Pagi harinya Rheta bangun seperti biasa, dia melakukan kegiatan paginya sebagai ibu rumah tangga. Diawali dengan mencuci pakaian, namun ada yang janggal saat mencuci pakaian suaminya. Dia mencium bau asing di pakaian suaminya.
"Bukan bau parfum mas Danil." gumamnya dan terus mencuci pakaian Danil.
"Astaghfirullah... apa lagi ini. " Rheta terpekik saat melihat noda lipstik di kerah baju Danil.
Namun, Rheta sudah tidak perduli lagi. Dia terus saja mencuci pakaiannya, sekuat tenaga Rheta mencoba untuk tidak peduli namun sekuat apapun dia mencoba namun tetap gagal, dan air matanya mulai turun membasahi pipinya.
"Sebenarnya apa yang kau lakukan di luar sana mas? " Rheta sudah tidak tahan lagi.
Begitu banyak cobaan yang harus dia lalui selama ini, Rheta masih mencoba untuk bertahan. Tapi tidak untuk sebuah penghianatan. Setelah selesai mencuci baju dengan berbagai drama di pikirannya, Rheta mulai memasak untuk suami dan anaknya. Dia masih tidak lupa, walau terluka tapi selama Danil masih menjadi suaminya dia harus melakukan tugasnya.
Masakan sudah tersedia dengan menu seadanya, Rheta kemudian membangunkan Vano karena dia harus berangkat sekolah. Vano adalah anak yang mandiri, dia sudah bisa melakukan semuanya sendiri. Setelah melihat Vano sudah bersiap, dengan langkah malas Rheta pergi ke kamarnya dan membangunkan Danil.
"Mas bangun, hari ini kerja apa nggak? "
"Berisik, ini masih pagi, Yes. " gumam Danil yang masih memejamkan matanya.
"Ini sudah jam setengah tujuh,mas." Rheta masih mencoba membangunkan suaminya, takut dia salah lagi.
"Apa... Kenapa kau baru membangunkanku, sial aku pasti terlambat. " umpat Danil lalu beranjak dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi.
"Dasar istri tak berguna. " umpat nya lagi saat berada di kamar mandi dan masih di dengar Rheta.
Rheta hanya menghembuskan napasnya kasar,dan mengelus dadanya mencoba menerima semua ucapan kasar sang suami.
"Benarkan, di bangunin salah ga dibangun salah. Emang hidupku serba salah. " gumam Rheta dalam hati.
Danil bersiap dengan terburu-buru, tanpa memperdulikan anak dan istrinya yang melihatnya dengan pandangan yang, entahlah.
"Rheta, aku berangkat dulu. " Pamitnya.
Rheta mengantarkannya sampai depan pintu dan menyalami tangan suaminya.
"Ga sarapan dulu mas? "
"Ga, aku sudah terlambat. Aku harus ke luar kota lagi selama beberapa hari. Jadi mungkin aku tidak pulang. "
"Baiklah, Hati-hati di jalan, mas. "
Danil menaiki motornya dan berlalu dari rumahnya. Entahlah, padahal jabatannya cukup tinggi di perusahaan. Tapi kenapa dia masih naik sepeda motor, Rheta sendiri tak habis pikir dengan jalan pikiran suaminya.
Rheta masuk ke dalam rumah, setelah sepeda motor Danil sudah tak terlihat lagi. Dilihatnya Vano yang sudah menyelesaikan sarapannya.
"Sudah selesai, nak? " tanya Rheta pada anaknya.
"Sudah, bu. " kata Vano sambil mengangguk.
"Sebentar, kita makan dulu ya. Setelah itu kita berangkat sekolah. " Rheta duduk di meja makannya dan melahap makanan yang dia masak.
"Bu, kenapa ayah tidak pernah berpamitan pada Vano? Ayah juga sekarang ga pernah ada di rumah. Apa ayah sudah ga sayang lagi sama Vano? " Sebuah kalimat panjang dari Vano membuat Rheta menghentikan makanannya. Dia sudah tak berselera lagi untuk makan.
"Tidak, Nak. Ayah sayang kok sama Vano. Hanya saja ayah masih sibuk bekerja. Vano tau sendiri kan tadi ayah terburu-buru. "
Vano mengangguk.
"Ya sudah, ayo ibu antar ke sekolah. "
"Tapi ibu belum menghabiskan makanannya. Kasihan makanan nya bu. " Kata Vano setelah melihat makanan sang ibu belum.
Rheta yang mendengar perkataan anaknya tersenyum, kemudian berjongkok menyamakan tinggi badannya dengan Vano.
"Nanti, setelah mengantar Vano ke Sekolah, ibu akan menghabiskan makannya. Oke. Sekarang kita akan berangkat. "
Mereka berdua akhirnya berangkat menuju sekolah Vano.
Setelah pulang dari mengantarkan Vano, seperti kata Rheta tadi, kalau dia akan menghabiskan makanannya. Namun, lagi-lagi acara makannya terganggu dengan suara yang sudah tak asing lagi di telinga Rheta.
"Rheta, keluar kamu. "
Rheta langsung keluar, sebelum ibu mertuanya itu membuat keributan.
"Masuk bu, ga pantes teriak-teriak di luar rumah. Ga enak juga dilihat tetangga. "
Bu Ayu langsung masuk ke dalam rumah Rheta dengan angkuhnya.
"Kamu bilang apa aja sama Danil, kenapa wajahnya tak sedap dipandang tadi saat berangkat kerja." tanya Bu Ayu sambil berkacak pinggang.
"Aku tidak bilang apa-apa sama mas Danil. Tadi katanya dia kesiangan, jadinya akan terlambat datang ke kantor. Mungkin karena itu suasana hatinya buruk. " Kata Rheta dengan santai.
"Ohh, memangnya kamu ga bangunin Danil. Kenapa dia sampai kesiangan? dasar istri ga guna. "
"Sudahlah bu, emangnya ada apa ibu datang kemari pagi-pagi. "
"Ngelunjak kamu, ya. " Bu Ayu terlihat tidak suka mendengar kata-kata Rheta. "Cepat kamu datang ke rumah, pekerjaan sudah numpuk. Ibu mau arisan sebentar. " Kata bu Ayu, kemudian melenggang pergi dari rumah kontrakan Rheta.
Dirumah ibu, ada iparku Dila dan Mbak Maya selama ini mereka selalu melimpahkan semua pekerjaan rumah ini padaku. Aku dan Mbak maya yang juga sama-sama menantu dari keluarga biasa, kenapa hanya aku yang diperlakukan buruk?
Mas Bagus yang hanya bekerja di bengkel, juga ga pernah memberikan kontribusi apapun untuk keluarganya. Mereka selama ini memakan gaji dari suamiku.
Anak, bahkan sejak Vano dilahirkan dia tidak pernah menyentuhnya. Baginya, kehadiran Vano hanya akan menambah bebannya saja. Saat tadi Vano bertanya tentang Ayahnya yang tidak pernah menyayanginya, Aku hanya bisa diam tanpa bisa menjawabnya. Lalu yang menjadi pertanyaanku selama ini, Kenapa mas Danil tetap menikahiku, walau dia tau semua keluarganya menentang pernikahan kami?
Rheta tidak langsung berangkat ke rumah mertuanya, tapi dia menyelesaikan makannya dulu dan membersihkan rumahnya. Setelah itu, dia akan berangkat ke rumah mertuanya. Rheta sudah bertekad kalau hari ini adalah hari terakhirnya datang ke rumah mertuanya untuk menjadi babu di sana.
Setelah selesai membersihkan rumahnya, Rheta akhirnya pergi kerumah ibu mertuanya yang hanya berbeda satu gang dengan rumah kontrakannya.
"Assalamu'alaikum." Rheta melangkah masuk ke rumah mertuanya.
"Ini dia, orang miskin sudah datang. Kenapa baru datang? Buruan sana ke dapur, cucian sudah numpuk. "
Bukannya membalas salam Rheta, Maya malah menghinanya.
"Eh, mbak sama-sama orang miskin ga usah saling ngatain. Heran deh. " Rheta mencoba melawan Maya kali ini.
"Kau... "
"Ada apa ini, kenapa ribut-ribut. " bu Ayu yang baru datang merasa terganggu dengan keributan yang dilakukan kedua menantunya.
"Ini bu, Rheta ngatain aku. " kata Maya mengadu.
"Kamu baru datang Rheta, dari mana saja kamu. " kata bu Ayu yang melihat Rheta sepertinya baru datang, tanpa memperdulikan aduan Maya.
"Aku beresin rumah dulu, baru datang kemari. Lagian disini ada mbak Maya, apa dia ga bisa bantuin ibu beresin rumah? Kita ini sama-sama menantu di rumah ini. Tapi kenapa ibu memperlakukan aku dan mbak Maya dengan beda? " Rheta mencoba protes kali ini.
Bu Ayu menatap Rheta dengan tajam, sudah dipastikan dia akan marah besar kepada Rheta. Karena baru kali ini Bu Ayu melihat Rheta mulai melawan. Memang sudah saatnya, Rheta harus melawan ketidak adilan yang menimpanya selama ini. Dia harus segera bertindak untuk melawan dan membela dirinya sendiri, demi menjaga kewarasannya selama ini agar tidak di remehkan dan di injak-injak keluarga suaminya.
Rheta masih terdiam di hadapan ibu Ayu dan Maya, dia melihat keterkejutan di wajah Maya. Rheta yang selama ini hanya diam dan menangis ketika di tindas kini sudah mulai bisa melawan.
"Kamu udah berani, ya sama ibu. Dasar mantu miskin ga tau diri, udah enak dinikahi Danil yang sudah mengangkat derajatmu. Eh, kamu malah ga tau diri dan ga tau terimakasih. Dasar benalu, udah ga kerja, ga pernah ngasih kontribusi apapun untuk keluarga ini. Danil memang bodoh, kenapa juga mau menikahi wanita kampungan seperti kamu. " mulut pedas ibu mertua mulai beraksi.
"Itulah yang ingin aku tanyakan selama ini, kenapa mas Danil mau menikahi ku? padahal keluarganya tidak pernah merestui pernikahan kami. " kata Rheta dengan lantang.
Membuat ibu Ayu terkejut.
"Dan, jika aku benalu. Lalu apa bedanya dengan mbak Maya? Dia juga cuma numpang makan dan tidur di sini. Suaminya juga ga pernah memberikan apapun untuk keluarga ini. Kalian semua yang ada di sini cuma makan gaji buta dari suamiku. Sampai istrinya sendiri hanya mendapatkan uang sisa dari kalian. " Lagi-lagi Rheta mengeluarkan semua unek-unek nya.
"He.... jangan bawa-bawa namaku, Rheta. " Maya mulai salah tingkah ketika Rheta menyebut namanya.
"Kenapa... kamu ga terima. Aku ngomong apa adanya kok. " ketus Rheta.
"Kamu sudah berani kurang ajar ya, Rheta. " Ibu mulai mengeluarkan taringnya dengan berkacak pinggang.
"Sudahlah, minggir kalau kalian terus mengoceh dan menghalangi jalanku, aku tidak akan selesai melakukan pekerjaanku. " kata Rheta sambil berlalu.
Bu Ayu dan Maya yang melongo melihat tingkah Rheta yang tidak seperti biasanya, tapi mereka membiarkannya. Karena Rheta memang harus segera melakukan pekerjaan nya.
Rheta melakukan pekerjaan rumah mertuanya seperti biasa, dia ingin segera menyelesaikannya secepatnya agar segera pergi dari sini. Setelah semua pekerjaannya selesai, Rheta berpamitan kepada semua orang yang ada di sana untuk menjemput Vano.
"Bu, ini terakhir kalinya aku menjadi pembantu di rumah ini, mulai besok aku akan bekerja sesuai keinginan ibu dan mas Danil. Jadi, mulailah mencuci baju dan piring kalian sendiri. " kata Rheta.
Bu Ayu yang mendengar ucapan Rheta melotot tak percaya.
"Mau kerja apa kamu? " tanyanya.
"Halah, paling juga jadi pembantu, bu. " jawab Dila yang baru keluar dari kamarnya.
"Ya, mending aku jadi pembantu di rumah orang. Aku akan dapat gaji. Daripada aku kerja disini, tapi tiap hari yang aku dapat kan hanya cacian dan makian dari kalian semua. " ujar Rheta enteng.
Semua orang tak percaya mendengar ucapan Rheta. Rheta benar-benar sudah berubah dalam waktu satu hari.
"Hei, jangan belagu kamu Rheta. Dasar menantu tidak tau diri, ga pernah bersyukur. Tiap bulan kamu juga mendapatkan uang dari Danil itu apa? Itu sama dengan gajimu bekerja dengan orang lain." Kata ibu Ayu bersungut-sungut.
"Ibu! Itu nafkah yang wajib Mas Danil berikan padaku sebagai suami! Jika kalian anggap itu uang gajiku tiap bulan, Oke. Aku terima.Mulai besok, silakan cari pembantu yang mau bekerja dengan bayaran yang kalian berikan! Aku permisi!"
Rheta menyudahi kata-katanya dengan senyum puas, meninggalkan kakak ipar dan mertuanya yang terdiam menatapnya pergi.
"Noda lipstik di baju Mas Danil itu milik siapa ya? " Rheta tak kuasa menahan gejolak hatinya. Tadi pagi, ia menemukan keganjilan saat mencuci baju-baju Mas Danil.Beberapa hari yang lalu juga, ia sempat menemukan struk pembayaran hotel. Awalnya ia merasa, mungkin saja itu merupakan fasilitas kantor. Namun, lipstik wanita di bajunya? Rheta hanya bisa memendam pertanyaannya dengan perasaan tak menentu."ibu, kita mau kemana?" tanya Vano yang melilhat ibunya berjalan terus melewati rumah mereka."Oh, kita akan ke rumah ibu Dian, Nak? Yang kemarin sore kita kesana?""Oh, Vano pikir ibu lupa jalan pulang, karena ibu terus saja berjalan." Vano terkekeh.Rheta tersenyum mendengarkan anaknya berceloteh. Sekarang hanya Vano harapan Rheta, karena hanya dia yang Rheta miliki saat ini. Rheta hanya akan bertahan untuk anak semata wayangnya ini.Setelah berjalan cukup lama Rheta dan Vano akhirnya sampai di rumah bu Dian. Kedatangan mereka di sambut ibu Dian dengan ramah. Walau tergolong orang kaya
Keesokan harinya, Retha bangun pagi-pagi sekali untuk menyelesaikan pekerjaan rumahnya agar tidak terlambat untuk datang bekerja. Dilihatnya Vano yang baru bangun tidur dan langsung masuk ke kamar mandi. Retha yang melihat itu tersenyum bangga, anaknya tumbuh menjadi anak yang tidak manja. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Vano dan Retha kini berada di meja makan untuk sarapan dengan menu andalan mereka, yaitu tempe goreng dan telur dadar."Yuk, kita berangkat. Setelah mengantar Vano, ibu akan pergi bekerja. "Vano tersenyum mendengar ibunya yang bersemangat pagi ini."Ibu kerja yang rajin ya, nanti kalau sudah dapat uang beliin Vano mainan. ""Vano mau mainan apa? ""Vano mau mobil-mobilan, bu. ""Ya sudah tunggu ibu dapat uang ya. Nanti ibu belikan mobil-mobilan. "Tak terasa mereka sudah sampai di sekolah Vano. Setelah menitipkan Vano kepada gurunya, Retha langsung menuju toko yang akan menjadi tempatnya bekerja. Toko masih tutup, mungkin Retha datang terlalu pagi. Jadi dia menun
Retha pulang ke rumahnya jam lima sore dengan menaiki sepeda yang dipinjamkan oleh bu Dian. Dia benar-benar merasa bersyukur atas apa yang dia dapatkan hari ini. Seorang majikan dan teman-teman yang baik. Dia tidak pernah berfikir sebelumnya kalau semua ini akan terjadi padanya. Sedikit berontaknya dia kepada keluarga suaminya, seolah melepaskan sedikit ikatan yang menjerat lehernya.Setelah menjalankan sholat maghrib, Retha sedang mengajari Aksa mengaji. Hingga deru suara motor milik Danil berhenti di depan rumah. Danil masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam, membuat Retha dan Aksa saling berpandangan dan menghembuskan nafas secara bersamaan."Sudah pulang mas? " Retha menyapa Danil yang dari tadi hanya diam saja."Kamu lihat sendiri kan aku sudah dirumah sekarang. " jawab Danil dengan ketus.Retha tidak menghiraukannya, dia langsung ke dapur dan membuatkan teh untuk Danil. Lalu menghidangkannya di meja."Tumben pulang cepet, kemarin bilang dua hari. " Retha mencoba berbasa bas
Dua minggu telah berlalu setelah telpon dari ibu Retha di kampung. Retha sudah meminta ijin dari bu Dian untuk cuti kerja selama waktu yang belum di tentukan. Bu Dian pun mengerti, dan mengijinkannya untuk cuti. Bu Dian tidak memecat Retha, karena sejak awal niatnya memperkerjakan Retha adalah untuk membantunya keluar dari masalah keluarganya. Beliau juga tidak akan menambah pegawai di tokonya, karena untuk saat ini cukup dua orang saja yang jaga. Ditambah nanti Retha jika dia sudah datang.Retha telah melakukan perubahan besar di toko selama dua minggu ini, dia memperbaiki pakaian yang sedikit sobek atau ada cacat nya, karena Retha bisa menjahit dan menyulam. Hasil jahitannya pun rapi. Sehingga pakaian-pakaian itu, bisa dijual kembali walau dengan harga murah. Karena itu bu Dian tidak akan menggantikan Retha dengan orang lain. Retha memiliki ketrampilan menjahit di sekolahnya dulu waktu SMK dia mengambil kursus menjahit, sehingga sedikit banyak dia bisa menjahit.Retha juga meminta p
"Utiiii.... " Vano berlari kearah neneknya saat mereka sudah sampai di halaman rumah orangtua Retha. "Eh, cucu uti sudah datang... " bu Hasna menyambut cucunya dengan sangat bahagia, dan langsung memeluk cucu satu-satunya itu. "Kamu sudah datang, nduk? " sapa ibu Hasna ketika melihat anaknya berjalan mendekat. "Iya bu, " Retha langsung mencium tangan renta ibunya. "Ayo masuk. " Mereka bertiga akhirnya masuk ke dalam rumah. Suasana rumah yang sepi seperti biasa. Bu Hasna langsung masuk ke dalam dapur untuk mengambilkan anak dan cucunya minum namun dilarang Retha. "Ga usah repot-repot, bu. Nanti kalau haus, aku bisa ambil sendiri. " "Ya wes lek, ngunu. " (Ya udah kalau begitu) "Suamimu mana kok ga ikut? " Bu Hasna yang sejak tadi sudah gatal ingin menanyakan kenapa Danil tidak ikut. "Mas Danil repot bu, jadi ga bisa ambil cuti. kalau hari ini ngantar aku, nanti malem mas Danil harus pulang. Aku kasihan nanti mas Danilnya capek, belum besok harus kerja. " ujar Retha memberi alas
Retha kembali ke rumah kontrakannya saat waktu menunjukkan pukul tiga sore. Keadaan rumah tampak sepi, padahal ini akhir pekan. Biasanya Dika ada di rumah, walau hanya untuk tidur seharian. Tapi sekarang, kenapa rumah terlihat sepi banget. Retha membuka pintu dengan kunci cadangan yang dibawanya. Mereka berdua masuk ke dalam rumah setelah mengucapkan salam. Di dalam rumah tampak berantakan, debu di mana-mana dan banyak bungkus makanan yang tidak dibuang di tempatnya. Mungkin bekas makan Dika, yang beli makanan online atau membawa makanan dari luar. Retha menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan keras. "Apa rumah ini tidak pernah di sapu atau dibersihkan selama kepergianku? " gumam Retha. "Vano... sebaiknya Vano mandi dulu ya? Ibu mau bersih-bersih rumah dulu. " Vano nurut dan langsung melakukan perintah ibunya. Retha mulai membersihkan rumah, mulai dari menyapu dan mengepel lantai. Mengelap meja dan mengumpulkan sampah yang berserakan lalu membuangnya. Setelah berkut
Tiga bulan telah berlalu setelah Retha membeli rumah, sekarang Retha sudah tidak bekerja di toko bu Dian. Tapi Retha membuka usaha sendiri di rumah barunya. Tanpa mengurangi rasa hormat dan terimakasih nya kepada Bu Dian orang yang sudah membantunya selama ini.Dia mengisi stok tokonya dari toko bu Dian, karena dari sana Retha bisa mendapatkan barang dengan harga grosir, selain mengambil stok di toko lain. Bu Dian sekali lagi dengan senang hati membantu Retha untuk mengembangkan usahanya itu. Dirumah baru Retha itu tidak hanya membuka toko pakaian, tapi juga menjual sembako untuk kebutuhan sehari-hari. Toko pakaian Retha kebanyakan dijual secara online melalui media sosial, sehingga banyak peminatnya. Dirumah baru itu, Retha juga memperkerjakan seseorang untuk membersihkan rumahnya dan membantu pekerjaan Retha. Dan seorang pegawai untuk membantunya menjaga toko atau mengepak barang. Sehingga dia tidak telalu lelah saat bekerja. Masalah rumah tangganya pun tetap sama tidak ada perubah
Di rumah mertua Retha mereka sedang kedatangan seorang tamu, seorang wanita cantik dengan mobil sportnya dan penampilan yang elegan, khas wanita kantoran. "Maaf sebelumnya, apa ini rumah mas Dika? " tanya wanita cantik itu. "Iya benar, kamu siapa ya?" tanya bu Ayu dengan mata berbinar melihat penampilan wanita cantik di depannya. "Kenalkan bu, saya Violet, teman dekatnya mas Dika. " kata Vio mengulurkan tangannya. Uluran tangan Vio disambut bu Ayo dengan senang hati. "Oh, temannya Dika, ayo masuk. Saya ibunya Dika. " akhirnya bu Ayu mengajak wanita bernama Vio itu masuk ke dalam rumah, dan mempersilahkan nya duduk. Violet atau yang biasa di sapa Vio, menyapu pandangan ke seluruh isi rumah. Meneliti setiap sudut rumah itu. 'Lumayan, tapi lebih besar rumah ku' katanya dalam hati. "Ada apa ya? kok tiba-tiba temannya Dika datang kemari? " tanya Bu Ayu ketika mereka sudah duduk. "Ah, tidak ada apa-apa bu, saya cuma main aja. Dan ingin mengenal keluarga mas Dika dari dekat." kata Vi