“Kita ajak Khalo jalan-jalan habis itu, kita titipin Mama sebentar, ya!” usul Kevin dengan wajah merengut saat bersiap akan menepati janji pada Khalo untuk membelikannya mainan pagi ini.
“Nggak enak lah sama Mama, pasti Mama juga sibuk ngurusin toko kue.”
“Waktu kita tinggal besok, Kinan! Malam ini kita harus pergunakan dengan baik. Kamu nggak tau rasanya sakit banget ini dari semalam nggak mau tidur.” Kevin mengarahkan mata ke celananya.
“Terus kita mau lakuin di mana?”
Kevin mendekati Kinan dengan menyunggingkan bibir atasnya. “Kamu mau di mana?”
“Cari suasana beda lah! Masak di kamar terus?” Kinan mengerucutkan bibirnya.
“Kita sewa hotel di puncak, ya?” usul Kevin.
Kinan tersenyum malu mengiyakannya. “Kamu siapin keperluannya. Dan ... lingerie sem
Pagi ini, Kinan tersenyum puas melihat Kevin masih tertidur lelap dengan posisi tengkurap di sampingnya. Ia memandang lekat suaminya itu dan merasa begitu bahagia bisa memiliki seutuhnya dan cintanya selama ini terbalas.Satu ciuman mendarat di pipi laki-laki yang dulunya terus membuat tersulut emosi itu. Hanya berbalutkan selimut tebal, Kinan kini menyibakkan penutup tubuhnya dan mulai memunguti lingerie di lantai yang ia kenakan semalam.Berjalan pelan ke kamar mandi karena perut bagian bawahnya terasa tak nyaman sekali. Semalam ia sampai lupa berapa kali mencapai puncak kenikmatan karena ulah suaminya itu.“Bangun!” Kinan menguncang tubuh Kevin. “Mama telepon, Khalo nyariin kita terus!”Kevin menggeliatkan tubuhnya. “Ini baru jam berapa, sih?” gerutunya.“Jam sepuluh! Ayo kita balik! Nggak enak sama Mama.”Ke
"Eh ... maaf-maaf!" teriak Kinanti Putri siswa kelas dua belas yang tidak sengaja menabrak teman-temannya yang berlalu lalang. Ia lari terbirit-birit ketakutan karena teman laki-laki sekelasnya sengaja menakuti dengan seekor anak kucing liar yang entah mengapa terus saja mendekati Kinan sejak di kantin.Sambil mengendong si anak kucing tadi, Kevin Arkananta, cucu pemilik yayasan tidak henti mengejar Kinan. Phobia Kinan terhadap hewan berbulu sudah bukan menjadi rahasia umum lagi. Suara langkah kaki mereka bahkan menjadi pusat perhatian. Banyak teman yang terkekeh geli melihat raut wajah ketakutannya saat bertemu dengan hewan itu."Berhenti nggak, Vin? Kalau lo masih nekat nakutin gue, bakal gue laporin lo ke BK!" ancam Kinan yang sepertinya tidak mampu menakuti Kevin. Napasnya terus memburu. Kinan tidak tau lagi di mana akan bersembunyi, ia pun lari menuju kelas.Sampai ia tiba di depan kelasnya dan menoleh ke arah Kevin yang semakin dekat saja
Pagi ini, Kevin terus memandangi bangku Kinan yang kosong. Alasan tidak masuk sekolah karena sakit semakin membuat penyesalan dalam dirinya bertambah besar. Rasa takut dan khawatir terlukis jelas di wajah tampannya.Ia melayangkan pertanyaaan pada Alya, "Al ... Kinan sakit apa?"Alya mengangkat kedua bahu kemudian menurunkannya. "Dari kemarin dia udah kelihatan sakit. Bukannya, terakhir sama lo? Jangan-jangan Kinan sakit gara-gara lo takutin kucing!" tuduh Alya. Kevin memberi senyum setengah dan mengalihkan pandangannya tanpa menjawab pertanyaan Alya.Saat waktu istirahat tiba, Kevin mencoba mengambil ponselnya dan menghubungi Kinan. Sudah dua panggilan ia tunggu, tapi tidak ada jawaban. Apa separah itu keadaannya?Ia melangkahkan kaki lebar pergi ke kantin mencari Alya, berniat mengajak gadis itu untuk menjenguk Kinan. Ia merasa tidak enak hati saja jika menjenguk sendiri."Hai Vin! Mau ke kantin ya?" Gadis cant
Hari sudah berganti. Kinan mencium tangan Ayahnya yang mengantar sekolah pagi ini. "Belajar yang rajin ya Nak! Ayah yakin, kelak kamu pasti jadi wanita hebat.""Iya Yah. Ayah hati-hati di jalan, ya!""Ya sudah kamu masuk sana!" pinta Ayahnya karena bel sudah berbunyi. Kinan mengangguk lalu tiba-tiba saja ingin memeluk erat Ayahnya. Setelah ia puas memeluk Ayahnya, gadis itu berlari dan melambaikan tangannya beberapa kali. Laki-laki paruh baya itu membalasnya dengan senyuman.Pagi ini suasana kelas terdengar begitu bising. Suara gelak tawa dari teman-teman Kinan yang sedang melepas canda tawa tidak begitu ia pedulikan. Gadis itu melangkahkan kaki cepat dan terus menundukkan kepala menuju bangkunya.Alya yang sudah berada sejak tadi di sampingnya, melirik sejenak ke arah Kinan. Seruan Kinan untuk merahasiakan semua semalam sedikit membuat Alya kecewa. Menurut gadis itu, perbuatan Kevin tidak bisa begitu saja dibiarkan.L
Kinan gugup dan berusaha menghindar dengan tangan sibuk mengambil tasnya."Ayo, nanti nyokap lo nyari!" ajak Kevin yang sekarang sudah bersiap dengan mengulurkan tangannya.Kinan berusaha tidak mengindahkan uluran tangan itu. Berjalan mendahului Kevin, tapi berharap dalam hati kecilnya jika laki-laki itu akan terus mengejarnya.Ia tiba-tiba menghentikan langkah, melihat sekelilingnya yang masih di penuhi siswa lain yang bersiap keluar sekolah untuk pulang."Ada apa?" tanya Kevin dengan wajah datar."Biar sepi dulu! Gue malu, boncengan sama lo!" Kevin tertawa kecil seraya menggaruk kepalanya. Ia lalu mencebikkan bibir dan mengangguk-anggukan kepala. Kinan duduk di sebuah kursi yang tidak jauh dari mereka.Kevin pun mengikuti dan duduk di sebelahnya. "Kenapa, lo malu jalan sama gue?" tanya Kevin."Lo 'kan cowok popular di sekolah ini.""Gue, nggak ngerasa kayak gitu!"Kinan mem
Dua minggu sepeninggal Ayahnya, hidup Kinan berubah. Tidak tampak lagi keceriaan yang tergambar pada wajahnya. Selalu menyendiri dan merenung jika tidak dihampiri temannya. Hampa, ia benar-benar kehilangan orang yang begitu berarti dalam hidupnya.Sebelum berangkat sekolah, sekarang ia membantu Ibunya. Menitipkan nasi bungkus dan berbagai macam kue di setiap warung yang tidak jauh dengan rumahnya. Tidak ada pemasukan, membuat mereka harus berputar otak mencari penghasilan.Kinan duduk termenung di bangkunya menunggu pelajaran dimulai. Alya yang sudah sedari tadi di sampingnya seperti tidak ia hiraukan."Udahan sedihnya! Kasian Ayah lo juga, Kin!" Alya mengelus bahu Kinan. Kinan memberikan senyum paksa seraya memandang sahabatnya. Ia menggangguk dan mencoba mengiyakan. Walaupun sulit, tapi ia terus berusaha kuat menjalani hidup ini hanya dengan Ibunya saja.Saat bel istirahat berbunyi, Kinan juga tidak pergi ke kantin. Ia merasa san
Kinan melirik tajam ke arah Kevin dan teman wanitanya. "Kayaknya, nanti malam gue nggak bisa! Lupain aja janji lo itu!" Kinan menggandeng tangan Alya keluar dari kelas. Ini sangat menyakitkan bagi perasaannya.Mereka melangkahkan kaki lebar menuju tempat parkir. Alya tersenyum semringah melihat sahabatnya sadar akan keburukan Kevin. Mereka jalan bergandengan mengambil motor Alya."Nah gitu dong, Kin! Jangan gampang kegoda sama cowok suka nemplok sana sini kayak Kevin!" sindir Alya yang kini sudah mengendari motor dan memboncengnya."Gue itu nggak kegoda, cuma ngerespons. Akhir-akhir ini dia baik banget. Dia selalu ngehibur, nemenin gue ....""Dan lo, nyaman sama itu semua, 'kan? Akhirnya, lo naruh hati sama kebaikannya," sambar Alya. Kinan berdecak kesal. "Dia itu ngelakuin kayak gitu, nggak cuma sama lo, Kin! Tapi, hampir semua cewek," lanjutnya lagi.Kinan hanya terdiam dengan wajah cemberut. Ia tau kenyataan itu. Ingin sekali menutup rapat
"Boleh, tapi pulangnya jangan malam-malam, ya!" pesan Ibunya. Pipi Kinan bersemu melihat Kevin yang meliriknya. Gadis itu melempar pandangannya ke dalam rumah."Pasti dong Tante, ya udah aku pulang dulu!" pamitnya."Nggak masuk dulu!" Ibunya menunjuk dalam rumah.Kevin menggelengkan kepala. "Nanti malam saja Tante, tadi udah ngobrol sebentar sama Kinan di pinggir jalan!" Ibu Kinan mengangguk dan tersenyum.Kinan terus memandangi wajah tampan itu sebelum Kevin masuk dalam mobilnya. Ia terus melempar senyum sampai mobil Kevin keluar dari halaman rumahnya."Hust!" Ibunya mengagetkannya. "Kamu suka sama dia?""Apaan sih, Bu?" Kinan langsung masuk dalam rumah karena malu."Dari matamu nggak bisa bohong. Kamu suka sama Kevin? Dia anak baik dari pertama bertemu dulu. Ibu suka, dia sopan juga."Kinan berjalan menuju dapur dan diikuti Ibunya. "Ibu belum kenal dia aja. Dia anak orang kaya. Pemilik yayasan. Nggak pantas aja Kinan bersandi