"Alhamdulillah, akhirnya aku sampai juga di sini, Bismillah hari ini aku mulai bekerja."
Dengan penuh keyakinan Nadhira mulai memasuki Medical Center. Beberapa perawat mengucapkan salam kepadanya, begitu juga dengan beberapa Dokter yang lain juga turut mendekati. Kedatangannya di sini serasa membuat semuanya bersemangat, tak sedikit pula yang merasa ingin jadi temannya."Selamat siang, kamu Dokter Nadhira kan? Perkenalkan aku Siska.""Dan aku Anita," ujar mereka berdua sambil mengulurkan tangan, mengajak Nadhira bersalaman."Eh, iya aku Nadhira! Senang berkenalan dengan kalian, Siska, Anita."Kedua perawat itu memang sangat ramah, bukan hanya pada Nadhira saja, tetapi pada siapa saja yang baru datang meraka selalu mengajaknya berkenalan.baru beberapa menit mengenal mereka, Nadhira sudah merasa sudah cocok, bahkan merasa sangat dekat seperti bertahun-tahun mengenal.Sikap mereka yang suka bercanda dan terlihat santai membuat ketiga perempuan itu terlihat begitu akrab."Eh Nad, kamu pasti akan kagum dengan ketampanan Bapak kepala Rumah sakit di sini, aku yakin! Siska aja sampai klepek-klepek."Di statusnya yang masih single membuat kedua Perawat itu suka mengagumi sosok si pemilik Rumah sakit sekaligus kepala Dokter di sini, kehadirannya mereka tunggu dari tadi hanya untuk melihat sosok yang begitu coll."Haizh! Pak Nathan memang ganteng, wanita mana yang tak mau dengannya hah? Iya kan? Aku juga mau!"Panjang umur. Pria yang baru saja mereka bicarakan kini terlihat mulai turun dari mobil Ferrari yang berhenti di parkiran. Pria yang memakai jas putih itu berjalan dengan gagahnya masuk ke dalam Rumah sakit tanpa menyapa satu pun pegawai yang bekerja. Jonathan Adipraja si pemilik Medical Center, pria berusia sekitar 30 tahun berbadan tegap, atletis tinggi namun dingin bak kulkas yang berjalan. Memiliki hobi olah raga membuat semua pasang mata yang memandangnya bak terhipnotis oleh ketampanannya.Dia berjalan melintasi semua orang yang sedang memandanginya sampai susah untuk berkedip.Pandangan matanya tetap fokus ke depan walau dia tau banyak orang yang sedang mengaguminya.
Wangi aroma Citrus Mint yang menguar saat dia berjalan membuat semua wanita menghirup dengan lembut namun enggan untuk membuang, begitu juga dengan Siska dan Anita yang melakukan hal yang sama."Sstt! Nadhira kamu lihat, dia itu yang namanya Dokter Nathan, gimana? Ganteng kan? Calon suamiku!" ujar Siska dengan bangganya mengatakan kalau Dokter Nathan itu calon suaminya.Tidak di pungkiri oleh wanita yang normal sosoknya memang sangat tampan dengan jampang tipis menempel di sekitar pipi sampai dagu, hanya saja segera Nadhira tepis karena dia memang sudah tidak sendiri."Enak saja, dia itu calon suamiku, kamu ini ngaku-ngaku saja Siska!"Anita tak mau kalah sampai mereka berdebat merebutkan satu orang. Dokter Nathan!."Pokoknya dia milikku!""Milikku titik!"Ocehan mereka serasa membuat pusing kepala Nadhira, bagaimana di hari pertama kerja dia harus di hadapkan dengan dua Perawat centil seperti mereka.Walau dia tau kalau mereka hanya bercanda. Mana mungkin orang setampan Dokter Nathan memilih wanita bertubuh besar seperti Anita dan wanita culun seperti Siska, tentu dia sudah mempunyai pilihan lain di luaran sana."Eh sudah sudah! Kenapa kalian malah berdebat! Sebaiknya kalian mulai fokus pekerjaan ok?"Siska dan Anita saling memanyunkan bibirnya satu sama lain, namun itu justru membuat Nadhira tertawa.*****Sementara di dalam ruang pribadinya, Dokter Nathan memicingkan mata saat melihat sebuah stop maps bening berwarna biru, tampak lembaran kertas putih di dalam stop maps itu.Pelan-pelan dia membuka dan mengambil lembaran kertas itu, terlihat foto wanita berhijab dalam ukuran pas 30x40 siapa lagi kalau bukan foto Nadhira Dokter baru di sini.Nathan membaca biodata Nadhira yang ternyata lulusan terbaik sebuah kampus ternama di kota ini. Sifatnya yang dingin membuat dia tak punya ketertarikan melihat foto itu, dia pun segera menutupnya kembali saat lembaran kertas itu sudah di taruh di dalamnya.Kring!Kring!"Siska kesini sebentar."Betapa senangnya Perawat yang memakai kaca mata tebal itu saat Dokter Nathan memangilnya lewat telepon. Dengan penuh semangat Siska mendatangi Dokter Nathan di dalam ruangannya, begitu juga dengan Anita yang juga menerima telepon dari pemilik Rumah sakit itu. Keduanya berebut masuk, berdesak di tengah pintu berusaha siapa paling cepat masuk ke dalam sampai menimbulkan sedikit kebisingan."Aku duluan!""Eh, aku duluan! Kamu apa-apaan sih, yang lebih tua ngalah dong!" pekik Anita bercanda."Eh, mana ada! Aku sampai di sini lebih dulu!"Mereka tak menyadari kalau saat ini Dokter Nathan sedang memandanginya dengan aneh."Ehem!"
"Eh, Dokter Nathan, maaf Dok, kami ... , Em, ada apa Dokter memanggil kami ke sini?"Dengan gaya centilnya Anita menggoyang-goyangkan tubuh tambunnya sambil memelintir kan rambutnya."Aku tugaskan kepada kalian untuk menjadi Asisten Perawat bagi Dokter baru di sini! Siapa namanya?""Dokter Nadhira, Dok!" jawab Anita dan Siska serentak."Oh iya Dokter Nadhira Nathalia Raharja, Anita sekarang kamu panggil dia ke sini""Baik Dok!'Bahkan perintahnya pun serasa bagai anugrah yang turun untuknya, dengan begitu bersemangat Anita keluar untuk memanggil Nadhira yang sedang fokus dengan beberapa lembar kertas di dalam ruang kerjanya. Anita senang karena kini yang dia ikuti adalah Dokter yang baik hati seperti Nadhira.Tok! Tok!"Permisi, Dokter Nadhira."Nadhira sangat kenal suara siapa yang memanggilnya."Anita, masuk!""Permisi Dok, Dokter Nadhira di panggil oleh Dokter Nathan di ruang kerjanya.""Sekarang?" tanya Nadhira sedikit tak yakin, mau apa kepala Rumah sakit itu memanggilnya."Iya sekarang! Kapan lagi.""Oh, ya sudah ayok kita temui dia sekarang."Mereka keluar dan bergegas menemui Nathan di ruangannya, sedikit rasa takut mengingat dia yang baru saja bekerja tentu banyak hal yang masih belum di mengerti, tapi Nadhira pasrahkan semuanya pada Allah. Apapun yang terjadi tentu atas kehendak darinya.Tok!Tok!"Masuk!""Permisi Pak Dokter, apa Pak Dokter memanggil saya?"Lirikan mata Nadhira mengarah pada Siska yang sudah berdiri sambil menggenggam tangannya sendiri, dia semakin bertanya-tanya ada apa, kenapa mereka bertiga dipanggil untuk kumpul dalam satu ruangan."Iya, aku memanggilmu. Dengarkan! Aku tugaskan Siska dan Anita untuk menjadi Asisten Perawat untukmu, dan sekarang kamu pindah ruang kerja, biar Anita dan Siska yang akan menunjukan tempat itu untukmu."Anita dan Siska bertepuk tangan kecil sambil bersorak lirih senang dengan keputusan Dokter Nathan, sedang Nadhira sendiri berusaha menahan tawa melihat kelucuan kedua temannya itu.Ternyata tempat yang baru Nadhira tempati bukanlah tempat kerjanya, melainkan tempat kosong yang baru saja di tinggal oleh Staf yang mengundurkan diri."Em, baik Dokter, terima kasih.""Anita, Siska, kalian antar Dokter Nadhira ke ruang kerjanya sekarang.""Baik Dokter," jawab mereka serentak.Mereka bertiga keluar dari ruang kerja Dokter Nathan, Siska dan Anita mengantarkan Nadhira ke ruangan kerja yang baru dimana, beberapa Ibu hamil sudah menunggunya untuk di periksa."Nah, ini ruangan kamu Nad, selamat bertugas," ujar Siska melihat ibu-ibu yang sedang duduk berjejer."Bismillah, kita mulai sekarang yah?"Satu persatu Nadhira memanggil daftar nama pasien yang datang hari ini. Di dampingi oleh Siska dan Anita Nadhira dengan luwesnya memeriksa pasien itu satu persatu tanpa sadar seseorang sedang mengamati mereka melakukan tugasnya...BERSAMBUNG."Papah! Aku datang!"Fahri dan Pak Baskara spontan menoleh pada suara wanita yang begitu ceria sambil membuka pintu. "Hei Sayang! Syukurlah kamu datang ke sini anak Papah?"Tapi beda halnya dengan Pak Baskara, Fahri dan Salsa justru saling pandang satu sama lain, mereka tak menyangka kalau akan di pertemukan kembali di perusahaan ini. "Salsa? Papah? Jadi ... !" gumam Fahri dalam hati. Dia tak tau kalau Pak Baskara kini sedang mengamati tingkah lakunya sekarang."Kamu kenapa Fahri? Sepertinya ada yang sedang kamu pikirkan?" ujar Pak Baskara yang melihat Fahri sontak termenung, dia mengira kalau Stafnya itu terpesona dengan putri kesayangannya.Secara fisik memang Salsa sangat menarik, tak salah jika siapa saja mengagumi kecantikannya seperti yang di bayangkan oleh Pak Baskara saat ini pada Fahri."Eh, nggak! Nggak apa-apa Pak. Maaf, aku ... !""Ini Salsabila, putri saya, dia baru pulang dari Amerika kemaren. Salsa, perkenalkan ini Staf terbaik Papah, Fahri."Senyum merekah dari bibir
"Lakukan Lab, nanti hasilnya berikan padaku, Anita." "Baik Dokter." "Aduh, ini udah sore, lebih baik aku pulang sekarang," sambung Nadhira sambil melihat benda bulat melingkar di pergelangan tangannya. Bisa di bayangkan bagaimana jika dia sampai terlambat sampai di rumah, mertuanya akan semakin gemas mengejeknya memperalat profesinya untuk menjatuhkan dia di hadapan suaminya. Tak perduli apakah Anita dan Siska sudah selesai mencacat semua keluhan pasien, Nadhira bergegas pergi. Berjalan begitu cepat sampai tak sadar kalau di depan ada orang yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya. Sama halnya dengan Nadhira, Dokter Nathan pun berjalan sambil melihat proposal yang di tunjukan oleh Asistennya sampai mereka tak sengaja bertabrakan. "Aduh!" Pria dingin itu hanya melihat sesaat pada wanita yang meringis sambil menyentuh bahunya. "Dokter Nathan! Eh, maaf Dok, saya tidak sengaja." Berharap kalau Dokter itu membalas dengan kata yang sama namun ternyata tidak. Dia hanya pergi t
"Kenapa Mas Fahri terlihat diam, apa ada sesuatu yang dia sembunyikan dari aku."Di sela-sela makan malamnya Fahri tak sadar kalau Nadhira sedang memperhatikannya, secara diam-diam dia melirik Fahri yang makan sambil memainkan ponselnya, tak seperti biasa suaminya seperti ini. Fahri tak pernah membawa ponsel sebelumnya saat mereka makan bersama.Merasa penasaran maka Nadhira memberanikan diri untuk bertanya apa yang membuat dia sedikit berubah malam ini. Lalu apakah Fahri akan jujur menjawab pertanyaan Nadhira, atau justru berbohong karena tak ingin membuat istrinya itu cemburu."Kamu kenapa Mas? Sibuk? Kok makan sambil main hand pone?""Eh, kenapa Sayang? Nggak! Ini cuma ada meeting penting besok."Jawaban Fahri terlihat sangat gelagapan, mana mungkin dia baik-baik saja, pasti ada sesuatu yang di sembunyikan dari Nadhira sekarang."Terus kenapa kamu terlihat berbeda hari ini? Ada apa, cerita sama aku?"Bukan Fahri yang menjawab tapi justru bu Sita lah yang kembali bersuara. Tak menem
"Malam ini Ibu senang sekali Salsa, kita bisa jalan-jalan ke luar. Makasih yah kamu udah belikan Tante banyak barang belanjaan seperti ini." Fahri dan Nadhira yang masih duduk santai di depan ruang televisi di buat tercengang dengan kepulangan bu Sita dan Salsa yang membawa barang belanjaan begitu banyak. Sepertinya sengaja Salsa lakukan itu agar bu Sita senang karena dia tau bagaimana caranya membuat wanita tua itu semakin terkesan dengannya. Dengan membelikan apa yang bu Sita mau dia akan semakin mudah untuk mendekati putranya. "Fahri lihat apa yang Mamah bawa! Nak Salsa belikan Mamah barang sebanyak ini!" Dengan bangganya bu Sita memperlihatkan beberapa tas kertas berisi barang mewah yang Salsa belikan untuknya. Bahkan Salsa juga membelikan sesuatu untuk Fahri tapi sengaja tak di berikan di depan istrinya. "Fahri kenapa kamu nggak datang, padahal aku tadi kirim pesan ke nomer kamu loh. Aku pikir kamu akan datang dan kita bisa belanja sama-sama." Dari sini Nadhira teringat bun
"Eh Fahri, ini aku Salsa. Maaf kalau membuatmu kaget, Fahri."Setelah tau kalau bayang hitam itu ternyata Salsa, Fahri segera menyalakan lampu. "Salsa, kamu sedang apa malam-malam seperti ini?""Maaf Fahri, tadi aku kebelet jadi aku ke sini. Ya sudah aku kembali ke kamar sekarang."Di saat Salsa melintas di depan Fahri, kakinya yang sengaja tersandung keset yang membuatnya hampir saja terjatuh.Dengan spontan Fahri menangkap pinggang ramping gadis berambut coklat itu, tanpa sadar mata mereka saling beradu pandang untuk beberapa detik sebelum Fahri sadar kalau wanita yang dia pegang bukanlah muhrimnya."Aduh!""Eh maaf Fahri, aku tak sengaja!"Tatapan itu serasa ada yang berbeda, darah Fahri berdesir kalau menghirup aroma wangi tubuh Salsa yang dia kenal sejak dulu.Rasanya masih sama seperti saat Salsa belum pergi ke Amerika untuk kuliah di sana. "Lain kali hati-hati.""Iya Fahri, kalau aku ke sana sekarang."*****"Pagi Mas, bangun ini udah pagi. Kita Sholat subuh dulu Mas.""Hem!"
"Pagi Pak Fahri," sapa sesama Staf pada saat Fahri sampai di kantor. Suasana masih lumayan sepi, baru ada beberapa Staf yang datang. "Weh kamu udah sampai bro! Gimana apa kerjaan lo lancar?" Tiba-tiba saja Seno mengagetkan Fahri dari belakang, laki-laki itu memang sangat usil, suka ganggu temannya apa lagi teman wanita pun banyak yang dia dekati walau hanya sekedar merayu saja. "Apaan sih lo! Ya beres lah, apanya yang nggak beres!" Malas rasanya Fahri meladeni manusia seperti Seno, hanya membuang waktu saja. Lebih baik waktu dia gunakan untuk mengecek pekerjaan di maja kerjanya. "Pagi Pak Baskara." Semua Staf berdiri, termasuk Fahri dan memberi hormat pada atasan mereka saat Pak Baskara sampai di susul seorang wanita cantik di belakangnya. Dengan memakai kaca mata hitam, Salsa mulai memasuki kantor dengan gayanya yang berkelas, tanpa banyak basa-basi dia hanya melemparkan senyuman pada para Staf yang menyambutnya. "Fahri kamu datang ke ruangan saya," ujar Pak Baskara memerintah.
"Astaga Dokter Nathan. Sis jadi kita di sini dengan Dokter Nathan juga!" Begitu bersemangatnya ke dua perawat itu saat melihat Dokter Nathan sudah berada di dalam ruang operasi, mengenakan pakaian khusus serta penutup kepala khusus untuk melakukan operasi. Dokter dingin itu melirik sesaat sambil memakai sarung tangan yang terbuat dari karet melihat dua perawat yang begitu lucu terhadapnya. "Dokter Nathan, jadi kali ini Dokter lah yang menjadi partnerku Dok?" "Hem!" Jawabnya singkat. Tanpa banyak basa basi mereka mulai memeriksa pasien, Dokter Nathan menghadap ke belakang saat pasien duduk hendak di berikan suntikan pati rasa di punggungnya. Nadhira memandang sesaat pada Dokter dingin itu seraya berkata-kata kenapa Dokter Nathan tak mau melihat pasien tersebut saat di suntik?. "Kita mulai sekarang!" "Bismillahirrahmanirrahim!" Tangan mereka berlumuran darah melakukan tindakan, mengangkat seorang bayi lewat operasi sesar yang di lakukan oleh Dokter Nadhira dan Dokter Nathan. Sesek
"Mas, kamu makan kok sambil main hand pone! Memangnya ada yang penting yah?"Masih dengan nada suara lembut Nadhira berusaha bertanya pada Fahri yang membuat dia bingung untuk menjawab. Dengan gelagapan, Fahri segera meletakkan benda pipih itu tepat di samping piring dia makan. Benda itu seperti sangat di lindunginya seolah takut jika ada orang yang mengambil. Sikap anehnya semakin membuat Nadhira curiga, naluri seorang istri mengatakan kalau suaminya saat ini sedang dalam masalah."Enggak! Cuma aku lagi nunggu Pak Baskara menelepon, itu saja.""Pak Baskara?""Iya Pak Baskara! Siapa lagi! Kamu nggak percaya?"Fahri menjawab pertanyaan Nadhira sedikit keras dan itu semakin memperkuat dugaan Nadhira, seandainya memang Pak Baskara lah yang dia tunggu lalu kenapa harus menjawabnya dengan nada keras."Nggak, bukan begitu! Ya sudah kalau itu benar Pak Baskara yang kamu tunggu Mas.""Habis kamu seakan nggak percaya sama aku!""Kamu kok gitu sih Mas!"Bisingnya perdebatan suami istri itu terd