Keesokan harinya, Retha bangun pagi-pagi sekali untuk menyelesaikan pekerjaan rumahnya agar tidak terlambat untuk datang bekerja. Dilihatnya Vano yang baru bangun tidur dan langsung masuk ke kamar mandi. Retha yang melihat itu tersenyum bangga, anaknya tumbuh menjadi anak yang tidak manja. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Vano dan Retha kini berada di meja makan untuk sarapan dengan menu andalan mereka, yaitu tempe goreng dan telur dadar.
"Yuk, kita berangkat. Setelah mengantar Vano, ibu akan pergi bekerja. "
Vano tersenyum mendengar ibunya yang bersemangat pagi ini.
"Ibu kerja yang rajin ya, nanti kalau sudah dapat uang beliin Vano mainan. "
"Vano mau mainan apa? "
"Vano mau mobil-mobilan, bu. "
"Ya sudah tunggu ibu dapat uang ya. Nanti ibu belikan mobil-mobilan. "
Tak terasa mereka sudah sampai di sekolah Vano. Setelah menitipkan Vano kepada gurunya, Retha langsung menuju toko yang akan menjadi tempatnya bekerja. Toko masih tutup, mungkin Retha datang terlalu pagi. Jadi dia menunggu di depan toko sambil menatap orang-orang yang hilir mudik.
"Mereka kemana-mana memakai sepeda, mungkin nanti aku akan membeli sepeda ontel bekas setelah mendapat gaji. " pikir Retha. Karena selama ini dia kemana-mana jalan kaki. Mau naik angkot atau ojek dia masih pikir-pikir karena takut uangnya tidak cukup untuk makan esok hari.
Tak berapa lama ada seorang wanita yang menyapanya, "ngapain mbk. " Sapa wanita tadi.
"Ah, aku nunggu toko ini buka. " kata Retha.
"Oohh... saya juga nunggu mbk, saya pegawai di sini. " kata wanita tadi.
"Mbaknya kerja di sini?
"Iya, saya pegawai yang merangkap kasir disini sama teman satu lagi. '
" Oohh, kenalkan mbk, saya Retha. Saya juga mau kerja di sini, kemarin saya sudah bertemu bu Dian." kata Retha mengulurkan tangannya
"Benarkah? " kata wanita tadi menelisik lalu menyambut tangan Retha. "Aku Ani. "
"Senang berkenalam dengan mbak Ani. "
Ani hanya membalasnya dengan senyuman., Lalu tak lama rekannya juga datang bersama bu Dian pemilik toko.
"Kamu sudah datang, Ret? " tanya bu Dian, lalu membuka tokonya.
"Iya bu. "
Mereka berempat masuk ke dalam toko, lalu bu Dian mengumpulkan para pegawainya sebelum bekerja.
"Ani, Dita kenalkan ini Retha. Dia adalah pegawai baru di sini. Mulai hari ini dia akan bekerja disini bersama kalian. Ibu harap kalian bisa bekerja sama dengan baik. "
"Baik bu. " jawab mereka berdua serempak.
"Retha, ini Ani bagian kasir, tapi dia juga membantu melayani pelanggan jika sedang ramai dan ini Dita. " Bu Dian mengenalkan para pegawainya kepada Retha.
"Oh, Iya ibu lupa. Nanti setiap jam sebelas Retha pamit keluar ya, karena dia harus menjemput anaknya pulang dari sekolah. Setelah itu anaknya akan ikut Retha bekerja. Ibu harap kalian bisa mengerti. Jika kalian ingin tahu alasannya kalian bisa tanyakan sendiri kepada Retha, ibu tidak berhak bercerita disini. Ibu hanya memberikan sedikit keringanan kepadanya, berharap kalian tidak keberatan. "
"Baik bu. "
"Kamu tadi kemari naik apa, Ret? "
"Jalan kaki, bu. "
Bu Dian menghela napas panjang.
"Kalau kamu menjemput anakmu jalan kaki, itu akan menghabiskan waktu sedikit lebih lama,Retha."
Retha menunduk, dia tidak tahu lagi harus bagaimana. Bu Dian mengerti dengan kesulitan yang di alami Retha. Hingga akhirnya dia menawarkan sesuatu.
"Di belakang ada sepeda mini milik anak saya sudah tak terpakai, kamu bisa memakainya untuk sementara. Nanti kalau kamu sudah dapat gaji kamu bisa mencicilnya jika kamu mau. "
Kepala Retha langsung terangkat melihat ke arah bu Dian, dan melihat bu Dian mengangguk. Retha langsung berterima kasih.
"Nanti setelah mempersiapkan toko buka kau bisa melihatnya di belakang. Sekarang kalian bersiaplah. " kata Bu Dian lalu masuk ke ruangannya.
Ani dan Dita saling berpandangan mendengarkan apa yang di katakan bu Dian tadi, nanti mereka akan menanyakan kepada Retha secara langsung kenapa bu Dian begitu perhatian kepadanya. Memangnya dia siapa?
Setelah semua siap, mereka duduk santai sambil menunggu pelanggan datang.
"Ret, ada yang mau kami tanyakan. "
"Apa? "
"Apa hubunganmu dengan bu Dian? kenapa bu Dian perhatian sekali kepadamu? "
"Kami tetangga, rumahku dan bu Dian sedikit jauh sih tapi kami masih satu RT. "
Mereka berdua berpandangan, ternyata hanya tetangga. Tapi kenapa bu Dian perhatian sekali kepada Retha.
"Trus kenapa kamu mendapat hak khusus gitu dari bu Dian, mulai menjemput anakmu, sampai sepeda itu. " Dita mulai kepo.
"Mungkin bu Dian kasihan kepadaku. "
Lagi-lagi Ani dan Dita mengernyitkan kening mereka.
"Aku akan menceritakan intinya saja ya, aku harap kalian tidak menganggap bu Dian pilih kasih kepada karyawannya. Aku sama kok seperti kalian, yang bekerja demi sesuap nasi."
Akhirnya Retha menceritakan sedikit kisah rumah tangganya, agar tidak terjadi kesalahpahaman di tempat kerja. Dia takut, rekan kerjanya menganggap dia pekerja baru yang spesial. Padahal tidak, mereka sama saja. Bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
"Kalau aku jadi kamu, aku pasti udah ga kuat Ret. Keputusan mu benar, lebih baik bekerja kepada orang dan mendapatkan gaji. Dari pada bekerja dirumah mertua, yang dibayar dengan uang suami yang seharusnya menjadi hak kita sebagai istri. " Ani ikut emosi setelah mendengar sedikit cerita dari Retha.
"Benar, keputusanmu sudah benar. Kami juga akan mendukungmu seperti bu Dian. "
"Terimakasih, teman-teman. " Retha bersyukur akhirnya dia diterima di tempat kerjanya, ya walau lagi-lagi dia harus menjual kisah pilunya kepada rekan kerjanya. Hanya karena tidak ingin bu Dian di anggap pilih kasih kepada karyawannya.
Hari pertama kerja, Retha berjalan lancar. Vano juga diterima dengan baik oleh kedua rekan kerjanya. Mereka tidak keberatan ada Vano disana, karena Vano bukan anak yang nakal, tapi dia anak yang penurut dan mau mendengarkan perkataan ibunya.
Berbanding terbalik dengan yang terjadi di rumah Bu Ayu, ibu mertua Retha. Walau sudah siang, tapi semua penghuni rumah hanya bermalas-malasan. Mereka pikir Retha akan datang untuk menyelesaikan pekerjaan rumah seperti biasa. Pakaian kotor dibiarkan numpuk, cucian piring berserakan, lantai juga tidak ada yang menyapu. Benar-benar rumah mereka seperti kandang babi.
"Kenapa Retha belum datang ya? Ini sudah jam satu lho, sudah waktunya makan siang. Mana belum masak lagi. " Bu ayu berjalan mondar-mandir diruang keluarga sambil ngomel.
"Masih jemput Vano kali bu, " sahut Dilla sambil memainkan ponselnya.
"Vano pulangnya jam sebelas, Dila. " cetus bu Ayu.
Maya yang juga ada disana sambil menonton televisi hanya mendengarkan ocehan keduanya.
"Apa jangan-jangan Retha jadi bekerja ya, seperti katanya kemarin." pikir bu Ayu, "Tapi semalam ibu sudah bilang ke Danil untuk menyuruh Retha datang kesini dulu sebelum kerja. " katanya lagi.
"Ya, kali aja bang Danil ga berhasil meyakinkan Retha. " sahut Dila lagi.
Bu Ayu langsung mengambil ponselnya dan menghubungi Danil.
"Ada apa bu. " jawab Danil ketika panggilan sudah terhubung.
"Kamu sudah ngomong kan sama Retha kalau harus kesini dulu sebelum kerja. "
"Udah."
"Terus, apa katanya. "
"Dia ga mau, katanya dia harus berangkat kerja pagi, kalau kerumah ibu dulu pasti dia terlambat datang kerja. "
"Kurang ajar, dia berani ngomong gitu sama kamu. Kamu ga marah gitu. " Bu Ayu merasa geram sekarang
Dila dan Maya ikut mendengarkan obrolan bu Ayu dan Danil dengan seksama.
"Mau marah gimana bu, apa yang Daniltakan Retha benar. Aku juga kerja ikut orang, jadi punya jam kerja. Jika kita seenaknya sendiri, mana ada orang yang mau menerima kita kerja. " ungkap Danil sedikit kesal mengingat ucapan Retha semalam, yang ada benarnya.
"Lagian, ibu sendiri yang minta Retha untuk kerja. Biarkan saja dia kerja bu, kerjaan rumah kan ada mbak Maya sama Dila yang bisa bantu ibu. Udah dulu bu, aku mau lanjut kerja. " Danil memutuskan panggilannya.
Kalimat terakhir Danil membuat Maya dan Dila saling berpandangan dan meneguk ludahnya kasar. Bu Ayu melihat ke arah anak dan menantunya.
"Kalian dengar sendiri kan kata Danil tadi, Retha ternyata beneran kerja. Dan sekarang kalian yang harus menyelesaikan pekerjaan rumah. Jika tidak, aku tidak akan memberikan kalian makan. " ketus Bu Ayu.
"Lagian ibu sih, kenapa juga nyuruh Retha kerja. Mending dia disini ngerjain semua kerjaan rumah. Walau aku muak lihat mukanya, paling tidak dia berguna disini. Dan kita bisa menyiksanya disini " ungkap Dila.
"Ibu juga muak lihat wajah kampungannya itu, makanya ibu menyuruhnya cari kerja biar ga lihat muka dia lagi. Awalnya ibu cuma iseng ngehina dia. Gak tahunya dia beneran nyari kerja. "
"Ibu sih, sekarang nRetel kan. Udah ga punya pembantu gratisan. " Kesal Dila.
"Tapi kenapa ya, Retha bisa berubah secepat itu. Dia biasanya yang cuma diem dan penurut, jadi berani gitu kemarin. " Maya ikut masuk dalam obrolan ibu dan anak itu.
Bu Ayu dan Dila menggedikkan bahunya tak mengerti.
"Sudah, berhenti ngobrol. Maya kamu cuci baju, Dila kamu nyapu sama ngepel, ibu cuci piring sama masak. Nanti kita pikirkan lagi cara supaya Retha mau datang ke rumah ini lagi. Sekarang ayo selesai kan pekerjaan rumah, biar rumah ga kayak kapal pecah. " Bu Ayu memberikan perintah kepada anak dan menantunya.
Mendengar perintah ibunya Dila ingin segera masuk kamar, sedangkan Maya ingin keluar dari rumah. Tapi segera di hentikan bu Ayu dengan ancaman.
"Jika kalian tidak mau bekerja, maka jangan pernah berharap ada makan malam dan makan-makan selanjutnya. " ujar bu Ayu.
Maya tetap melenggang ke luar, tak peduli dengan teriakan bu Ayu yang mengumpatinya. Toh meskipun gak dapat makan dari mertuanya,dia bisa minta makan ke suaminya. Sedangkan Dila dengan terpVano melakukan perintah ibunya walau dengan wajah cemberut. Karena mengancam tidak akan memberikan uang jajan untuk kuliah.
Bu Ayu dan Dila benar-benar kelelahan setelah mengerjakan semua pekerjaan rumah hari ini. Tapi mereka masih saja menyalahkan Retha dan mengumpatinya selama bekerja, karena jika saja Retha tidak bekerja mereka pasti tidak akan merasa kelelahan seperti ini.
Mereka tidak pernah sadar itulah yang dirasakan Retha selama ini. Tapi beruntungnya Retha, sekarang dia sudah terbangun dari tidur panjangnya, dan sudah sadar. Kalau dia bisa melakukan apa yang dia mau.
Satu minggu telah berlalu sejak kepergian Dila, Agus bahkan sudah mencarinya kemana-mana. Tapi tidak juga ketemu, menyesal, iya. Karena dia tidak bisa menjaga seseorang yang mungkin saja sedang mengandung anaknya. Agus bahkan sudah mencarinya ke rumah orang tua Dila tapi tidak juga ketemu. Ibunya sendiri tidak tau dimana anaknya itu berada.Panggilan telpon masuk membuyarkan lamunan Agus tentang Dila yang sudah menghilang selama beberapa hari. Dia melihat nomor siapa yang sudah menghubungi nya. Dan ternyata yang menghubunginya adalah pihak rumah sakit. Agus langsung mengangkat panggilan telpon itu."Hallo selamat siang. '" Siang Pak, kami dari pihak rumah sakit meminta anda untuk segera ke rumah sakit kami. Untuk mengetahui hasil tes yang anda minta. "Mendengar itu mata agus terbelalak, ia bahkan sudah melupakan tes DNA itu."Baik saya akan segera kesana. ' jawab Agus dengan wajah tegang dan segera menuju rumah sakit.Hari ini dia benar-be
"Dila... " lirih Danil.Dila yang berjalan menunduk tanpa melihat kedepan pun tidak tau kalau ada Danil di depannya.Hingga dia terus berjalan danBruk...Tubuh Dila menabrak tubuh seseorang didepannya."Maaf." ucap Dila, lalu dia mendongakkan kepala dan melihat sosok orang yang ditabraknya. Matanya membulat saat melihat siapa yang sudah dia tabrak."M... mas Danil. Kenapa ada disini? " Dila terkejut dengan adanya Danil di hadapannya."Dila... kamu juga kenapa disini?" tanya Danil pura-pura tidak tau."A.. A.. ku... "Pintu pagar terbuka, dan Abhi keluar."Ada apa Danil? " Abhi memulai sandiwaranya."Tuan Abhi, saya mau menyerahkan berkas ini kepada anda. " ujar Danil dengan menyerahkan sebuah map kepada Abhi."Oh, ya... Terima Danil. Apa kau mau masuk? ""Ti.. tidak usah tuan, saya harus bicara dengan adik saya. "Kening Abhi mengernyit melihat Dila yang tertunduk. "Jadi dia adikmu? "D
Hari ini, Dila kembali menemui Retha di rumahnya. Dia ingin membicarakan masalah tempat tinggalnya. Meski ragu, takut dan malu tapi dia harus melakukannya. Karena bagaimanapun dia membutuhkan tempat tinggal saat ini. Untuknya dan untuk anak didalam kandungnya.Setelah melihat mobil Abhi keluar dari pekarangan rumahnya, Dila segera memanggil Retha yang masih berada di depan rumahnya."Mbak."Retha yang merasa dipanggil pun segera menoleh, dan dilihatnya Dila yang berdiri di depan pagar. Ada rasa iba dihatinya saat melihat keadaan Dila. Andai saja dulu Dila tidak jahat padanya, mungkin saja Retha tidak akan bersikap tega seperti ini."Ada apa? masuklah. " Retha mengatakannya dengan nada dingin. Dia tidak ingin terlalu memberi hati kepada orang-orang yang sudah menyakitinya dulu.Dila masuk dengan wajah tertunduk malu. dan menghampiri Retha. lalu duduk berhadapan dengannya."Ada apa, ?" tanya Retha dengan nada datar."Tentang semalam, ap
"Dila... "Sebuah suara yang sangat Dila kenal itu menyapanya. Dila langsung menoleh ke asal suara."Mbak Maya? " ucap Dila dengan tergagap."Kamu lagi ngapain disini. " tanya Maya yang melihat wajah sendu mantan adik iparnya itu.Dila mencoba tersenyum dengan pVano. "Nggak apa-apa mbak, aku hanya sedang jalan-jalan. " ujar Dila berbohong."Mbak Maya sedang apa di sini? " tanya Dila balik."Aku sedang menemani Arum jalan-jalan dan bermain. " kata Maya sambil menunjuk Arum yang sedang bermain.Dila tersenyum melihat keponakannnya sedang berlarian mengejar gelembung sabun.Tiba-tiba perut Dila berbunyi, dan Tanpa sengaja Maya langsung melihat ke arah perut Dila. Matanya terbelalak saat melihat perut Dila yang membesar."Ya Ampun Dila. Ini Apa? " pekiknya dengan suara lirih."Kamu hamil? " tanya lagi.Dan dijawab Dila dengan anggukan."Apa kamu sudah menikah. " tanya Maya lagi degan berbisik.Dan
Agus berlari mencari Dila, dimana dia di rawat dan mendapat tindakan medis. Hingga seseorang menunjukkan ruang operasi, dan dia segera bergegas kesana. Agus akan merasa bersalah jika sampai teejadi apa-apa pada bayi dalam kandungan Dila. Apalagi jika itu anaknya.Beberapa dokter akan masuk ke ruang operasi bersama dokter yang memeriksa kandungan Dila tadi. Dan dia tampak heran karena ada Agus disana."Dokter, tolong selamatkan Dila dan anaknya. " pinta Agus kepada para dokter."Kami akan berusaha yang terbaik tuan, permisi. " beberapa dokter dan perawat itu segera masuk keruangan operasi dan melakuakan tindakan kepada Dila."Kasihan keadaannya sampai seperti ini. " kata seorang dokter yang menatap kasihan kepada Dila."Dia baru saja periksa di tempatku, dokter. Dan dia tampak bahagia saat mendengar bayinya kembar .Tapi kita bertemu lagi dalam keadaan seperti ini. "Semua orang di sana menghembuskan nafas nya setelah mendengar penuturan salah
"Apa papa dan mama akan tetap sayang sama Vano kalau kalian punya adik bayi? " tanya Vano dengan wajah sendu kepada kedua orang tuanya."Tentu saja sayang, mama akan tetap sayang sama Vano. Vano kan juga anak mama, kenapa Vano tanya seperti itu? ""Nggak apa-apa ma, Vano hanya takut mama sama papa nggak sayang Vano lagi setelah punya adik bayi. "Abhi lalu mengangkat Vano dan mendudukkan dipangkuannya."Apa boleh papa jelasin porsi kasih sayang antara Vano dengan adik bayi? " tanya Abhi hati-hati sebelum bicara. Karena dia tau Vano memiliki sisi sensitif jika membicarakan masalah kasih sayang.Vano mengangguk."Vano... nanti jika perhatian mama kepada adik lebih banyak dibandingkan kepada Vano, Vano tidak boleh merasa kesal atau bilang kalau mama dan papa pilih kasih atau apapun yang Vano pikirkan. ""Kenapa pa? ""Karena adik bayi membutuhkan banyak perhatian dari mama. Adik bayi kan masih kecil, belum bisa apa-apa. Bisanya cu