Share

Aku Terjebak di Keluarga Toxic
Aku Terjebak di Keluarga Toxic
Penulis: HAtiKiSa

1. Tajamnya Lidah Mertua

"Nih, jatah uangmu sebulan. Cukup-cukupin jangan boros. " Ibu mertua melemparkan uang ratusan ribu sebanyak lima lembar kepada Rheta yang sedang menyetrika baju para penghuni rumah.

Rheta menaruh setrikaan dan memunguti uang yang di lempar ibu mertuanya, dan memasukkannya ke kantong dasternya.

"Makanya, cari kerja sana. Jangan bisanya cuma menengadahkan tangan meminta gaji suami. Kau pikir suamimu itu mesin pencetak uang apa. "

Rheta hanya diam mendengarkan ocehan ibu mertuanya, yang sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Rheta, dan melanjutkan menyetrika.

"Tapi kalau di pikir-pikir kamu bisa kerja apa ya? Lha wong cuma lulusan SMA. Harusnya kamu itu tau diri, kamu itu ga sepadan dengan Danil. Anakku lulusan universitas dan menyandang gelar sarjana. Kamu ga mikir apa, dulu waktu di lamar Danil kenapa kamu mau sih. " Ibu Ayu bersungut-sungut dengan berkacak pinggang.

"Dan lihat lah sekarang, kau cuma jadi benalu di keluarga kami. Bisanya cuma makan tidur dan menengadahkan tangan meminta gaji suami. Dasar menantu tidak tau diri. " Ibu Ayu akhirnya pergi setelah puas menghina dan mencaci Rheta.

Setelah kepergian ibu merutanya Rheta menghembuskan napasnya kasar. Mencoba tetap kuat tiap kali mendapatkan cacian dan hinaan dari mertuanya. Rheta selalu berusaha menahan air mata nya agar tidak keluar di depan ibu mertua, karena tidak ingin terlihat menyedihkan. Jika hati terlalu sakit, menangis pun rasanya sulit. Selama tujuh tahun pernikahannya dengan Danil, Rheta tidak pernah sekalipun mendapatkan perlakuan yang baik dari ibu mertua dan keluarganya.

Walaupun sudah tidak tinggal satu atap sejak dua tahun lalu, tapi tetap saja ibu mertua selalu memVano dan memintanya untuk datang kerumah mertua dan melakukan pekerjaan rumah jika Danil sedang pergi bekerja. Setelah menikah dengan Rheta pekerjaan Danil pun merangkak naik, yang awalnya hanya sales marketing sekarang sudah naik menjadi manager. Membuat Danil sering keluar kota untuk mengurus kantor cabang dan jarang pulang ke rumah. Itu membuat keluarga Danil semakin semena-mena kepada Rheta.

"Ini seperti gaji selama sebulan. Padahal gaji pembantu di luar sana lebih besar dari ini. Aku seperti menantu sekaligus pembantu di rumah keluarga suamiku sendiri. " gumam Rheta meratapi nasibnya.

Setelah semua pekerjaannya selesai, Rheta berpamitan kepada ibu mertuanya untuk menjemput anaknya pulang sekolah. Saat ini anak Rheta yang bernama Vano sudah duduk di kelas TK B. Rheta selalu berfikir, apakah cukup uang segini untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan mungkin sebentar lagi Vano sudah mau masuk SD dan itu membutuhkan uang yang lumayan banyak untuk membeli keperluan sekolahnya dan biaya lainnya.

Untungnya Vano adalah anak yang penurut, dia selalu membawa bekal sendiri dari rumah dan sebotol air minum. Jadi sedikit membantu meringankan beban pengeluaran Rheta. Sesampainya di sekolah Vano, Rheta langsung memanggil Vano yang sedang menunggunya di balik pagar sekolah. Vano langsung lari menuju ibunya dan langsung mendapat sambutan pelukan dari Rheta.

"Bu, Vano pengen beli es krim. Tapi jangan yang mahal-mahal deh bu, beli yang dua ribuan aja di abang-abang yang lewat keliling. " kata Vano dalam perjalanan pulangnya.

Mendengar permintaan Vano hati Rheta mencelos, dia sadar selama ini dia jarang sekali membelikan jajanan kepada anaknya itu. Dan mungkin Vano mengerti keadaan Ibunya, jadi dia tidak banyak meminta.

"Vano pengen es krim? " tanya Rheta memastikan.

Vano mengangguk.

"Baiklah, ayo kita beli es krim. " Rheta akhirnya mengajak Vano ke penjual es krim yang mangkal di dekat sekolahan Vano.

Vano terlihat antusias dan sangat bahagia, karena pada akhirnya bisa merasakan es krim.

"Ini enak sekali lho bu. " kata Vano sambil menjilati es krim nya.

Rheta tersenyum menanggapi ucapan anaknya itu.

Sesampainya di rumah Rheta segera membersihkan diri, dan melakukan sholat duhur. Setelah sholat, dilihatnya Vano sedang makan siang dengan lahap. Walau hanya dengan nasi dan tempe, Vano selalu bersyukur hari ini masih bisa makan.

Setelah acara makan siang mereka selesai, Rheta mengajak anaknya untuk tidur siang. Tapi Rheta sendiri tidak dapat memejamkan matanya. Rheta masih terngiang-ngiang ucapan menyakitkan dari ibu mertuanya.

"Aku harus mulai memikirkan diriku sendiri, Aku tidak bisa seperti ini terus. Apalagi uang yang diberikan ibu, semakin hari semakin sedikit. Padahal kalau dipikir-pikir semakin tinggi jabatan mas Danil, gajinya pasti semakin besar. Tapi uang yang diberikan padaku semakin sedikit." Pikir Rheta.

"Aku harus bekerja, dan menghasilkan uang sendiri. Demi masa depan Vano. Nanti sore aku akan pergi ke rumah bu Dian. Mungkin bu Dian bisa memberiku pekerjaan. "

Bu Dian adalah salah satu orang kaya di kampung tempat Rheta mengontrak rumah. Dia adalah seorang janda dengan satu orang anak yang sudah menikah. Dan memiliki beberapa toko pakaian serta butik milik anaknya.

Setelah memikirkan hal itu, akhirnya Rheta bisa memejamkan matanya.

**************

Setelah sore tadi Rheta menemui bu Dian, dan menceritakan keluh kesahnya akhirnya bu Dian mau membantu Rheta untuk bekerja di salah satu toko baju miliknya. Membuat Rheta sangat senang, dan dia memiliki harapan untuk menghasilkan uang demi mencukupi kebutuhan rumah tangganya.

Malam hari, seperti biasa Rheta sedang termenung di ruang tamu di temani Vano yang sedang belajar. Hingga Rheta tidak menyadari kalau suaminya sudah datang.

"Kamu ngapain aja sih, suami pulang bukannya di sambut malah ngelamun ga jelas kayak gitu. " tegur Danil yang tidak suka dengan tingkah istrinya.

"Eh, mas sudah pulang. " Rheta terkejut namun dengan sigap dia langsung mencium punggung tangan suaminya.

"Iya, kenapa kamu melamun? " tanya Danil dengan ketus.

"Enggak apa-apa mas, mas sudah makan? "

"Sudah, tadi aku mampir ke rumah ibu sebentar lalu ditawari makan. Ya, udah sekalian aja makan."

"Oh, ya sudah kalau begitu. "

Rheta terdiam sejenak, dia menimbang-nimbang apakah akan mengatakan sesuatu.

"Mas... " ucapnya ragu.

"Apa... " ketus Danil.

"Mas Danil punya uang lebih ga? Aku tadi cuma diberi ibu uang lima ratus ribu. Aku takut ga cukup untuk kebutuhan satu bulan mas. " ukar Rheta ragu-ragu.

Danil yang mendengar ucapan Rheta langsung menegakkan punggungnya yang sejak tadi bersandar, dan menatap Rheta dengan nyalang.

"Kamu tuh, harusnya bersyukur, ibu masih mau memberimu uang sisa gajiku. Cukup-cukupinlah, toh cuma buat makan kamu dan anakmu itu. aku juga jarang pulang ke rumah kan. " Kata Danil dengan berapi-api.

"Tapi mas, itu belum buat bayar air, listrik dan biaya sekolah Vano.

"Halah, emang dasarnya kamu aja yang ga becus mengatur keuangan. Udah ga kerja Bisanya cuma minta... minta... dan minta. Kalian berdua itu cuma benalu tau ga. " sebuah kalimat pedas dilontarkan Danil.

"Makanya, coba dulu kamu ga minta ngontrak rumah sendiri, kamu pasti ga usah mikirin besok makan apa. Karena semua sudah di handle ibu. " lanjutnya merogoh kantong celana dan mengambil beberapa lembar uang lalu melemparkannya di hadapan Rheta.

Rheta tertegun mendengar tiap kalimat yang dilontarkan Danil dan perlakuannya malam ini pada Rheta. Seperti bukan Danil biasanya.

"Apakah otak mas Danil sudah dicuci dan diracuni ucapan ibu mertua? " pikirnya.

Vano yang melihat ayah dan ibunya bersitegang langsung memeluk ibunya. Dia merasa takut.

"Maafkan ibu, nak. Seharusnya kamu ga melihat hal seperti ini. " ucap Nisa sambil balas memeluk anaknya.

Kemudian dia terdian, menahan segala rasa sesak di dadanya. Dia tidak boleh menangis di hadapan Vano.

"Ya Allah, kalau seperti ini. Aku merindukan kedua orangtuaku di kampung. " batinnya.

"Kenapa diam, mau nangis? Udah di kasih uang juga. Yaaa... memang hanya itu yang bisa kau lakukan, menangis seolah-olah kaulah yang paling tersakiti. Tangisanmu kini tidak akan mempan untuk meluluhkan hatiku, karena aku sudah muak." kata Danil mencemooh.

"Dan sekarang aku tau, kenapa kau mengajakku keluar dari rumah. Itu karena kau tidak mau membantu-bantu di rumah ibu kan. Jadi kamu bisa bermalas-malasan dengan anakmu itu. " Kata Danil semakin menjadi.

" Astaghfirullah hal adzim, fitnah apa lagi yang kau lontarkan padaku mas. Darimana kau dapat pemikiran seperti itu? Asal kau tau mas, tiap hari ibumu selalu memintaku datang ke rumahnya untuk membersihkan rumahnya, menyiapkan makanan, menyetrika semua pakaian bahkan mencucinya juga. Padahal di sana ada mbk Maya dan Dila, dan sekarang kau berkata begitu padaku? " kata Rheta tak percaya.

"Halah, omong kosong. Ibu sendiri yang bilang pada ku, kalau kau kerjanya cuma malas-malasan di rumah ini. Kamu kira aku percaya padamu? big No. "

Danil masih keras kepala dengan semua pendapatnya tentang Rheta. Bahkan dia sudah tidak percaya lagi pada Rheta.

"Okey, akan aku buktikan kalau aku hanya bermalas-malasan. Mulai besok aku tidak akan datang ke rumah ibu lagi, walau ibu menyeret ku. Aku akan diam di rumah dan bermalas-malasan dengan Vano. Saat ini tetaplah pada pendirianmu, hingga kau menyesal suatu hari nanti. " tantang Rheta.

"Ternyata ibu benar, kau adalah wanita tidak tau diri, dan tidak tau di untung." kata Danil masih mencemooh Rheta.

Rheta yang sudah tidak tahan, dia merasa sangat sakit hati dengan tuduhan-tuduhan Danil. Akhirnya mengajak Vano masuk ke dalam kamar dan menidurkannya. Karena tak baik bagi mental anak yang melihat orang tuanya bertengkar di hadapannya.

"Ibu ga papa? " tanya Vano saat mereka sudah berada di atas ranjang.

"Ibu tak apa-apa sayang, sebaiknya Vano segera tidur karena besok Vano harus pergi sekolah. "

"Ibu harus kuat dan bertahan, dan tunggu Vano tumbuh besar. Vano akan melindungi ibu dari orang-orang jahat. " kata Vano mengeratkan pelukannya pada sang Ibu.

Mendengar itu membuat dada Rheta terasa sesak. Rheta sudah bertekad, besok dia akan melakukan apapun untuk bertahan hidup demi dirinya sendiri dan anaknya. Rheta sudah tak peduli lagi dengan ocehan suami dan mertuanya. Hatinya sudah merasa sangat lelah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status