Menurut kalian bagaimana? Kembali dengan Aditya atau bertahan dengan Satya yang selalu menyakitinya?
Sita pun menyusul Ayumi ke mobil yang ada di parkiran setelah membayar sejumlah uang di kasir. Dia menatap Ayumi yang tengah berjongkok di samping mobil dengan bahunya yang bergetar. Lalu mendekatinya.“Ay,” panggilnya pelan. Ayumi pun menolah dengan wajahnya yang basah karena air mata. Kemudian merengkuh sahabatnya ke dalam pelukannya. Dia membiarkan sahabatnya meluapkan kesedihannya selama beberapa saat. Hingga hampir sepuluh menit Ayumi baru reda tangisnya.“Balik ke kantor, yuk! Kita sudah terlambat,” katanya dengan terbata-bata. Karena masih menyisakan isak tangis.“Kamu nggak apa-apa? Atau mau aku antar ke apartemen saja? Biar kamu bisa istirahat,” tawar Sita menatap sahabatnya dengan cemas. Khawatir terjadi sesuatu dengan sahabat yang sudah dia anggap seperti saudara sendiri itu.Ayumi menggeleng pelan. Meski sorot matanya masih terlihat sayu juga sedikit bengkak karena baru saja menangis. “Aku nggak apa-apa kok, Ta. Udah, yuk!”Sita menganggukkan kepalanya. Lalu menekan kunci
Ayumi sendiri memutuskan untuk pulang sendiri menggunakan ojek online. Padahal, Satya menunggunya di mobil. Laki-laki itu merasa bersalah karena melihat Ayumi menangis.Entah kenapa, air mata Ayumi kali ini baru berhasil menggugah hatinya.Dia pun membuntuti Ayumi dari belakang saat ojek online yang ditumpangi istrinya itu tidak berbelok ke arah apartemen miliknya. Tapi ke panti asuhan tempat istrinya dibesarkan.“Ngapain dia ke sini?” gumamnya sambil terus memperhatikan langkah sang Istri yang turun dari motor dan memasuki area panti asuhan yang sekarang bisa menampung dua ratus orang lebih.Bangunannya sudah lebih besar dan lebih bagus karena sumbangan dari Hadi Wijaya yang merupakan donatur utama di panti asuhan tersebut.Satya pun ikut turun setelah memastikan Ayumi masuk. Kemudian diam-diam mengikuti langkah Ayumi yang langsung dikerubungi anak-anak kecil.Senyum Ayumi merekah setelah bertemu dengan anak-anak kecil yang ada di panti asuhan.“Mbak ada bawa mainan sama jajan buat
Satya pun tiba di rumah Clara dan langsung menemani kekasihnya itu berbelanja sekalian jalan-jalan di mall.“Maaf, ya. Kamu jadi nunggu lama,” ujarnya dengan perasaan bersalah. Kemudian mengecup kening Clara dengan lembut.“Memang macet banget tadi di jalan?”“Iya, Sayang. Tadi juga ada beberapa hal penting yang harus aku urus sebelum pulang. Maaf, ya,” katanya lagi sambil menatap wajah kekasihnya dengan harapan bisa dimaafkan.“Iya, iya. Aku maafkan. Tapi jadi kan kamu temani aku belanja?” tanyanya membalas tatapan Satya.“Jadi dong pasti! Kan aku memang sudah meluangkan waktu untuk kamu,” sahutnya dengan senyum merekah.“Tapi, istri kamu itu nggak tahu kan kalau kita pergi?” Dia kembali melayangkan pertanyaan dengan nada sinis.Satya menggeleng. Kemudian merangkul bahu Clara dengan mesra. “Nggak, Sayang. Ya udah yuk nanti keburu malam. Katanya mau belanja!” ajaknya dan langsung menuntunnya memasuki mobil.Mereka pun melaju kea rah mall besar yang menjual barang-barang branded kesuk
“Maaf, Ay. Aku … terpaksa mengingkari janjiku untuk menikahimu.”Perempuan bermata bulat itu langsung mendongakkan kepalanya demi bisa menatap wajah laki-laki yang sudah satu tahun lebih itu mengisi hari-harinya dengan berbagai warna kehidupan. Terkadang sedih, tapi lebih banyak warna kebahagiaan yang dia lukiskan di setiap harinya. Sikap laki-laki yang ada di hadapannya selalu baik. Sering memberi kejutan-kejutan kecil yang membuat Ayumi merasa sangat dicintai. Apalagi setelah dia tinggal di sebuah panti asuhan yang memang sangat kurang kasih sayang orang tua. Meski ada pengurus, tapi mereka hanya melayani sewajarnya. Ayumi yang awalnya hanya mengikutiu arus hadirnya cinta, kini dia sudah benar-benar hanyut dan pasrah. Bahkan, kini dia juga sudah sangat mencintai laki-laki yang menjadi cinta pertamanya itu. “Ay,” panggil lirih. Tatapan matanya mengarah pada Ayumi dengan sendu. Tampak dengan jelas kesedihan di wajah laki-laki berusia dua puluh lima tahun itu. Gadis bermata bulat
“Yang benar saja, Ayah? Masa Satya mau dinikahkan dengan perempuan kampungan macam dia sih,” protesnya seraya melirik Ayumi dengan sinis.“Satya!” sahut Hadi dengan nada sedikit meninggi. Mengingatkan anak semata wayangnya agar tidak merendahkan orang lain.“Yah, Satya ini anak satu-satunya Ayah lho. Pewaris tunggal PT. Megabuana. Masa iya mau menikah dengan perempuan seperti ini.” Satya terus protes sembari menghina penampilan Ayumi.Ayumi sendiri hanya bisa menahan geram karena terus diremehkan oleh Satya. Padahal, dia sendiri memiliki andil dari perusahaan garmen yang dibangun oleh keluarga Hadi Wijaya.Dulu, Ayumi tinggal dan dibesarkan di sebuah panti asuhan khusus kaum dhuafa dan anak yatim. Hadi Wijaya sendiri adalah donatur tetap di panti asuhan sekaligus pesantren itu.Melihat bakat Ayumi yang begitu bagus dalam mendesain pakaian, dia pun menyekolahkan Ayumi di sebuah universitas negeri di Surabaya untuk lebih mengasah kemampuannya dalam mendesain pakaian. Dan setelah lulus,
Bagai dihantam godam yang tepat mengenai hatinya. Dadanya terasa sesak seketika. Bahkan, untuk mengambil napas saja rasanya Ayumi terasa berat.Dia baru saja berniat untuk mengabdikan dirinya untuk laki-laki dingin yang kini bergelar suami untuknya. Meski hanya di atas kertas seperti apa yang Satya katakan, tapi Ayumi ingin memperlakukan Satya dengan baik. Namun, apa balasannya? Sungguh Ayumi tak menyangka jika Satya akan sekasar ini padanya.Sebegitu bencinya kah dirinya pada Ayumi?Ayumi menganggukkan kepalanya pelan saat dia berhasil menguasai hatinya. Lalu mundur beberapa langkah hingga tubuhnya dia jatuhkan pada pinggiran tempat tidur. Duduk tepekur menahan sesak di dadanya.Sabar, Ayumi. Sabar ….Dia berusaha menenangkan dirinya sendiri agar lebih sabar. Dia sudah tahu tabiat atasannya sekaligus suaminya itu. Laki-laki keturunan timur tengah itu memang sudah menunjukkan sikap tidak Sukanya sejak pertama kali Ayumi menginjakkan kakinya di rumah mewah keluarga Hadi Wijaya. Apalagi
Untuk beberapa saat Ayumi terkesiap dengan perilaku suaminya. Perlakuannya sangat berbeda sekali lebih ramah dan hangat. Tak seperti saat di hotel, terkesan judes dan dingin. Boro-boro merangkul, menatap wajahnya saja terasa enggan sekali.Hingga Ayumi teringat apa kata suaminya saat masih di hotel. Dia mengangguk samar, paham dengan maksud perlakuan suaminya kini. Hanya sandiwara untuk menutupi kebusukan niatnya menikahi Ayumi.“Ayumi ingin segera ke rumah, Yah. Katanya bosan di hotel terus. Iya kan, Sayang?”Laki-laki bercambang tipis itu menoleh ke arah Ayumi dengan kerlingan nakal. Senyum di bibir tebalnya terlihat sangat manis. Ah, andai saja ini bukan sandiwara, pasti hati perempuan berusia dua puluh lima tahun itu sudah sangat senang.Sayang, semua hanya settingan.Ayumi tersenyum kikuk. Lalu mengangguk pelan. “Iya, Ayah. Nggak ngapa-ngapain di hotel kan jenuh,” sahutnya terpaksa berbohong mengikuti alur cerita yang sudah suaminya buat. Walaupan dia sendiri tidak ingin membohon
“Iya kan, Sayang?”Laki-laki menyebalkan itu kembali melayangkan pertanyaan yang sama pada Ayumi. Namun bedanya, kali ini ada sedikit penekanan. Juga tatapannya yang sedikit mendelik dengan senyum yang terlihat sekali dipaksakan. Dan … terkesan memaksa.“Ayumi nggak papa?” tanya Hadi menatap menantunya sedikit cemas. Karena tadi mendengar pekikannya.“Eh, nggak papa, Ayah,” sahutnya tanpa peduli dengan pertanyaan suaminya.“Yakin?”“Iya, Yah. Tadi Cuma agak kegigit saja lidahnya. Nggak papa kok,” sahutnya tersenyum kikuk.Sedangkan Satya melengos sambil memutar kedua bola matanya.“Yah, besok aku mau pindah.” Merasa diabaikan, Satya kembali mengulangi kalimatnya.Untung saja acara makan malam sudah selesai. Sehingga tidak merusak suasana dan selera makan. Tinggal menunggu adzan maghrib saja.Terdengar helaan napas panjang yang keluar dari mulut laki-laki paruh baya itu. “Satya, tidak bisakah kalian tinggal di sini saja? Ayah pasti akan kesepian kalau nggak ada kalian,” sahutnya dengan