Namun pada akhirnya tak ada satupun cara yang bisa Ayyara lakukan. Dia tidak bisa melarikan diri dari perjodohan itu. Dan tepat hari ini, dia dan Kieran akhirnya menikah.
Ayyara benar-benar merasa tersiksa. Dia tidak ingin berdiri di sana berdampingan dengan Kieran. Dia hanya ingin menikah dengan laki-laki yang dicintainya.Selama acara pernikahan, Ayyara tidak tenang. Dia kesal, dan juga takut. Pandangannya sesekali berkeliling menyorot setiap sudut aula acara itu. Dia mencari Bagas, kekasihnya yang pasti juga diundang dalam acara itu. Namun sayangnya, Ayyara sama sekali tak menemukannya. Ayyara tahu, pasti hati Bagas saat ini benar-benar terluka, sama seperti hatinya saat ini.Pernikahan dirinya dan Kieran itu diadakan di sebuah hotel, dengan cukup tertutup. Raymond hanya mengundang keluarga Bimantara, keluarga dari Ayyara, dan pejabat-pejabat rekan kerjanya. Sengaja diperketat, karena Raymond tidak ingin hal buruk terjadi di pernikahan putra semata wayangnya.Keluarga Bimantara memang cukup terkenal. Jadi wajar, jika pasti ada yang suka dan tidak suka dengan keluarga mereka. Dan Raymond tidak mau itu sampai merusak hari bahagia putranya.Setelah seharian acara berlangsung, Ayyara dan Kieran akhirnya dipersilakan beristirahat. Mereka sudah disiapkan kamar sepesial sebagai pengantin baru, oleh pengurus hotel yang sudah disewa Raymond.Ayyara lebih dulu memasuki kamar, berbeda dengan Kieran yang menghentikan langkanya lebih dulu sebelum masuk ke kamar itu. Pegawai yang tadinya mengantar mereka ke kamar itu memberikan isyarat pada Kieran, yang langsung dipahami oleh Kieran. Kieran kemudian tersenyum tanda terimakasih. Pegawai hotel itu kemudian pergi, dan Kieran melangkah memasuki kamar menyusul sang istri.Sesampainya di dalam, Ayyara langsung menghela nafas pelan, saat melihat kamar yang akan dia tiduri itu dipenuhi hiasan lilin dan bunga mawar."Ah, apa ini? Mereka pikir ini akan terlihat romantis?""Kamu tidak suka?"Ayyara menoleh, menatap laki-laki yang masih berdiri di sampingnya dengan sorot curiga. "Apa anda yang meminta pengurus hotel ini membuat ini?"Kieran tak menjawab. Memang benar, semua ini adalah idenya. Dia ingin malam pertamanya dengan Ayyara akan terlaksana dengan sangat romantis.Ayyara berdecak kesal. Dia tak menyukai semua ini."Pak. Apa kita harus tidur satu kamar?""Bisakah kau jangan memanggilku dengan sebutan itu lagi?" protes Kieran tak terima. "Kita sudah menikah, jadi jangan anggap aku sebagai atasanmu lagi. Jika mama dan papa tahu, mereka akan semakin curiga padamu."Ayyara menghela nafas berat. Dia sudah terbiasa memanggil Kieran dengan sebutan seperti itu, mungkin akan susah untuk menggantinya. Tapi benar juga apa yang dikatakan Kieran, bisa saja Raymond dan Daria akan mencurigainya, jika dia tetap memanggil Kieran seperti itu."Baiklah, m-mas.""Mas?"Ayyara kembali menatap Kieran, menatapnya dengan sorot kesal. Apa barusan laki-laki itu protes lagi dengan caranya memanggil?"Aku tidak boleh memanggilmu pak, karena kamu suamiku. Kamu juga tidak memperbolehkanku memanggil mas? Lalu, aku harus memanggilmu apa? Kieran?"Kieran menahan senyum, karena berhasil membuat Ayyara marah hanya karena masalah panggilan kepada dirinya. Kieran harap setelah itu, Ayyara akan lebih terbuka lagi dan tidak merasa canggung dengannya."Aku suka dengan panggilanmu barusan."Ayyara mendengus, tak peduli. Dia kemudian mulai berjalan menghampiri tempat tidur, membuang kelopak bunga mawar yang disusun di atas kasur membentuk pola love itu. Dia menggerutu kesal, seharusnya dia langsung bisa beristirahat. Tapi sekarang justru harus membersihkan tempat tidurnya lebih dulu."Jika aku satu kamar dengan Bagas, mungkin kelopak mawar ini tidak akan aku buang dari kasur.""Apa katamu?" tanya Kieran yang tak mendengar jelas apa yang perempuan itu katakan barusan. Ayyara sengaja berucap pelan."Tidak bukan apa-apa."Kieran menghela nafas. Lalu menghampiri perempuan itu. Sebenarnya Kieran sudah mempersiapkan semua itu dengan susah payah, tapi ternyata Ayyara tak menyukainya."Gantilah bajumu dulu, biar aku yang membersihkan ini. Pasti gaun itu sangat berat, kan?"Ayyara kembali menegakkan tubuhnya. Menatap laki-laki di sampingnya yang mulai menyingkirkan kelopak mawar satu-persatu di atas kasur itu."Baiklah kalau begitu."Perempuan itu mengambil baju ganti di dalam tasnya yang sudah di masukkan lebih dulu ke kamar itu. Lalu membawanya ke ruang ganti.Kieran menghentikan kegiatannya. Lalu menatap ke arah ruangan yang baru saja dimasuki Ayyara. Pintu ruangan itu sudah di tutup kembali.Entah kenapa, mendadak ada rasa ragu di hati Kieran. Saat ini dirinya memang sudah sah menjadi suami Ayyara. Seharusnya malam ini, dia boleh menyentuh perempuan yang dia cintai itu, bukan?"Walau Ayyara tidak menggagalkan acara pernikahan tadi, seperti apa yang dia katakan waktu itu. Aku rasa, dia tetap masih belum menerimaku. Dan, mungkin malam ini dia tidak mengizinkanku menyentuhnya."Kieran menghela nafas kecewa. Dia lalu menegakkan tubuhnya, dan melepas jasnya. Menyisakan kemeja putih yang masih dia pakai. Kieran lalu mengibaskan jasnya ke atas kasur, membuat kelopak mawar tersebut seketika terbang dan berguguran ke lantai.Setelah merasa bersih, Kieran langsung duduk di sisi kasur. Bertepatan dengan Ayyara yang keluar dari ruangan ganti, sudah mengenakan piyama.Perempuan itu berjalan mendekat. Memperhatikan kasur yang benar sudah bersih dari kelopak mawar tadi."Sudah selesai?"Ayyara mengangguk mengiyakan pertanyaan Kieran.Kieran diam sesaat. Meluruskan pandangannya ke depan sambil berpikir. Apa yang harus dia katakan sekarang pada perempuan itu? Dia berdehem lalu kembali menatap Ayyara yang masih berdiri di sisi ranjang."Ayyara -""Jangan berpikir kita akan melakukan macam-macam malam ini," potong Ayyara dengan cepat.Entah apa yang ingin di katakan Kieran barusan, Ayyara memang tidak bisa menebak. Namun dia berjaga-jaga, takut jika laki-laki itu akan berpikir malam ini mereka harus melakukan hal yang seharusnya dilakukan pengantin baru pada umumnya."Aku sudah katakan padamu sebelumnya. Aku tidak mencintaimu. Dan, aku tidak mungkin membiarkan tubuhku disentuh oleh laki-laki yang sama sekali tidak aku cintai. Jika bukan karena terpaksa, aku juga tidak mau satu kamar denganmu.""Kita sudah menjadi suami istri. Mau tidak mau, kamu harus bersedia memuaskan suamimu. Tubuhmu itu, sudah menjadi hakku. Jadi, tidak ada kata larangan saat aku ingin menyentuhmu."Mata Ayyara membulat, spontan dia langsung menyilangkan kedua tangannya ke depan dada, berusaha melindungi tubuhnya. Ayyara marah dengan ucapan Kieran barusan."Bukan salahku jika aku tidak mengizinkanmu menyentuhku, tapi itu salahmu sendiri yang tidak mau menyetujui permintaanku dan membantuku untuk membatalkan pernikahan ini. Kamu tidak boleh memaksaku untuk melayanimu!"Kieran menghela nafas kesal. Sampai kapan Ayyara akan terus melarangnya untuk menyentuhnya?"Tidurlah!"Ayyara menggeleng, tidak mau."Aku tidak akan tidur satu kasur denganmu. Aku tidak mau jika kamu sampai melakukan macam-macam padaku saat aku tertidur nanti."Kieran mengernyit tak percaya."Jadi, apa gunanya kita menikah?""Aku tidak tahu apa manfaat pernikahan ini untukmu. Tapi untukku, mungkin pernikahan ini bisa menyelamatkan keluargaku dari hutang. Tapi kamu tidak perlu khawatir, setelah tabunganku cukup untuk melunasi semuanya. Kamu boleh menceraikanku."Kieran menatap Ayyara dengan sorot tak terima. Dia sudah berhasil menikahi perempuan itu, dan Kieran berjanji tak akan melepaskannya begitu saja. Ayyara selamanya harus tetap jadi miliknya.Pandangan Ayyara tiba-tiba terarah pada sebuah sofa yang kebetulan terletak tak jauh dari mereka. Ayyara kemudian menunjuknya."Aku bisa tidur di sana. Jadi kita tidak perlu tidur bersama."Saat Ayyara nyaris melangkah, Kieran langsung menahan tangannya. Membuat Ayyara Kembali menatap laki-laki itu."Malam ini, akan kubiarkan kamu tidak tidur bersamaku. Tapi nanti, kita harus tidur bersama." Kieran berdiri, membuat Ayyara menatapnya tak paham. "Tidurlah di kasur, biar aku saja yang tidur di sana."Pukul tiga dini hari, Ayyara terbangun dari tidurnya. Dia mengucek kedua matanya, lalu berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk pada pandangannya. Ayyara kemudian beringsut duduk, lalu menguap lebar. "Jam berapa sekarang?" Tangannya meraba ke sekitar, mencari ponselnya untuk melihat pukul berapa saat ini. Namun belum sempat menemukan ponselnya, pandangan Ayyara tiba-tiba mengarah pada seorang laki-laki yang masih terlelap di atas sofa yang tak jauh dari tempat tidurnya. Laki-laki itu tidur dengan posisi meringkuk, membuat Ayyara menatapnya dengan sorot kasihan. Kieran sama sekali tidak menggunakan selimut. Kemeja yang dipakainya juga berbahan tipis. Ayyara yakin, pasti laki-laki itu tengah kedinginan. "Aku tidur di kasur empuk, dan memakai selimut. Sedangkan dia tidur di sofa sempit itu, dan harus menahan dingin." Sebenarnya Ayyara tak ingin mempedulikannya. Mau kedinginan atau tidak, Kieran begitu juga karena kesalahannya sediri bukan salah Ayyara. Namun entah
"Ini rumahmu?" tanya Ayyara saat dirinya dan Kieran sudah sampai di depan sebuah rumah mewah. Ini pertama kalinya Ayyara berada di sana. Dia baru tahu, jika Kieran ternyata memiliki rumah pribadi.Kieran mengangguk, mengiyakan pertanyaan sang istri. Dia mulai membuka pintu utama rumah itu, lalu masuk lebih dulu, meninggalkan Ayyara yang masih menatap rumahnya dengan takjub. "Untuk apa kamu memiliki rumah sebesar ini, sedangkan kamu belum mempunyai istri?" tanya Ayyara yang masih belum sadar jika laki-laki itu sudah masuk lebih dulu. Namun, pertanyaan Ayyara barusan masih sempat Kieran dengar. Membuat laki-laki itu menghentikan langkahnya setelah beberapa senti melewati pintu utama. Dia menoleh, menatap Ayyara yang masih berdiri di depan pintu masuk. "Kamu tidak ingin masuk?" Ayyara tersadar, dia menarik kopernya, lalu bergegas memasuki rumah itu. Mengikuti Kieran. "Aku sengaja membangun rumah ini lebih dulu, sebelum aku menikah. Dan aku sudah berjanji, akan menempati pertama kal
Pintu kamar terbuka secara perlahan. Kieran keluar dari kamar, dengan langkah pelan dan berhati-hati tanpa menimbulkan suara, dia berjalan menghampiri Ayyara. Perempuan itu tengah terlelap di atas sofa. Beberapa bungkus makanan kosong dibiarkan berserakan di atas meja. Kieran menghela nafas pelan. Ayyara sama sekali tak menyisakan sedikitpun makanan untuknya. Tapi tidak masalah. Kieran tidak marah. Lagi pula, jika dia ingin makan saat ini, Kieran bisa memesan makanan lagi. Makanan yang dimakan Ayyara tadi, dia sengaja pesan memang untuk perempuan itu. Kieran tahu jika Ayyara pasti sudah kelaparan sejak pagi belum makan.Tangan Kieran perlahan terulur, menyisikan anak rambut yang menghalangi sebagian wajah cantik perempuan itu. Dia lalu tersenyum samar, menatap wajah tenang Ayyara seperti ini saja, sudah membuat Kieran senang. "Maaf Ayyara. Aku tidak marah denganmu, sekalipun kamu mengatakan kamu lebih mencintai laki-laki lain dan tidak bisa mencintaiku. Aku tidak marah, walau kamu
Karena masih mengambil cuti, Kieran berniat untuk mengajak Ayyara honeymoon seperti yang dilakukan pasangan pengantin baru pada umumnya. Dia sudah berencana memesan tempat penginapan. Namun Kieran bingung, bagaimana cara mengatakan semua ini pada Ayyara?Sejak tadi, dia terus berjalan bolak-balik di depan kamarnya. Ingin masuk dan menemui Ayyara, tapi Kieran belum menemukan kalimat yang pas untuk mengatakan semua itu.Namun tiba-tiba pintu kamar terbuka. Ayyara yang sejak tadi di dalam kamar, kini keluar dengan pakaian yang sudah rapih. Membuat Kieran menatapnya dengan sorot bingung."Ayyara, pagi-pagi seperti ini mau kemana?""Aku mau ke tempat kerja. Ya, walaupun cutiku masih ada tiga hari, tapi aku ingin masuk kerja sekarang saja. Lagi pula, apa yang harus kulakukan jika terus di rumah."Kieran hanya menghela nahas pelan."Kamu masih ingin bekerja?"Ayyara mengernyit, menatap Kieran tak paham."Apa maksudmu b
Ayyara bergegas keluar dari mobil. Dia berjalan dengan langkah cepat, menghampiri laki-laki yang juga baru keluar dari taksi itu."Bagas!"Laki-laki itu menoleh, Ayyara langsung memeluknya dengan erat. Bagas tertegun, mendapat perlakuan secara tiba-tiba seperti itu dari Ayyara. "Ay-ayyara?""Aku sangat merindukanmu. Sudah lama sekali kita tidak bertemu, bukan?" Karena Bagas tidak kunjung membalas pelukannya, Ayyara akhirnya melepaskan pelukannya. Dia menatap wajah laki-laki itu yang masih terlihat bingung. Entah apa yang sedang dipikirkan Bagas saat ini."Kamu juga tidak pernah membalas pesan atau menjawab teleponku? Apa kamu ada masalah, hm?"Bagas segera menggeleng. "Tidak ada masalah. Hanya saja ... kenapa kamu terus seperti ini?"Ayyara mengernyit tidak paham. "Terus seperti ini? Apa maksudmu?""Ayyara, hubungan kita sudah selesai. Kamu sudah menikah dengan pak Kieran. Jika kita terus terlihat dek
"Mas!"Kieran tak mengehentikan langkahnya. Setelah keluar dari mobil, dia langsung kembali menarik Ayyara memasuki rumah. Sedikitpun, tak membiarkan tangan perempuan itu lepas dari cekalannya. Sekalipun saat ini mereka sudah berada di dalam rumah."Mas!"Kieran tetap tak menggubris, Ayyara berusaha memberontak melepaskan diri. Pergelangan tangannya terasa nyaris patah, Kieran mencekalnya begitu erat."Mas!" Kali ini Ayyara berhasil menarik tangannya dari cekalan laki-laki itu. Tepat, saat Kieran nyaris membawanya masuk ke dalam kamar. Ayyara menatap laki-laki itu dengan sorot marah. Dia mengusap pergelangan tangannya yang sudah memerah. "Sakit. Apa kamu ingin mematahkan tanganku?"Kieran tetap berusaha memasang raut tenang. Walau sejak tadi, emosinya sudah tak bisa tertahan lagi. Dia ingin marah, membentak, menyadarkan Ayyara bahwa perempuan itu telah melukai hatinya. Namun, Kieran tak sanggup melakukan semua itu. Seb
Terdengar langkah seseorang perlahan mendekat, Ayyara tak berani melihatnya, hanya terus fokus pada sarapan paginya. Setelah apa yang Kieran lakukan padanya tadi malam, Ayyara kini kembali canggung kepada laki-laki itu. Antara kesal dan juga malu, berani sekali Kieran menciumnya. Namun sialnya, kenapa Ayyara juga harus menikmatinya? Kieran menarik kursi di samping Ayyara, lalu duduk untuk ikut sarapan bersama sang istri.Hari ini Kieran memutuskan untuk kembali masuk kerja. Karena menurutnya juga percuma tetap mengambil cuti, sedangkan Ayyara saja sudah masuk kerja. Untuk apa dia berada di rumah tanpa ada Ayyara?Saat Kieran nyaris ingin mengambil makanan ke atas piringnya, mendadak ponselnya justru berdering. Membuat Kieran terpaksa menunda sarapannya. Dia memutuskan untuk menjawab panggilan itu lebih dulu.'Selamat pagi, pak Kieran. Maaf mengganggu waktunya. Saya hanya ingin menyampaikan jika klien kita setuju untuk melakukan pertemua
Ayyara mengangguk, dia sangat setuju dengan pemikirannya Barusan. Dengan antusias, Ayyara berdiri dari duduknya. Dan berniat segera berangkat. Namun langkahnya tertunda, saat ponselnya tiba-tiba berdering. Sebuah panggilan dari Kieran, memenuhi layar ponselnya, membuat Ayyara mengernyit bingung. Kenapa laki-laki itu menelponnya? Dengan sangat malas, Ayyara terpaksa harus menjawabnya. "Halo mas."'Ayyara, apa kamu masih ada di rumah? Apa kamu melihat dompetku di sana?'Ayyara menatap dompet hitam yang masih dia pegang. "Hm, aku melihatnya."'Bisakah kamu mengantarkannya ke tempat kerjaku? Aku tidak mungkin harus kembali lagi ke rumah. Aku tidak mempunyai banyak waktu sekarang.'Ayyara menghela nafas kesal. Baru saja dia mempunyai rencana untuk datang ke rumah Bagas, lagi-lagi harus di gagalkan oleh Kieran. "Yasudahlah, aku akan mengantarkan dompetmu ini ke kantormu. Lain kali, jika ingin berangkat k