Ini sudah ke-seratus kalinya aku diabaikan oleh keluarga ini. Saat ulang tahun, mereka hanya menyiapkan kue untuk adikku. Saat sakit, aku terbaring sendirian di ranjang, sementar mereka semua mengelilingi adikku. Aku selalu bilang pada diriku sendiri untuk bersabar dan jadi anak yang pengertian, tapi semua itu tak pernah tergantikan sekalipun dengan kasih sayang mereka. Hingga hari pernikahanku tiba. Aku kira setidaknya di hari itu, aku bisa merasakan sedikit kasih sayang yang benar-benar menjadi milikku. Namun, aku salah. Ayah, Ibu, Kakak, bahkan Jason, tunanganku yang merupakan seorang bos mafia, semuanya malah pergi ke acara wisuda adikku. Mereka meninggalkanku sendirian di tempat pernikahan, membiarkanku menanggung tatapan iba dan ejekan para tamu. Sedangkan Jason hanya melontarkan kalimat dingin, "Hanya pernikahan saja, bisa digantikan lain hari." Ini bukan pertama kalinya. Waktu acara pertunangan pun sama, begitu adikku mengeluh sakit perut, dia tanpa ragu langsung menemaninya ke rumah sakit. Sementara aku harus tersenyum pada tamu-tamu sendirian Saat ini, aku benar-benar sadar. Bagi mereka, aku hanyalah sosok yang tidak penting. Jadi, aku memilih untuk pergi. Aku membawa koper dan satu rahasia, yaitu anak dalam kandunganku. Kali ini, aku tidak akan menunggu kasih sayang mereka lagi. Aku akan memulai hidup baru, demi diriku dan demi anakku.
View MoreMendengar akhir nasib Siska, Jason dan Stefano, anehnya aku tidak merasakan kegembiraan balas dendam yang kubayangkan, juga tidak ada rasa puas karena berhasil membalas sakit hati.Yang tersisa hanya sebersit rasa getir.Bagaimanapun hidup mereka, itu sudah tidak ada hubungannya denganku.Aku mencurahkan seluruh energi dan fokusku pada pekerjaan dan putriku. Hidupku sangat damai dan tenang.Saat putriku berusia tiga tahun, berkat hasil penelitianku yang unggul, aku pun kembali ke dalam negeri dan menjadi tulang punggung di pusat medis nasional.Selain bekerja, waktuku kuhabiskan untuk menemani putriku setiap hari.Dia cerdas, lincah dan menggemaskan. Dia adalah hadiah paling berharga dalam hidupku.Ayah, Ibu dan Stefano melalui berbagai cara, akhirnya mengetahui kabarku dan mencoba menghubungiku.Hari ini, aku sedang sibuk di laboratorium saat asisten terburu-buru masuk."Bu Selvy, ada yang mencarimu di bawah."Aku mengerutkan kening dan bertanya, "Siapa?""Mereka bilang mereka keluarg
"Semuanya sudah berlalu," ujarku pelan, nadaku sangat tenang, seolah sedang membicarakan urusan orang lain.Aku berbalik dan hendak naik ke lantai atas, tapi pergelangan tanganku ditahan kuat oleh Stefano."Selvy, kamu benar-benar nggak mau pulang bersama kami?"Suaranya penuh kecemasan, seolah kepergianku adalah kesalahan fatal yang tak bisa diperbaiki.Pada saat itu juga, tiba-tiba emosiku runtuh."Pulang?"Aku membalikkan badanku dengan cepat. Dengan mata berkaca-kaca, aku menatap mereka dan berkata, "Kalian pikir hanya dengan satu kata maaf, penderitaanku bertahun-tahun ini bisa terhapus begitu saja?""Aku yang dikorbankan! Tapi sejak kecil sampai sekarang, yang menikmati kasih sayang Ayah dan Ibu itu Siska!""Aku yang diabaikan, aku yang dikhianati Jason! Atas dasar apa kalian berpikir hanya dengan permintaan maaf yang begitu ringkas, aku harus memaafkan semuanya?""Hidupku di keluarga ini selama ini begitu menyakitkan! Kenapa sekarang kalian datang dengan kata maaf dan mengharapk
Aku pikir penolakanku sudah cukup jelas, tapi ternyata mereka malah datang mencariku.Hari ini, aku kembali dari rumah sakit ke apartemen. Begitu tiba di lantai bawah, aku pun terdiam.Ayah, Ibu, Stefano dan Jason, keempatnya sudah menunggu di depan pintu apartemenku dengan ekspresi wajah yang berbeda-beda.Begitu melihatku, mereka langsung mengerumuniku.Baru saja Stefano mau berbicara, Jason sudah mendesak maju di depanku.Matanya tampak berkaca-kaca. Beberapa hari tidak bertemu, dia terlihat jauh lebih kurus.“Selvy, lama nggak bertemu,” ujarnya dengan nada suara yang sedikit bergetar.“Aku tahu, kamu hanya sedang mengambek, kita nggak akan putus.”Aku menatapnya, tapi tidak ada gejolak apapun di hatiku.“Jason, putus itu nggak perlu persetujuan darimu.”Ucapanku tenang, tapi tegas.Jason terdiam. Dia sepertinya tidak percaya, aku yang dulu begitu mencintainya, kini bisa menjadi sedingin ini.Aku berpaling menatap keluargaku.Ekspresi mereka bermacam-macam, tapi di mata mereka terp
Begitu menutup telepon, rasanya seperti beban di dadaku akhirnya terangkat.Di sisi lain, Jason sempat terdiam beberapa detik, lalu terdengar suara lembut Siska,“Kak Jason, mungkin suasana hati Kakak lagi nggak baik dan butuh waktu sendiri.”“Kamu juga jangan terlalu khawatir. Dia begitu menyukaimu, mana mungkin benar-benar pergi. Bukannya dia paling suka main tarik ulur? Seperti yang dia lakukan sebelumnya.”Jason terdiam beberapa saat, sepertinya menerima penjelasannya.“Kamu benar, mungkin dia hanya sedang mengambek.”“Siska, kamu paling mengerti dia.”Yang tidak kuketahui, setelah kepergianku, semuanya tidak berjalan seperti yang Jason dan Siska bayangkan.Awalnya, mereka mengira aku hanya mengambek dan akan kembali dalam beberapa hari.Namun, seiring hari berlalu, hati orang tuaku dan Jason semakin tidak enak.Jason melihat nomor kontakku yang sudah lama senyap dan samar-samar merasa seperti telah kehilangan sesuatu.Siska sendiri tidak peduli. Dia dengan terang-terangan menikmat
Stefano yang pertama bereaksi. Tatapannya tampak penuh tuduhan dan permusuhan, seperti sedang menghakimi seorang penjahat.“Kamu mau kabur? Mau lepas tangan dari tanggung jawab karena sudah membuat Siska alergi?”Ayah dan Ibu pun langsung mendekat, wajah mereka tampak kecewa dan menyalahkan.Ibu berkata dengan nada dingin, “Selvy, kok kamu bisa begitu egois? Siska masih di rumah sakit, kamu malah berpikir untuk pergi?”Ayah juga mengerutkan keningnya dan berkata, “Kamu nggak punya rasa tanggung jawab sama sekali.” Aku memandang mereka, hatiku terasa dingin.Ternyata di mata mereka, setiap tindakanku akan selalu diartikan sebagai keegoisan.“Kabur?” Aku mengangkat sudut bibirku, senyumanku terasa pahit. “Sejak kapan aku bilang mau kabur?”Aku mengambi ponselku, menghubungi Siska di depan mereka dan mengaktifkan pengeras suara.Setelah beberapa kali dering, terdengar suaranya yang lemah, tapi tetap angkuh,“Kakak? Kamu meneleponku untuk menyalahkanku?”Siska mengira aku masih ingin memp
Begitu koperku tertutup rapat, kamar itu terasa sangat sunyi, hanya tersisa suara napasku sendiri.Tiba-tiba ponsel bergetar, nama familiar yang muncul di layar membuat jariku sedikit bergetar.Aku tetap menekan tombol jawab.“Halo?” jawabku dengan serak.Terdengar suara Jason dari balik telepon. Suaranya tak lagi lembut seperti sebelumnya, hanya ada nada dingin dan kemarahan.“Selvy! Siska sudah masuk rumah sakit dan kamu masih belum muncul juga? Bahkan satu kata maaf pun nggak ada?!”Nada suaranya seperti sebilah pisau, menutup rapat semua celah bagiku untuk menjelaskan.Bibirku tertutup rapat dan terdiam sejenak. Kemudian, barulah aku berkata, “Jason, aku nggak mungkin main-main dengan nyawa orang.”Namun, dia sama sekali tak mau mendengarku, suaranya pun semakin dingin. “Jangan coba-coba mengelak lagi! Siska lebih nggak mungkin main-main dengan nyawanya sendiri!”Aku menggenggam erat ponsel. Jari-jariku memutih, sementara rasa getir menyebar di dada.Kenapa mereka bahkan tidak mau
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments