Share

4. Membangunkanmu

Pukul tiga dini hari, Ayyara terbangun dari tidurnya. Dia mengucek kedua matanya, lalu berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk pada pandangannya. Ayyara kemudian beringsut duduk, lalu menguap lebar.

"Jam berapa sekarang?"

Tangannya meraba ke sekitar, mencari ponselnya untuk melihat pukul berapa saat ini. Namun belum sempat menemukan ponselnya, pandangan Ayyara tiba-tiba mengarah pada seorang laki-laki yang masih terlelap di atas sofa yang tak jauh dari tempat tidurnya. Laki-laki itu tidur dengan posisi meringkuk, membuat Ayyara menatapnya dengan sorot kasihan.

Kieran sama sekali tidak menggunakan selimut. Kemeja yang dipakainya juga berbahan tipis. Ayyara yakin, pasti laki-laki itu tengah kedinginan.

"Aku tidur di kasur empuk, dan memakai selimut. Sedangkan dia tidur di sofa sempit itu, dan harus menahan dingin."

Sebenarnya Ayyara tak ingin mempedulikannya. Mau kedinginan atau tidak, Kieran begitu juga karena kesalahannya sediri bukan salah Ayyara. Namun entah kenapa, Ayyara justru tak tega. Mau tak mau, akhirnya perempuan itu turun dari kasur sambil membawa selimut yang tadinya dia pakai. Menghampiri Kieran.

Ayyara kemudian menutupi tubuh laki-laki itu dengan selimut tebal yang dibawanya itu secara berhati-hati, berharap dia tak akan mengusik tidur Kieran.

Setelah selesai, Ayyara tak langsung pergi. Kantuknya juga sudah hilang, tidak mungkin dia akan melanjutkan tidurnya. Ayyara memilih duduk di lantai samping sofa yang menjadi tempat tidur Kieran saat itu, lalu kembali menarik selimut yang sudah menutupi tubuh Kieran hingga sampai bawah dagu laki-laki itu.

Pandangan Ayyara kini mengarah pada wajah laki-laki di hadapannya itu, menatapnya dengan seksama. Membuat Ayyara baru menyadari satu hal, ternyata Kieran itu begitu sangat tampan.

Pantas saja, dia sering mendengar dari teman-teman di sekitarnya, banyak perempuan yang telah jatuh hati pada Kieran hanya dengan sekali menatapnya.

Namun Ayyara bingung. Dari sekian banyaknya perempuan, kenapa harus dia yang berakhir menikah dengan laki-laki itu? Padahal di luar sana banyak yang mencintai Kieran, tapi kenapa dia yang dipaksa menikah padahal dia sama sekali tak mencintainya?

Ayyara menghela nafas kesal. Pandangannya kembali memperhatikan wajah tampan di depannya itu. Tangannya mulai terulur dengan ragu, ingin menyingkirkan anak rambut yang menutupi kening Kieran.

Namun belum sempat, sebuah tangan justru mencekal pergelangan Ayyara. Membuat perempuan itu seketika tersentak kaget.

Perlahan kelopak mata Kieran terbuka. Mata merah khas bangun tidur laki-laki itu langsung mengarah pada Ayyara, menatapnya datar. Ayyara justru panik, dia ketahuan jika telah memperhatikan Kieran saat tidur secara diam-diam. Pasti Kieran sekarang berpikir macam-macam tentangnya.

Dengan segera, Ayyara langsung menarik tangannya berusaha melepaskannya dari cengkeraman Kieran. Namun sialnya, Ayyara tak mampu, Kieran justru mencengkeram tangannya dengan sangat erat.

"Kenapa kamu menatapku seperti itu, barusan?" tanya Kieran dengan nada beratnya.

Nyawanya belum sepenuhnya kembali, matanya juga masih sangat mengantuk. Namun tidak mungkin Kieran akan melepaskan Ayyara begitu saja, setelah dia berhasil memergoki perempuan itu yang telah menatapnya secara diam-diam saat dia tidur.

Ayyara menggeleng, tak mau mengakuinya.

"A-aku tidak menatapmu!"

Kieran tersenyum. Ayyara pikir dirinya akan mudah dibohongi begitu saja. Tentu saja tidak.

"Apa kamu sekarang sadar, jika aku lebih tampan dibandingkan mantan kekasihmu itu?"

Ayyara mengernyit tak terima dengan apa yang dikatakan Kieran barusan.

"Apa maksudmu? Siapa mantanku? Bagas? Bagas bukan mantanku, dia masih menjadi kekasihku. Sampai sekarang hubunganku dan Bagas belum berakhir!"

Senyum Kieran perlahan memudar. Dia menatap Ayyara dengan sorot sakit. Padahal dirinya baru bangun tidur, tapi kenapa hatinya sudah dilukai dengan ucapan sang istri?

Tak ada jawaban dari Kieran. Ayyara kembali berusaha menarik tangannya dari cengkeraman Kieran agar dirinya bisa segera menjauh dari laki-laki itu. Namun Kieran masih belum mengizinkannya pergi.

"Bisakah lepaskan tanganku?"

Bukannya melepaskan seperti apa yang Ayyara perintahkan barusan. Kieran justru menarik tangan Ayyara, membuat perempuan itu seketika terjatuh menimpa tubuhnya.

Kieran masih memasang wajah datar, seakan sama sekali tidak bersalah dengan apa yang barusan dia lakukan pada Ayyara. Namun perempuan itu justru membelalak tak terima. Nyaris saja dia hampir mencium bibir laki-laki itu.

"Mas!"

Ayyara memukul keras dada bidang Kieran yang menjadi tempat bertumpu kedua tangannya. Dia ingin segera menegakkan tubuhnya, namun Kieran justru melingkarkan kedua tangannya ke pinggang perempuan itu, menahan Ayyara agar tetap berada di posisinya.

"Lepaskan aku, mas!"

"Coba katakan sekali lagi, tentang hubunganmu dan Bagas!"

"Aku dan Bagas saling mencintai! Aku dan Bagas masih menjalin hubungan, dan aku tidak mau hubungan kami berakhir! Kenapa? Apa kamu marah dengan hal itu? Jika ingin marah, marah saja dengan dirimu! Ini salahmu kenapa harus menikahiku!"

Kieran meneguk ludahnya sendiri. Tanpa sadar, semua kalimat yang diucapkan Ayyara barusan telah berkali-kali mengiris hati kieran. Kieran ingin marah, dan membentak perempuan itu untuk memintanya berhenti menyalahkan dirinya. Namun sebisa mungkin Kieran harus menahannya. Dia harus diam, dan membiarkan Ayyara terus melukainya.

"Aku tidak marah. Jika kamu tetap mencintai Bagas, cintai saja dia sesukamu. Tidak ada yang melarang, dan marah denganmu akan hal itu."

Ayyara menyipitkan pandangannya, menatap Kieran dengan sorot tak paham.

Namun tak lama Ayyara segera tersadar. Wajar Kieran tak marah, dia berpikir mungkin karena Kieran juga tak mencintainya jadi laki-laki itu sama sekali tidak marah jika Ayyara mengatakan cinta dengan laki-laki lain.

Di tengah Ayyara sibuk berpikir, pandangan Kieran justru terarah pada bibir ranum sang istri. Perlahan Kieran mengangkat kepalanya, agar bibir mereka lebih saling dekat.

Menyadari hal itu, Ayyara tertegun. Dengan segera dia langsung menutup bibir Kieran dengan telapak tangannya, menghentikan Kieran. Tentu Ayyara tahu apa yang akan Kieran lakukan padanya. Ayyara menatapnya marah.

"Apa yang ingin kamu lakukan? Kamu mau menciumku? Dasar mesum!"

Entah kenapa, mengetahui Kieran nyaris menciumnya Ayyara jadi berpikir negatif. Pasti laki-laki itu saat ini sedang bernafsu, dan ingin melakukan hal macam-macam padanya. Apalagi saat ini Kieran telah mengunci tubuhnya di posisi yang sangat intim seperti ini.

"Ingat, kita tidak saling mencintai. Jadi aku tidak akan membiarkanmu menyentuhku! Mengerti?"

Perlahan salah satu sudut bibir laki-laki itu terangkat, mengukir seringai penuh arti yang membuat Ayyara semakin berpikir macam-macam.

"Kenapa kamu tersenyum seperti itu? Cepat lepaskan aku!" protes Ayyara tak terima.

Ayyara kembali memukul dada Kieran cukup kasar, hingga Kieran akhirnya melepaskannya.

"Awas saja jika kamu berani melakukan itu lagi padaku!" ucap Ayyara penuh peringatan, sebelum akhirnya dia melangkah pergi meninggalkan Kieran yang masih terbaring di atas sofa.

Setelah Ayyara pergi Kieran mulai beringsut duduk, lalu menoleh ke arah sang istri pergi. Seringai yang tak begitu kentara itu masih terukir di bibirnya.

Kieran kemudian berucap lirih, "setidaknya kamu sudah menjadi istriku, Ayyara."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status