Share

5. Telpon Dari Ibu

Retha pulang ke rumahnya jam lima sore dengan menaiki sepeda yang dipinjamkan oleh bu Dian. Dia benar-benar merasa bersyukur atas apa yang dia dapatkan hari ini. Seorang majikan dan teman-teman yang baik. Dia tidak pernah berfikir sebelumnya kalau semua ini akan terjadi padanya. Sedikit berontaknya dia kepada keluarga suaminya, seolah melepaskan sedikit ikatan yang menjerat lehernya.

Setelah menjalankan sholat maghrib, Retha sedang mengajari Aksa mengaji. Hingga deru suara motor milik Danil berhenti di depan rumah. Danil masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam, membuat Retha dan Aksa saling berpandangan dan menghembuskan nafas secara bersamaan.

"Sudah pulang mas? " Retha menyapa Danil yang dari tadi hanya diam saja.

"Kamu lihat sendiri kan aku sudah dirumah sekarang. " jawab Danil dengan ketus.

Retha tidak menghiraukannya, dia langsung ke dapur dan membuatkan teh untuk Danil. Lalu menghidangkannya di meja.

"Tumben pulang cepet, kemarin bilang dua hari. " Retha mencoba berbasa basi dengan suaminya itu.

"Ini semua karena kamu, karena kamu tidak ke rumah ibu. Ibu menerorku selama kerja tadi. " ujar Danil dengan geramnya.

"Hah... aku harus bagaimana? Kamu sama ibu sudah sering menyuruhku kerja, sekarang aku sudah cari kerja salah lagi. Bahkan aku mengajak Aksa kerja lho ,mas. Terus aku harus bagaimana mas? " kata Retha yang sudah merasa kesal dengan pembicaraan ini.

"Entahlah, Sekarang bersiaplah. Kita ke rumah ibu."

Tanpa banyak bicara lagi Retha beranjak dari duduknya dan bersiap kerumah ibu mertuanya, walau sebenarnya dia enggan. Tapi karena suaminya yang meminta akhirnya dia menuruti.

Retha, Danil dan Aksa sudah sampai di rumah bu Ayu, rumah mertua Retha. Mereka duduk di ruang keluarga bersama dengan semua orang yang ada di rumah itu.

"Tumben, ada apa kalian kemari. Biasanya juga kalian kemari sendiri-sendiri. Retha pagi, Danil malamnya. " sapa Bagus kakak Danil.

"Ga ada mas, cuma pengen main aja. " Danil yang menjawab.

Retha hanya diam saja seperti biasa, dia tidak akan menjawab kalau tidak di tanya. Bu Ayu dan Dila juga diam saja sejak tadi, seolah acuh dna tidak peduli dengan kedatangan mereka. Mereka berdua masih merasa kesal, karena Retha tidak datang ke rumah tadi akhirnya mereka berdua yang harus bersih-bersih rumah. Sedangkan Maya entah kemana.

"Ibu kenapa? kok cuek gitu aku datang. " Danil menyapa ibunya yang dari tadi berpaling darinya dan tidak mau melihat wajahnya.

"Males." jawab bu Ayu ketus.

Danil yang tidak bisa melihat ibunya marahpun akhirnya mengeluVanon jurus terakhirnya, agar ibunya itu tidak marah dan cuek lagi padanya.

"Nih bu, Danil ada sedikit rejeki buat ibu. " kata Danil sambil membuka dompetnya.

Benar saja Bu Ayu langsung menoleh ke arah Danil yang sedang menghitung uang di dompetnya. Matanya langsung berbinar melihat lembaran uang merah yang ada ditangan Danil.

"Nih, bu, sejuta buat jajan Tadi Danil dapat bonus dari kantor. " Danil memberikan sepuluh uang ratusan ribu kepada ibunya. Membuat semua orang yang ada di sana menelan ludahnya, tapi tidak dengan Retha dia masih diam dan memasang wajah datar.

Retha menatap datar ke arah suaminya yang memberikan uang secara cuma-cuma kepada ibunya. Tanpa memikirkan perasaannya sedikitpun. Keadaan seperti ini sering Retha lihat, karena rasa sayangnya kepada sang ibu, Danil tidak segan-segan memberikan apapun dan berapapun yang ibunya minta dengan dalih bakti kepada sang ibu.

Berbanding terbalik ketika dirinya yang meminta uang, yang dia dapatkan adalah cacian dan makian terlebih dahulu sebelum mendapat lemparan uang suaminya. Sungguh ini tidak adil bagi Retha yang adalah istrinya sendiri.

"Dik, besok-besok aku pinjam uang dua juta dong buat acara rekreasinya si Harum keponakanmu dua minggu lagi. " kata Bagus yang sudah sadar setelah melihat gepokan uang di dompet adiknya.

"Ya nanti aku transfer aja mas, ini buat pegangan aku soalnya. "

"Oke deh, makasih ya. Bukannya Aksa juga mau rekreasi juga ya, bareng Harum? rekreasi perpisahan sekolah, mereka kan satu sekolah. " kata bagus lagi.

Danil menoleh kearah anak dan istrinya yang dari tadi diam. "Beneran Ret? " tanyanya kemudian.

Retha hanya mengangguk tanpa bersuara sedikitpun.

"Alah, ga usah ikut mending di rumah aja. Kan si Retha baru dapat kerja. Mana mungkin bisa minta libur dia, masa pegawai baru mau langsung minta libur. " Celetuk bu Ayu yang tidak ingin menantunya itu menghabiskan uang anaknya.

"Bener tu, mending ga usah ikut. buang-buang duit aja." sahut Dila yang masih sakit hati dengan Retha.

Retha tak menjawab sepatah katapun apa yang dibicarakan mereka. Toh jawaban nya pasti sama, karena Danil lebih mendengVanon ibunya daripada istrinya. Jadi dia lebih baik diam. Retha juga merasa lebih baik bekerja dari pada bepergian, tapi dia juga memikirkan anaknya. Bagaimana perasaan anaknya, saat yang lain bersenang-senang tapi dirinya malah ikut ibunya kerja. Nanti akan Retha tanyakan apa yang Aksa inginkan.

Mereka masih ngobrol santai di sana tanpa menghiraukan adanya Retha dam anaknya. Terkadang Retha di ajak bicara, tapi itupun kata-kata pedas yang keluar dari mulut mereka. Danil yang mendengar tak sedikitpun ada niatan untuk membelanya atau melarang keluarganya untuk menghinanya. Itu sudah biasa bagi Retha, tapi tidak dengan Aksa. Anak sekecil itu sudah harus mendengVanon ibunya dihina habis-habisan tanpa memikirkan mentalnya.

"Kami pulang dulu, bu, mas. Udah malem. " pamit Danil kepada keluarganya.

"Ya sudah, hati-hati Dik. " kata Bagus sambil menepuk punggung adiknya itu.

"Jangan lupa transferannya ya. " bisiknya di telinga Danil.

"Beres, mas. "

Mereka bertiga akhirnya pulang ke rumah, Danil sudah merasa lega karena ibunya sudah tidak marah lagi. Sore tadi ibunya menelpon lagi, dan mengadu karena kecapean mengurus rumah sendiri. Dan marah pada Danil, karena tidak bisa membujuk Retha untuk membantu di rumahnya. Karena itu malam ini Danil mengajak Retha datang ke rumah ibunya, agar ibunya itu tidak marah lagi padanya.

Sesampainya dirumah, Retha langsung menyuruh Aksa ke kamarnya, agar segera tidur. Karena besok harus sekolah dan tidak kesiangan. Aksa pun menurut perintah ibunya.

Retha juga sudah bersiap dengan baju tidurnya tanpa menghiraukan Danil, dia sudah sangat capek hari ini. Moodnya yang sehari sudah bagus berubah buruk dalam hitungan menit karena hinaan dari keluarga suaminya. Retha kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasurnya, tak lama Danil menyusuk.

"Kamu kenapa diam aja dari tadi? " tanya Danil yang akhirnya mau bicara dengannya.

"Ga papa, aku capek. Lagi pula kalau aku bicara memangnya akan ada yang berubah? " jawabnya dengan ketus.

Danil terdiam, dia tau sikap keluarganya sudah keterlaluan kepada Retha. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena takut ibunya akan marah padanya dan mengecap nya sebagai anak durhaka jika membela istrinya. Dan dia tidak mau itu terjadi, dia ingin selalu di cap sebagai anak yang berbakti walau harus mengorbankan perasaan istrinya.

"Retha, aku pengen nih. Udah berapa hari ga di manjain sama kamu. " Danil mencoba membujuk Retha.

Retha bergeming tak menghiraukan ucapan suaminya.

"Dosa lho, kalau nolak suami. " ancam Danil.

Ysha yang mendengar itu, menghembus nafasnya kasar. Lalu dia berbalik dan menatap ke arah Danil. Dia sadar, bagaimanapun pria di sampingnya ini masih suaminya dan dia harus melayaninya sebagsi seorang istri. Akhirnya malam ini Retha melayani Danil walau hanya dengan setengah hati.

Pagi harinya, Retha dan Aksa sudah siap. Mereka akan melakukan kegiatan hari ini seperti biasa. Danil yang melihat senyuman Rethapun ikut tersenyum, karena tidak biasanya Retha tersenyum seperti itu. Mungkin bekerja bisa membuatnya bahagia. pikir Danil.

"Sepeda siapa itu Ret. " tanya Danil yang tidak menyadari kalau ada sepeda di rumahnya.

"Oh, itu sepeda majikanku. Beliau meminjamkannya kepadaku, untuk menjemput Aksa pulang sekolah untuk mempersingkat waktu." kata Retha dengan nada sindiran.

Danil manggut-manggut. "Ya sudah, aku kerja dulu. Ga tau nanti pulang apa enggak. Nunggu perintah dari bos, nanti aku kabari kamu kalau aku ga pulang. "

"Iya, " Retha lalu menyalami punggung tangan Danil.

Setelah Danil pergi, kini giliran Retha dan Aksa yang akan pergi kesekolah dan bekerja.

Di tempat kerja, Retha mendapat telpon dari orangtuanya di kampung.

"Assalamualaikum bu. "

"Waalaikum salam, piye kabarmu nduk? " (gimana kabarmu nak? )

"Alhamdulillah apik bu. ono opo kok tumben eram telpon " (Alhamdulillah baik bu, ada apa tumben

telpon)

Ibu Retha terkekeh mendengar ucapan putrinya itu.

"kowe opo ora muleh to nduk, bapak karo ibu wes kangen iki. " (kamu apa ga pulang, nak. bapak sama ibu sudah kangen. )

"InsyaAllah bu, saiki aku iseh kerjo. Mengko lek wes oleh prei aku tak muleh karo Aksa." (InsyaAllah bu, sekarang aku masih kerja. Nanti kalau sudah bolej libur, aku akan pulang dengan Aksa.)

Ibu Retha mengernyit saat mendengar anaknya sekarang kerja. Ada sedikit kecurigaan di hati ibunya mendengar ucapan Retha tadi.

"Oohh, saiki kowe kerjo to. Ya wes, lek ngunu. Tapi ibu njaluk tulong, lek iso rong minggu engkas usahano kowe iso mulih yo. Bapak onok perlu karo kowe. " (Ooh, sekarang kamu kerja. Ya udah kalau begitu. Tapi ibu minta tolong, dua minggu lagi kamu usahakan untuk pulang. Bapak ada perlu sama kamu. )"

"Ono perlu opo to, bu. Kok koyoke penting eram." (ada perlu apa sebenarnya bu, kok sepertinya penting banget.)

"Iki lho, bapakmu oleh warisan teko mbahmu. Bagi-bagi sawah karo pak lek mu. Trus sawahe pak mu iku kenek proyek perumahan, kate di tuku pemborong. Wes to, mrinio. Mengko lak ngerti dewe, kowe. " (Ini lho, bapakmu dapat warisan dari kakekmu. Bagi-bagi sawah sama pamanmu. Terus sawahnya bapakmu itu kena proyek perumahan, mau dibeli pemborong. Sudahlah, kamu segera kesini. Nanti kamu juga akan mengerti)

"Ya wes bu, aku mengko tak coba ngomong nang juraganku. Tak njaluk prei. " (Ya udah bu, nanti aku akan coba bicara sama majikanku. Aku akan minta cuti.)

"Ya wes lek ngunu, Assalamu'alaikum. " ( ya udah kalau begitu, assalamu'alaikum)

"Wa'alaikum salam. "

Panggilan terputus. Retha mengehela napas dalam dan menghembuskannya secara perlahan.

Kini dia berpikir, haruskah dia pulang bersama dengan Danil? kalau dia pulang dengan Danil, maka Danil akan tahu kalau selama ini orang tuanya bukanlah orang miskin. orang tuanya memiliki beberapa hektar sawah yang apabila di jual, menghasilkan uang milyaran belum lagi warisan dari kakeknya.

Orang kampung memang terlihat miskin dari luar karena kehidupan mereka yang sederhana. Membangun rumah pun sederhana tidak harus mewah yang penting nyaman untuk berteduh dari teriknya matahari dan derasnya hujan. Tapi dibalik kesederhanaan itu, ada kekayaan yang terbentang luas.

"Dont judge a book by its cover. "

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status