Satya memang tidak pernah menunjukkan wajah kekasihnya itu. Karena hubungannya memang tidak pernah direstui oleh Hadi Wijaya. Laki-laki itu menganggap status keluarga Clara yang kurang jelas. Bahkan Hadi Wijaya sampai menyuruh Satya untuk memutuskan hubungannya dengan Clara sebelum menikah dengan Ayumi.Satya pun menyanggupi dan selama beberapa minggu sebelum menikah, mereka tak pernah terlibat dalam percakapan chat atau teleponan. Tapi apa yang Ayumi lihat saat ini?Hatinya mencelos melihat pemandangan tak menyenangkan itu. Namun dia bisa apa? Tidak mungkin juga melaporkan apa yang dilihatnya saat ini pada Hadi Wijaya. Dia tidak ingin ayah dan anak itu ribut hanya karena hal seperti ini.Biarlah saja. Ini urusan antara dirinya dan Satya.“Ay, kok bengong sih? Katanya mau pulang? Ada apa sih?”Pertanyaan yang dilontarkan Sita membuat kedua mata bulat Ayumi mengerjap beberapa saat. Membuyarkan semua yang ada di pikirannya.“Ah, nggak ada kok, Ta. Aku hanya teringat sesuatu,” sahut Ayum
“Ay, kalian nggak tidur satu kamar?” Sita mempertegas pertanyaannya.Membuat Ayumi mengerjapkan kedua matanya sesaat. Lalu tersenyum dan menyuruh sahabatnya itu duduk di kursi ruang tamu.“Maksudnya nggak gitu. Aku kan lagi haid, Jadi … untuk sementara waktu kita tidur terpisah kamar dulu. Takutnya Mas Satya nggak bisa tahan kalau tidur satu kamar denganku,” terangnya malu-malu.“Ya ampun, Ay. Jadi kamu belum melakukan itu?” tanyanya pelan. Tatapannya mengarah pada sahabatnya penuh selidik.“Apaan sih itu, itu.” Ayumi mengibaskan telapak tangan kanannya di depan wajah Sita sambil terkekeh. Pura-pura malu. “Sudahlah … sudah beres kok. Aku mau masak. sebentar lagi Mas Satya pulang nih,” imbuhnya menoleh pada jam yang sudah menunjukkan pukul setengah lima.“Sabtuan juga. Harusnya suami kamu itu pulang lebih awal, kerja mulu,” omel Sita sambil berdiri. “Ngedate
Satya dan Clara pun menghabiskan waktu mereka dengan menonton bioskop hingga pukul sebelas malam. Kemudian dilanjut dengan makan lagi karena Satya kembali lapar, pasalnya tadi dia hanya menikmati makanan sedikit saja.Mereka pun kembali makan malam dengan memesan makanan di restoran cepat saji yang masih buka selama dua puluh empat jam. Tentunya dengan kebersihan yang selalu terjaga juga kualitas makanannya yang sudah pasti terjamin.“Sayang, aku boleh nggak minta uangnya untuk keperluan perawatan kuku. Sebulan nggak ketemu kamu, kuku aku juga belum dirawat nih,” pintanya dengan manja seraya memperlihatkan kuku-kukunya yang belum sempat perawatan.“Aduh … kasihan sekali, Sayang. Sekali lagi maaf, ya. Aku janji deh, setelah ini kamu nggak akan pernah lagi sampai tak terurus seperti ini,” sahut Satya yang merasa bersalah karena telah mengabaikan kebutuhan Clara. Padahal dia hanya kekasih dan justru malah istrinya yang kini Satya abai
Keesokan harinya, Satya sudah bersiap dengan baju cassualnya. Parfum di tubuhnya menguar hingga menusuk indera penciuman Ayumi yang tengah memasak untuk sarapan. Karena masakan semalam sudah basi dan akhirnya terbuang dengan percuma. Bahkan Satya tak menyentuhnya sama sekali. Dia pulang langsung masuk kamar dan tidur.Padahal Ayumi memasak makanan kesukaan suaminya.“Mas semalam ke mana? Kenapa pulang larut malam sekali? Ini juga masih pagi-pagi sudah beres saja? Ada acara apa memang? Libur kan?” Ayumi terus memberondong Satya yang tengah meneguk segelas air itu dengan berbagai pertanyaan.Satya melepas gelasnya dari bibir tipisnya. Kedua mata elangnya menatap Ayumi dengan sengit. “Bukan urusanmu!”Jawaban yang cukup singkat. Namun mewakili semua pertanyaan yang Ayumi lontarkan. Bahkan suara gelas yang diletakkan dengan kasar itu mampu menggores luka di hati Ayumi.“Tapi aku istrimu, Mas. Aku berhak tahu ke mana kamu pergi dan urusan apa saja,” sahut Ayumi yang masih penasaran. Dia in
Sepanjang jalan, mereka pun saling diam. Hanya sesekali berbicara, itu pun jika Satya yang bertanya terlebih dahulu. Ayumi tak banyak bercerita, takut salah ucap dan mendapat bentakan dari Satya yang akan semakin membuat hatinya tak suka. Lebih baik dia diam meski tak nyaman.“Minggu depan aku ada urusan ke luar kota selama tiga hari,” ujar Satya tanpa menoleh ke arah Ayumi yang duduk di sebelahnya.“Iya,” sahutnya singkat dengan tatapan terus mengarah pada layar ponselnya yang tengah menampilkan pesan dari Sita.“Kalau diajak ngobrol sama suami itu yang fokus!” bentak Satya dengan kesal.Membuat Ayumi langsung mematikan layar ponsel dan mengembuskan napas panjang. Ada sedikit rasa jengkel di hatinya. Namun lagi-lagi dia memilih diam dan beristighfar.“Aku dengar kok, Mas. Nggak perlu kamu teriak-teriak,” sahutnya setenang mungkin agar Satya tak semakin marah padaya.“Dibilangin nggak usa
“Satya, nggak sopan kamu, Nak!” Hadi Wijaya menatap anaknya sedikit tidak suka karena menyemburkan minuman di hadapan ayahnya sendiri.“Emm ... maaf, Ayah. Nggak sengaja,” sahutnya dengan kepala tertunduk. Merasa bersalah atas tindakannya tadi.“Lain kali jangan diulangi.”“Iya, Ayah. Maaf ....”“Lagian kenapa sih? Kalian kok kayak orang kaget gitu Ayah tanyakan tentang anak? Kalian nggak menunda kan?” Hadi Wijaya menatap keduanya penuh selidik.Keduanya saling melempar pandang sesaat. Lalu Ayumi menatap ayah mertuanya dan menggeleng.“Nggak kok, Ayah. Terserah Allah saja mau kasihnya cepat atau nanti,” jawab Ayumi berusaha tenang dengan senyuman. Sedikit kikuk karena mendadak suasana menegang.“Betul apa kata Ayumi, Ayah. Kita sebagai manusia kan hanya bisa berusaha. Untuk hasil akhirnya tetap Allah yang menentukan kan?”Mendengar setiap kalima
“Sayang, kamu ke mana aja sih? Kok telepon aku baru dijawab?”Suara Clara dari seberang sana terdengar merajuk karena teleponnya tidak kunjung dijawab oleh Satya.“Maaf, Sayang. Kan tadi aku sudah kasih tahu sama kamu kalau aku dan Ayumi itu malam ini nginep di rumah Ayah. Jadi, ya … aku nggak bisa bebas hubungin kamu kalau ada Ayah. Takutnya nanti kita ketahuan. Aku nggak mau disuruh pisah lagi sama kamu.” Satya menjelaskan alasannya dia tidak kunjung menjawab telepon juga pesan dari Clara.Terdengar helaan napas panjang dan sedikit kasar dari seberang telepon.“Kapan sih kita bisa bebas pacarana lagi kayak dulu, Sayang? Aku capek begini terus.”Kali ini Satya yang mengembuskan napas panjang seraya mengusap wajahnya sedikit kasar.“Sabar dulu, Sayang. Aku juga lagi berusaha biar semua harta yang Ayah berikan untuk Ayumi bisa jatuh ke tanganku.” Satya memelankan cara bicaranya sambil menoleh ke arah sang Istri yang tengah berbaring memunggunginya di atas tempat tidur. Khawatir jika Ay
Tak ingin berdebat lagi, meski kesal, Ayumi pun menuruti apa yang diinginkan suaminya. Dia sendiri tak ingin peduli jika suaminya itu bohong padanya. Karena dia tahu jika Satya sebenarnya pergi berlibur dengan Clara. Bukan karena urusan bisnis.Makanya saat Satya memberitahunya, dia biasa saja. Justru malah kesal dibuatnya. Diam-diam dia menyadap aplikasi chat suaminya. Dan bodohnya, Satya tidak menyadari itu.Benar. Saat sampai di pertigaan jalan besar itu, Ayumi diturunkan di sana. Tanpa peduli bagaimana nanti istrinya sampai di apartemen, Satya langsung melajukan mobilnya ke arah bandara.“Astaghfirullah … sabarkan Ya Allah … lapangkan hatiku …,” gumam Ayumi menatap mobil suaminya yang semakin menjauh.Dia pun lantas mengeluarkan ponselnya dan memesan ojek online. Selang beberapa menit, ojek online pesanannya pun datang.“Mbak Ayumi?” tanyanya memastikan.“Iya, Mas betul. Mas Tono, ya.&rd