bersabar.

Ingin sekali menelepon mas Irfan. Namun, aku masih trauma, takut kalau yang menerima Ibu mertua. Disangka aku tidak membolehkan mas Irfan menolong Ibunya.

Padahal aku hanya ingin tahu keadaannya. Seperti kejadian kemaren ketika pemilik mobil marah-marah, aku berusaha menghubungi mas Irfan, tapi akhirnya salah paham dengan Ibu.

Aku yang kena marah, mungkin aku harus lebih bersabar menghadapi Ibu mertua seperti itu. Kuharap disaat tertentu mas Irfan membelaku, bukan malah sebaliknya.

Kalau tahu ditinggal seperti ini lebih baik aku dirumah saja, buat apa aku tidur sendirian disini? Bukankah tujuan kita akan menikmati bersama malam yang indah di kaliurang.

Entahlah, sedih sekali. Aku tidak mau rasa sepi ini menggelayuti perasaanku. Akhirnya aku tertidur setelah selesai salat isya'.

Aku tidak tahu jam berapa mas Irfan datang, yang aku tahu dia sudah tidur disampingku. Ketika aku bangun jam sudah menunjukkan pukul 4, menjelang subuh.

Dia tidur pulas, terdengar dengkuran halus, aku iba melihatnya. Kubelai rambutnya, kutatap wajah tampan suamiku. Hidungnya mancung, rahang yang kuat, dan dihiasi kumis tipis.

Pasti kamu capek sekali ya, Mas. Bisikku. Aku melenguh kesal, acara yang seharusnya kita nikmati berdua semua menjadi berantakan.

Aku berusaha bangkit akan ke kamar mandi. Tiba-tiba tanganku dicengkeram kuat, lalu ditarik kepelukan Mas Irfan, aku terjatuh di dadanya yang tipis. Akupun pasrah.

***

Selepas salat subuh, aku mebuatkan susu jahe kesukaannya, sekaligus membuat mie instan. Terlalu pagi kalau kita pesan di kantin sebelah penginapan.

Ya sudah seadanya saja, sementara untuk mengganjal isi perut yang kosong.

"Semalam datang jam berapa, Mas?" tanyaku sambil melepas handuk pembungkus rambutku yang basah.

"Setengah satu. Gak tega mbangunin kamu, tidurmu pulas, pakai dengkur segala."

"Bohong ah," cubitku. Aku tidak terima dituduh mendengkur.

"Iya, serius," godanya sambil menoel hidungku.

Aku senyumin saja, dia kadang suka cuek, polos, genit, kadang juga romantis. Begitulah, yang pasti Aku bahagia, apalagi Mas Irfan sudah menjalankan sebagai suami yang luar biasa, bisa membahagiakan aku sebagai istrinya.

Semoga laki-laki yang baru saja membuat aku melambung tinggi ini bisa menjadi imamku sampai jannah, Aamiin. Selalu itu doaku.

Mas Irfan memelukku dari belakang.

"Jadilah ìstri yang setia, walaupun Alloh belum memberikan izin titipan bayi mungil yang kita harapkan, ya, Yang." bisiknya lembut di telingaku

Tidak terasa pandanganku kabur, aku terharu mendengar ucapannya Memang aku harus banyak bersabar karena yang kuhadapi nantinya, kakak ipar dan Ibu mertuaku sendiri.

Aku tidak pernah berani mengungkapkan isi hatiku yang paling dalam, berkaitan dengan Ibu mertua kepada Mas Irfan. Biar dia tahu sendiri sifat wanita yang melahirkannya itu.

Selama ini aku memang tidak pernah melawan Ibu mertua, apapun ucapannya aku selalu menahan emosiku. Bagiku seorang Ibu ataupun Ibu mertua itu wali Alloh, orang yang harus selalu dihormati.

"Yang ...

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Durrotul Himmah
ha iya kah murni bahwa di agama Islam ibu harus prioritas????
goodnovel comment avatar
Egy Aerani
Sumpah ngapa ga berani sih. Dibentak2 kok diem aja hih gedeg
goodnovel comment avatar
amymende
makin dibaca makin jengkelin.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 96 #Memilih Hidup Sendiri

    Bab 96 Tamat.Di dalam perjalanan menuju kantor, pikiranku mengingat kejadian kemaren, dimana aku dituduh selingkuh setelah Mas Irfan mendapat kiriman foto dari temannya.Foto-foto itu diambil dari status Andre, kemudian dikirim ke Mas Irfan, kemaren kudengar seperti itu, ketika ibunya bertanya.Aku membuang nafas kasar.Emang ada yang salah kalau kita foto-foto? Sesaat keningku berkerut, lalu menyalahkan Andre kenapa juga dia pasang status seperti itu.Aku tidak tahu kenapa Mas irfan tidak cerdas, hanya selembar foto akan dijadikan barang bukti perselingkuhan? Dimana selingkuhnya? Aku mengambil gawai lalu kulihat foto yang dikirim Mas Irfan. Kuamati satu-satu, sampai ku zoom. Di dalam foto posisiku duduk dipinggir, Diana di tengah, sedangkan Andre duduk disebelahnya Diana.Aku tersenyum tipis.Kamu lucu dan aneh, Mas. Dengan mencari-cari alasan yang tidak masuk akal kamu akan segera menceraikanku. Jangan khawatir Mas, sebelum kau cerai aku akan pergi dari kehidupanmu dan ibu, itu ka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Difitnah Suami dan Mertua

    Bab 95 Tetap kutahan emosiku, harus sabar dan berlapang dada supaya bisa mendengar ocehan mereka selanjutnya.Tadi malam aku berdoa setelah salat istikaroh, andai aku masih diizinkan bersama Mas Irfan tunjukkan kebaikannya, sebaliknya kalau ada kejelekan dia, aku pasrah kalau harus berpisah.Kupingku kembali kupasang dengan seksama."Beruntung istrimu selingkuh ini kesempatan yang baik untuk segera kau ceraikan!" kata ibu mertua.Deg! Dadaku bergemuruh, ujung mataku langsung menghangat, tega sekali ibu mertua menuduhku seperti itu."Iya, Bu. Aku akan segera mendaftarkan perceraian di Pengadilan." Suara laki-laki halalku.Lututku tiba-tiba lemas, seakan tulang-tulangku lepas dari dagingnya. Dadaku bergemuruh lebih kencang."Bagus! Sehingga istrimu satu, menantu ibu hanya Nungky." Nada suaranya culas.Air mataku langsung mengalir deras dituduh seperti itu oleh ibu mertua, isakan tangisku kutahan."Tega sekali kalian menuduh seperti itu!" isakku dalam hati."Sebelum kau cerai, ibu ping

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 95. #Di Rumah Bersama Zaqi

    Bab 95Diana datang membawa cangkir isi kopi pahitpesanan Andre. Wanita inspirasiku itu merapatkan kening melihatku kemudian berganti melihat Andre."Kalian ngomongin apa kok serius banget," goda Diana sambil menyodorkan cangkir.Andre tertawa lepas, suasananya akrab membuatku kangen pada waktu kuliah dulu, walaupun masa laluku bersama Andre sudah kubuang jauh."Awas ya, jangan bikin bidadari mewek lagi." ketus Diana, dia biang keladinya yang membuat suasana selalu hidup."Apaan sih," Aku cemberut."Selama dua tahun ke depan aku bakal kangen kalian." Suara Andre lirih sambil menunduk, nampak sedih.Aku dan Diana saling menatap, ikut merasakan kesedihan Andre."Kita makan siang diluar, yuk," ajak Andre setelah sedetik hening."Maaf aku harus kembali ke kantor." Aku sengaja menolak, tidak enak setiap hari pergi bertiga.Ada tatapan kecewa dari Andre, Aku tidak mungkin pergi menuruti kemauannya. Diana langsung menangkap keberatanku."Tenang, kita makan disini saja, aku sudah suruhan ora

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 93 # Bertemu Mantan

    Bab 93 Aku sudah berada di dalam mobil bersama Pak Wiryo, dalam perjalanan kami hanya ngobrol basa-basi. Kutatap bayi gembulku yang ada di gendongan, wajah tanpa dosa itu sedang terlelap. Hatiku trenyuh, bagaimana tidak? Tidak lama lagi aku akan memisahkan dia dari Ayahnya.Apakah aku egois? Hanya mementingkan perasaanku sendiri tetapi tidak memikirkan hati anakku yang nantinya akan terluka? Dia akan menjadi korban perpisahan kami, betapa sedihnya kau, Nak.Namun, tidak mungkin juga aku menerima permintaan Mas Irfan untuk dimadu. Harus berbagi suami, berbagi kasih sayang dan perhatian.Apa Mas Irfan bisa adil? Selama Ibu mertua masih ikut campur, dipastikan hatiku akan semakin hancur. Sekarang saja sudah terlihat, betapa tidak adilnya ibu mertua. Terlebih Mbak Nung menantu kesayangan ibu dan aku menantu yang tidak dikehendaki. Demikian dengan cucu, Ibu lebih sayang kepada Fara dan Ilham dibanding Zaqi. "Apa salah anakku sehingga ikut kau benci? Itu juga cucumu, Bu." Aku menggerun

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 92. #Hatiku Sakit Sekali

    Bab 92"Siapa kamu!" Suara yang sangat kuhafal.Langkah kaki itu semakin dekat, lalu menghidupkan lampu. Ruangan jadi terang benderang, aku tidak sempat lari menyelamatkan diri."Kamu!" bentaknya, matanya membulat sempurna.Aku menunduk, entah bagaimana ekpresi wajahku. Ibu mertua mendatangiku sambil membawa sapu."Kukira maling, ngapain, kamu!" Wanita itu membentakku, aku masih shock belum sempat menjawab.Dari arah kamar Mbak Nung, keluarlah dua sosok manusia yang hanya memakai baju seadanya.Aku menatap mata pemilik nama Irfan sebagai biang keladinya. Nafasku memburu, rasanya ingin kuterkam dan kutelan laki-laki itu. Aku benci melihat laki-laki yang menyakiti hatiku."Heh, ngapain kamu disitu!" Teriak Ibu mertua ketika aku tidak kunjung menjawab. Sedetik otakku berputar mencari alasan yang tepat, jangan sampai aku kena mental malu."Mencari Mas Irfan, Bu. Badan Zaqi panas minta tolong diantar ke dokter," jawabku akhirnya walaupun berbohong.Aku segera Istighfar, harus mengorbanka

  • Aku Nyerah, Mas! Silahkan Ikuti Kemauan Ibumu   Bab 91 # Ketahuan

    "Lalu apa!""Kereta Zaqi terguling, Bu." Aku menekan suara menahan marah.Sontak ibu mertua terkejut, tapi mimiknya berubah menjadi culas, bibirnya mencebik."Nangisnya karena terkejut, bukan karena anakmu luka! Fara dan Ilham masih kecil, jangan kau salahkan!" tukasnya membela diri, tidak mau disalahkan."Maaf, Bu. Saya tidak menyalahkan." Aku membela diri."Sana, bawa pulang anakmu! Di sini bikin ribut saja! Seharusnya dipegangi, jangan dilepaskan!" Omelnya.Tanpa pamit, Zaqi kubawa pulang. Tanpa kuindahkan juga laki-laki yang disebut suami, aku muak semuanya.Langkahku buru-buru, aku sudah tidak kuat menahan air mataku yang mulai bergulir. Sampai kamar tangisku pecah."Kenapa ibu juga memusuhi Zaqi? Kalau tidak suka denganku, aku ihklas, Bu. Jangan kau musuhi anakku juga, kasihan Zaqi, itu juga cucu ibu seperti halnya Fara dan Ilham, Ibu tidak adil." Aku menggerundel dalam hati.Kutenangkan anakku dengan cara memberi ASI, aku duduk di sofa sambil menahan nafasku yang memburu. Aku se

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status