Pukul tiga dini hari, Ayyara terbangun dari tidurnya. Dia mengucek kedua matanya, lalu berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk pada pandangannya. Ayyara kemudian beringsut duduk, lalu menguap lebar.
"Jam berapa sekarang?"Tangannya meraba ke sekitar, mencari ponselnya untuk melihat pukul berapa saat ini. Namun belum sempat menemukan ponselnya, pandangan Ayyara tiba-tiba mengarah pada seorang laki-laki yang masih terlelap di atas sofa yang tak jauh dari tempat tidurnya. Laki-laki itu tidur dengan posisi meringkuk, membuat Ayyara menatapnya dengan sorot kasihan.Kieran sama sekali tidak menggunakan selimut. Kemeja yang dipakainya juga berbahan tipis. Ayyara yakin, pasti laki-laki itu tengah kedinginan."Aku tidur di kasur empuk, dan memakai selimut. Sedangkan dia tidur di sofa sempit itu, dan harus menahan dingin."Sebenarnya Ayyara tak ingin mempedulikannya. Mau kedinginan atau tidak, Kieran begitu juga karena kesalahannya sediri bukan salah Ayyara. Namun entah kenapa, Ayyara justru tak tega. Mau tak mau, akhirnya perempuan itu turun dari kasur sambil membawa selimut yang tadinya dia pakai. Menghampiri Kieran.Ayyara kemudian menutupi tubuh laki-laki itu dengan selimut tebal yang dibawanya itu secara berhati-hati, berharap dia tak akan mengusik tidur Kieran.Setelah selesai, Ayyara tak langsung pergi. Kantuknya juga sudah hilang, tidak mungkin dia akan melanjutkan tidurnya. Ayyara memilih duduk di lantai samping sofa yang menjadi tempat tidur Kieran saat itu, lalu kembali menarik selimut yang sudah menutupi tubuh Kieran hingga sampai bawah dagu laki-laki itu.Pandangan Ayyara kini mengarah pada wajah laki-laki di hadapannya itu, menatapnya dengan seksama. Membuat Ayyara baru menyadari satu hal, ternyata Kieran itu begitu sangat tampan.Pantas saja, dia sering mendengar dari teman-teman di sekitarnya, banyak perempuan yang telah jatuh hati pada Kieran hanya dengan sekali menatapnya.Namun Ayyara bingung. Dari sekian banyaknya perempuan, kenapa harus dia yang berakhir menikah dengan laki-laki itu? Padahal di luar sana banyak yang mencintai Kieran, tapi kenapa dia yang dipaksa menikah padahal dia sama sekali tak mencintainya?Ayyara menghela nafas kesal. Pandangannya kembali memperhatikan wajah tampan di depannya itu. Tangannya mulai terulur dengan ragu, ingin menyingkirkan anak rambut yang menutupi kening Kieran.Namun belum sempat, sebuah tangan justru mencekal pergelangan Ayyara. Membuat perempuan itu seketika tersentak kaget.Perlahan kelopak mata Kieran terbuka. Mata merah khas bangun tidur laki-laki itu langsung mengarah pada Ayyara, menatapnya datar. Ayyara justru panik, dia ketahuan jika telah memperhatikan Kieran saat tidur secara diam-diam. Pasti Kieran sekarang berpikir macam-macam tentangnya.Dengan segera, Ayyara langsung menarik tangannya berusaha melepaskannya dari cengkeraman Kieran. Namun sialnya, Ayyara tak mampu, Kieran justru mencengkeram tangannya dengan sangat erat."Kenapa kamu menatapku seperti itu, barusan?" tanya Kieran dengan nada beratnya.Nyawanya belum sepenuhnya kembali, matanya juga masih sangat mengantuk. Namun tidak mungkin Kieran akan melepaskan Ayyara begitu saja, setelah dia berhasil memergoki perempuan itu yang telah menatapnya secara diam-diam saat dia tidur.Ayyara menggeleng, tak mau mengakuinya."A-aku tidak menatapmu!"Kieran tersenyum. Ayyara pikir dirinya akan mudah dibohongi begitu saja. Tentu saja tidak."Apa kamu sekarang sadar, jika aku lebih tampan dibandingkan mantan kekasihmu itu?"Ayyara mengernyit tak terima dengan apa yang dikatakan Kieran barusan."Apa maksudmu? Siapa mantanku? Bagas? Bagas bukan mantanku, dia masih menjadi kekasihku. Sampai sekarang hubunganku dan Bagas belum berakhir!"Senyum Kieran perlahan memudar. Dia menatap Ayyara dengan sorot sakit. Padahal dirinya baru bangun tidur, tapi kenapa hatinya sudah dilukai dengan ucapan sang istri?Tak ada jawaban dari Kieran. Ayyara kembali berusaha menarik tangannya dari cengkeraman Kieran agar dirinya bisa segera menjauh dari laki-laki itu. Namun Kieran masih belum mengizinkannya pergi."Bisakah lepaskan tanganku?"Bukannya melepaskan seperti apa yang Ayyara perintahkan barusan. Kieran justru menarik tangan Ayyara, membuat perempuan itu seketika terjatuh menimpa tubuhnya.Kieran masih memasang wajah datar, seakan sama sekali tidak bersalah dengan apa yang barusan dia lakukan pada Ayyara. Namun perempuan itu justru membelalak tak terima. Nyaris saja dia hampir mencium bibir laki-laki itu."Mas!"Ayyara memukul keras dada bidang Kieran yang menjadi tempat bertumpu kedua tangannya. Dia ingin segera menegakkan tubuhnya, namun Kieran justru melingkarkan kedua tangannya ke pinggang perempuan itu, menahan Ayyara agar tetap berada di posisinya."Lepaskan aku, mas!""Coba katakan sekali lagi, tentang hubunganmu dan Bagas!""Aku dan Bagas saling mencintai! Aku dan Bagas masih menjalin hubungan, dan aku tidak mau hubungan kami berakhir! Kenapa? Apa kamu marah dengan hal itu? Jika ingin marah, marah saja dengan dirimu! Ini salahmu kenapa harus menikahiku!"Kieran meneguk ludahnya sendiri. Tanpa sadar, semua kalimat yang diucapkan Ayyara barusan telah berkali-kali mengiris hati kieran. Kieran ingin marah, dan membentak perempuan itu untuk memintanya berhenti menyalahkan dirinya. Namun sebisa mungkin Kieran harus menahannya. Dia harus diam, dan membiarkan Ayyara terus melukainya."Aku tidak marah. Jika kamu tetap mencintai Bagas, cintai saja dia sesukamu. Tidak ada yang melarang, dan marah denganmu akan hal itu."Ayyara menyipitkan pandangannya, menatap Kieran dengan sorot tak paham.Namun tak lama Ayyara segera tersadar. Wajar Kieran tak marah, dia berpikir mungkin karena Kieran juga tak mencintainya jadi laki-laki itu sama sekali tidak marah jika Ayyara mengatakan cinta dengan laki-laki lain.Di tengah Ayyara sibuk berpikir, pandangan Kieran justru terarah pada bibir ranum sang istri. Perlahan Kieran mengangkat kepalanya, agar bibir mereka lebih saling dekat.Menyadari hal itu, Ayyara tertegun. Dengan segera dia langsung menutup bibir Kieran dengan telapak tangannya, menghentikan Kieran. Tentu Ayyara tahu apa yang akan Kieran lakukan padanya. Ayyara menatapnya marah."Apa yang ingin kamu lakukan? Kamu mau menciumku? Dasar mesum!"Entah kenapa, mengetahui Kieran nyaris menciumnya Ayyara jadi berpikir negatif. Pasti laki-laki itu saat ini sedang bernafsu, dan ingin melakukan hal macam-macam padanya. Apalagi saat ini Kieran telah mengunci tubuhnya di posisi yang sangat intim seperti ini."Ingat, kita tidak saling mencintai. Jadi aku tidak akan membiarkanmu menyentuhku! Mengerti?"Perlahan salah satu sudut bibir laki-laki itu terangkat, mengukir seringai penuh arti yang membuat Ayyara semakin berpikir macam-macam."Kenapa kamu tersenyum seperti itu? Cepat lepaskan aku!" protes Ayyara tak terima.Ayyara kembali memukul dada Kieran cukup kasar, hingga Kieran akhirnya melepaskannya."Awas saja jika kamu berani melakukan itu lagi padaku!" ucap Ayyara penuh peringatan, sebelum akhirnya dia melangkah pergi meninggalkan Kieran yang masih terbaring di atas sofa.Setelah Ayyara pergi Kieran mulai beringsut duduk, lalu menoleh ke arah sang istri pergi. Seringai yang tak begitu kentara itu masih terukir di bibirnya.Kieran kemudian berucap lirih, "setidaknya kamu sudah menjadi istriku, Ayyara.""Ini rumahmu?" tanya Ayyara saat dirinya dan Kieran sudah sampai di depan sebuah rumah mewah. Ini pertama kalinya Ayyara berada di sana. Dia baru tahu, jika Kieran ternyata memiliki rumah pribadi.Kieran mengangguk, mengiyakan pertanyaan sang istri. Dia mulai membuka pintu utama rumah itu, lalu masuk lebih dulu, meninggalkan Ayyara yang masih menatap rumahnya dengan takjub. "Untuk apa kamu memiliki rumah sebesar ini, sedangkan kamu belum mempunyai istri?" tanya Ayyara yang masih belum sadar jika laki-laki itu sudah masuk lebih dulu. Namun, pertanyaan Ayyara barusan masih sempat Kieran dengar. Membuat laki-laki itu menghentikan langkahnya setelah beberapa senti melewati pintu utama. Dia menoleh, menatap Ayyara yang masih berdiri di depan pintu masuk. "Kamu tidak ingin masuk?" Ayyara tersadar, dia menarik kopernya, lalu bergegas memasuki rumah itu. Mengikuti Kieran. "Aku sengaja membangun rumah ini lebih dulu, sebelum aku menikah. Dan aku sudah berjanji, akan menempati pertama kal
Pintu kamar terbuka secara perlahan. Kieran keluar dari kamar, dengan langkah pelan dan berhati-hati tanpa menimbulkan suara, dia berjalan menghampiri Ayyara. Perempuan itu tengah terlelap di atas sofa. Beberapa bungkus makanan kosong dibiarkan berserakan di atas meja. Kieran menghela nafas pelan. Ayyara sama sekali tak menyisakan sedikitpun makanan untuknya. Tapi tidak masalah. Kieran tidak marah. Lagi pula, jika dia ingin makan saat ini, Kieran bisa memesan makanan lagi. Makanan yang dimakan Ayyara tadi, dia sengaja pesan memang untuk perempuan itu. Kieran tahu jika Ayyara pasti sudah kelaparan sejak pagi belum makan.Tangan Kieran perlahan terulur, menyisikan anak rambut yang menghalangi sebagian wajah cantik perempuan itu. Dia lalu tersenyum samar, menatap wajah tenang Ayyara seperti ini saja, sudah membuat Kieran senang. "Maaf Ayyara. Aku tidak marah denganmu, sekalipun kamu mengatakan kamu lebih mencintai laki-laki lain dan tidak bisa mencintaiku. Aku tidak marah, walau kamu
Karena masih mengambil cuti, Kieran berniat untuk mengajak Ayyara honeymoon seperti yang dilakukan pasangan pengantin baru pada umumnya. Dia sudah berencana memesan tempat penginapan. Namun Kieran bingung, bagaimana cara mengatakan semua ini pada Ayyara?Sejak tadi, dia terus berjalan bolak-balik di depan kamarnya. Ingin masuk dan menemui Ayyara, tapi Kieran belum menemukan kalimat yang pas untuk mengatakan semua itu.Namun tiba-tiba pintu kamar terbuka. Ayyara yang sejak tadi di dalam kamar, kini keluar dengan pakaian yang sudah rapih. Membuat Kieran menatapnya dengan sorot bingung."Ayyara, pagi-pagi seperti ini mau kemana?""Aku mau ke tempat kerja. Ya, walaupun cutiku masih ada tiga hari, tapi aku ingin masuk kerja sekarang saja. Lagi pula, apa yang harus kulakukan jika terus di rumah."Kieran hanya menghela nahas pelan."Kamu masih ingin bekerja?"Ayyara mengernyit, menatap Kieran tak paham."Apa maksudmu b
Ayyara bergegas keluar dari mobil. Dia berjalan dengan langkah cepat, menghampiri laki-laki yang juga baru keluar dari taksi itu."Bagas!"Laki-laki itu menoleh, Ayyara langsung memeluknya dengan erat. Bagas tertegun, mendapat perlakuan secara tiba-tiba seperti itu dari Ayyara. "Ay-ayyara?""Aku sangat merindukanmu. Sudah lama sekali kita tidak bertemu, bukan?" Karena Bagas tidak kunjung membalas pelukannya, Ayyara akhirnya melepaskan pelukannya. Dia menatap wajah laki-laki itu yang masih terlihat bingung. Entah apa yang sedang dipikirkan Bagas saat ini."Kamu juga tidak pernah membalas pesan atau menjawab teleponku? Apa kamu ada masalah, hm?"Bagas segera menggeleng. "Tidak ada masalah. Hanya saja ... kenapa kamu terus seperti ini?"Ayyara mengernyit tidak paham. "Terus seperti ini? Apa maksudmu?""Ayyara, hubungan kita sudah selesai. Kamu sudah menikah dengan pak Kieran. Jika kita terus terlihat dek
"Mas!"Kieran tak mengehentikan langkahnya. Setelah keluar dari mobil, dia langsung kembali menarik Ayyara memasuki rumah. Sedikitpun, tak membiarkan tangan perempuan itu lepas dari cekalannya. Sekalipun saat ini mereka sudah berada di dalam rumah."Mas!"Kieran tetap tak menggubris, Ayyara berusaha memberontak melepaskan diri. Pergelangan tangannya terasa nyaris patah, Kieran mencekalnya begitu erat."Mas!" Kali ini Ayyara berhasil menarik tangannya dari cekalan laki-laki itu. Tepat, saat Kieran nyaris membawanya masuk ke dalam kamar. Ayyara menatap laki-laki itu dengan sorot marah. Dia mengusap pergelangan tangannya yang sudah memerah. "Sakit. Apa kamu ingin mematahkan tanganku?"Kieran tetap berusaha memasang raut tenang. Walau sejak tadi, emosinya sudah tak bisa tertahan lagi. Dia ingin marah, membentak, menyadarkan Ayyara bahwa perempuan itu telah melukai hatinya. Namun, Kieran tak sanggup melakukan semua itu. Seb
Terdengar langkah seseorang perlahan mendekat, Ayyara tak berani melihatnya, hanya terus fokus pada sarapan paginya. Setelah apa yang Kieran lakukan padanya tadi malam, Ayyara kini kembali canggung kepada laki-laki itu. Antara kesal dan juga malu, berani sekali Kieran menciumnya. Namun sialnya, kenapa Ayyara juga harus menikmatinya? Kieran menarik kursi di samping Ayyara, lalu duduk untuk ikut sarapan bersama sang istri.Hari ini Kieran memutuskan untuk kembali masuk kerja. Karena menurutnya juga percuma tetap mengambil cuti, sedangkan Ayyara saja sudah masuk kerja. Untuk apa dia berada di rumah tanpa ada Ayyara?Saat Kieran nyaris ingin mengambil makanan ke atas piringnya, mendadak ponselnya justru berdering. Membuat Kieran terpaksa menunda sarapannya. Dia memutuskan untuk menjawab panggilan itu lebih dulu.'Selamat pagi, pak Kieran. Maaf mengganggu waktunya. Saya hanya ingin menyampaikan jika klien kita setuju untuk melakukan pertemua
Ayyara mengangguk, dia sangat setuju dengan pemikirannya Barusan. Dengan antusias, Ayyara berdiri dari duduknya. Dan berniat segera berangkat. Namun langkahnya tertunda, saat ponselnya tiba-tiba berdering. Sebuah panggilan dari Kieran, memenuhi layar ponselnya, membuat Ayyara mengernyit bingung. Kenapa laki-laki itu menelponnya? Dengan sangat malas, Ayyara terpaksa harus menjawabnya. "Halo mas."'Ayyara, apa kamu masih ada di rumah? Apa kamu melihat dompetku di sana?'Ayyara menatap dompet hitam yang masih dia pegang. "Hm, aku melihatnya."'Bisakah kamu mengantarkannya ke tempat kerjaku? Aku tidak mungkin harus kembali lagi ke rumah. Aku tidak mempunyai banyak waktu sekarang.'Ayyara menghela nafas kesal. Baru saja dia mempunyai rencana untuk datang ke rumah Bagas, lagi-lagi harus di gagalkan oleh Kieran. "Yasudahlah, aku akan mengantarkan dompetmu ini ke kantormu. Lain kali, jika ingin berangkat k
"Pak Kieran," panggil Nasya, saat melihat sang CEO yang baru saja keluar dari sebuah ruangan. Kieran menoleh, melihat keberadaan sang sekertaris tak jauh darinya, dia langsung menghampiri."Pak Kieran, ini dompet bapak. Tadi ibu Ayyara mengantarkannya sampai depan perusahaan." Nasya memberikan dompet hitam yang tadinya diberikan Ayyara padanya. Kieran mengangguk, mengiyakan. Lalu tersenyum. "Terimakasih.""Oh iya pak, sebelumnya maaf. Saya merasa tidak enak dengan ibu Ayyara."Kieran mengernyit tak paham dengan ucapan perempuan itu barusan. "Kenapa seperti itu?""Sepertinya, ibu Ayyara cemburu dengan keberadaan saya."Kieran kembali tersenyum, ucapan perempuan itu sangat terdengar lucu di telinganya. Dia rasa, itu tidak akan mungkin terjadi. "Lagi pula, kenapa kamu berpikir seperti itu? Kamu 'kan di sini hanya bekerja, saya rasa istri saya pasti paham, dan tidak akan mungkin cemburu denganmu.""Tapi, pak. Saat