Share

Tiba-tiba Bertunangan

last update Last Updated: 2025-07-28 13:53:45

Edgar tak bisa menutupi rasa gugupnya, sekilas melirik ke Andien yang juga terlihat gelisah. Otaknya bekerja keras mencari cara untuk menyakinkan sang nenek.

"Benar, Nek. Sebenarnya aku dan Andien sudah lama berpacaran, hanya saja selama ini Andien tinggal di luar---"

Edgar menghentikan ucapannya ketika sang nenek mengangkat tangan kirinya ke atas. Tak lama kemudian beberapa orang pria berseragam datang menghampiri Margaret.

"Segera siapkan keperluan pertunangan Edgar dengan calon cucu mantu," titah Margaret.

Mendengarnya, Andien terbelalak, tidak percaya apa yang akan segera terjadi. Semuanya terasa tiba-tiba, ia merasa seperti benar terperosok ke dalam mimpi buruk.

Sementara dirinya disewa sebagai pacar pura-pura, bukan untuk benar-benar kekasih Edgar.

Andien melihat Edgar yang berdiri di sampingnya, seolah meminta pria tersebut untuk menjelaskan semuanya kepada sang nenek.

"Nek, kita mau merayakan hari ulang tahunmu yang ke 91 tahun, bukan pertunangan. Apa nenek lupa?" kata Edgar berhati-hati seakan mengingatkannya.

"Kau berani menentang perintahku, Edgar!" ujar Margaret dengan tatapan tajamnya. "Aku belum pikun, jadi jangan mengajariku!"

Edgar tertawa getir sambil menggeleng pelan. Dia selalu kesulitan berhadapan dengan sang nenek yang egois. Namun, dia juga harus memikirkan perasaan Andien. Edgar kembali membujuk sang nenek.

"Nek, Andien masih harus mengurus surat tugas kerja dari luar negeri," katanya dengan suara yang lembut. "Bagaimana kalau pertunangan ini diundur ke minggu depan saja?"

Tetapi, sang nenek bergeming. "Tidak perlu mengulur waktu, Edgar. Andien bisa bekerja di perusahaanmu, karena setelah bertunangan ia harus tinggal di sini. Dengan begitu, ia bisa lebih dekat denganmu," katanya tanpa meminta persetujuan dari Andien.

Edgar seolah tidak memiliki kekuatan untuk menentang perintah sang nenek, cuma bisa mengangguk lemah dan menyurut mundur.

"Apa maksudnya semua ini, Edgar?" gusar Andien, menarik tangannya menjauh dari Margaret. "Sekarang jelaskan ke nenek Margaret, hubungan kita ini cuma pura-pura!"

"Andien, aku mohon. Aku tidak bisa menentang keinginan nenek. Aku takut penyakit lama nenek kambuh. Kau tidak tahu nenek punya penyakit yang serius. Jadi, aku---"

"Stt, aku tidak mau tahu! Kalau kau tidak mau menjelaskan, biar aku!" tegas Andien memotong, berjalan menghampiri Margaret untuk meluruskannya.

'Bicara jujur lebih baik.' Bergumam dalam hati.

Tiba di depan Margaret, Andien mendadak diserang rasa gugup. Ia meremas telapak tangannya yang sudah banjir keringat. Setelah meneguk liur dan menghela napas berkali-kali untuk menguasai rasa gugupnya, ia bicara, "Nek, saya---"

"Tak perlu merasa sungkan, Andien. Setelah menjadi tunangan Edgar, kau ini sudah menjadi cucu nenek," potong Margaret, kali ini sangat lembut. Sehingga Andien yang tadinya gugup, merasa lebih nyaman.

Tapi, ini bukan soal perasaan nyaman, tetapi masa depan dan hidupnya. Ia tidak mau hidupnya sia-sia bersama orang yang baru dikenalnya. Jadi, ia harus bicara sekarang sebelum semuanya bertambah rumit.

Namun, belum sempat buka suara, seorang pria berseragam datang menghampiri Margaret. Sekilas Andien mendengar percakapan sang pria dengan Margaret. Pria tersebut memberitahu persiapan acara pertunangan sudah rampung.

Andien dilanda ketakutan. Dari sana ia kembali menghampiri Edgar, memintanya segera mengantar dirinya ke stasiun kereta. Namun, Edgar terus memohon dengan alasan takut penyakit sang nenek kambuh.

"Pokoknya aku mau pulang. Tugasku sebagai pacar pura-pura sudah selesai. Sekarang antar aku ke stasiun."

"Tidak bisa. Aku tidak mungkin menggagalkan pertunangan kita. Itu sama saja membuat penyakit nenek kambuh."

"Lalu, kau tidak memikirkanku?" geram Andien kesal.

"Tentu aku sudah memikirkannya. Aku akan membayarmu mahal untuk ini. Kamu tinggal bilang berapa saja."

"Aku tak butuh uangmu! Sekarang aku kembalikan cincinnya."

Merasa harga dirinya direndahkan, Andien menanggalkan cincin pemberian Edgar, tapi anehnya cincin itu seolah menyatu dengan jarinya. Andien mencoba untuk melepasnya, tapi tetap tidak bisa.

"Kan, bahkan cincin itu saja tidak bisa lepas. Sudahlah, aku berjanji setelah selesai pertunangan nanti, aku akan cari cara melepasmu." Edgar tersenyum simpul.

Andien tertunduk dalam, pasrah dirinya terperangkap dalam situasi yang tak diinginkannya.

"Nona, mari kita ke kamar ganti." Seorang pelayan datang, menyadarkannya dari rasa sakit itu.

Mau tak mau, Andien pasrah mengikuti kemana ia dibawa, dan apa yang dilakukan padanya. Ia tidak punya cara memaksa Edgar menggagalkan pertunangan itu, alih-alih menentang keputusan Margaret.

***

Andien tampil sangat cantik memakai gaun putih semata kaki, kulitnya putih mulus sangat kontras dengan warna gaunnya. Ia pernah bermimpi mengenakan gaun seperti itu, berjalan ke altar pernikahan dengan kekasihnya. Tapi...

Dari kamar rias, Andien keluar untuk mencari Edgar. Bagaimanapun, cuma pria itu satu-satunya yang ia kenal di sana.

Andien mengangkat bibir gaun bawahnya mulai berjalan di koridor. Namun, pas melewati pintu sebuah kamar, samar ia mendengar percakapan dari dalam kamar.

Penasaran, ia mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit untuk melihat lebih jelas lagi.

"Edgar?" desisnya melihat calon tunangannya tengah berbicara dengan seseorang di telepon.

Andien yang tengah mencarinya, urung mendorong pintu kamar. Ia memilih menunggu di bawah saja.

"Kau yakin dia benar meninggal? Karena gadis ini sangat mirip dengannya."

Andien menghentikan langkahnya. Ia tertarik mendengar percakapan Edgar. 'Gadis siapa maksudnya?

"Cepat cari makamnya! Sebelum ada bukti, aku tidak bisa percaya!"

"Sial! Mereka hanya mirip. Tuan Muda Edgar Matthew tidak semudah itu jatuh cinta, paham!"

"Kau cukup lakukan perintahku! Sebentar lagi acara pertunanganku, jadi jangan menghubungiku." Kemudian, Edgar menyudahi teleponnya.

'Makam?'

Penasaran, dahi Andien mengerut. Namun, tidak mau Edgar tahu ia menguping pembicaraannya, cepat-cepat ia pergi dari sana.

"Andien," panggil Edgar.

Andien menggigit bibir bawahnya, takut Edgar tahu dirinya mengintip tadi. Namun, ia terpaksa berhenti di pertengahan tangga menunggu Edgar.

"Iya?"

"Ponselmu tertinggal," katanya memberikannya kepada Andien.

Cepat-cepat Andien mengambilnya dari tangan Edgar, baru sadar tidak mengaktifkan kunci ponselnya.

"Tadi Jayden menelepon. Siapa dia?"

"Jayden? Dia bicara apa?" buru Andien mendengar nama kekasihnya. Karena sejak tiba di mansion Matthew, ia tidak lagi membuka ponselnya.

"Dia mau bicara denganmu. Tapi, aku bilang kau dan aku mau bertunangan." Santai Edgar menjawab.

"A-apa? Kenapa kau bicara begitu? Dia itu---"

"Kekasihmu, iya? Aku peringatkan sekali lagi! Selama bersamaku, jangan berhubungan dengan pria siapapun, tanpa terkecuali dengan kekasihmu itu!" Edgar mengangkat dagunya angkuh, mata gelapnya menyipit menunggu jawaban dari bibir Andien.

Andien mengangguk patuh. Hatinya menjerit dengan nasib dirinya sendiri. Di satu sisi, Edgar telah membantunya, karena Jayden pantas mengetahui pertunangan ini, sebagai balasan atas semua pengkhianatannya. Di sisi yang lain, pertunangan ini hanyalah peran yang menyakitkan baginya.

Pertunangan Andien dan Edgar berjalan dengan baik. Terlihat dari raut wajah Margaret yang ceria dan bibirnya tidak berhenti tersenyum.

Atas perintah Margaret, Andien akan tinggal di sana sesaat setelah dirinya sah menjadi tunangan Edgar. Andien tidur di kamar khusus yang bersebelahan dengan kamar Edgar.

Tinggal di sana jelas membuat Andien sangat gelisah sampai tak bisa memejamkan mata. Pikirannya tidak bisa tenang, ia bahkan belum bertemu keluarganya setelah ia pulang ke tanah air.

Tidak mau mati kejenuhan dalam kamarnya, Andien keluar berjalan-jalan di koridor mansion, menghabiskan waktu malam. Sementara keadaan mansion sudah sepi.

Saat berkeliling mansion, ia tertarik melihat sebuah ruangan mirip ruang kerja pribadi. Ia memperhatikan lebih lama dengan rasa kagum, karena penataan ruangan dengan gaya klasik kesukaannya.

Tapi, rasa kagumnya hilang saat pandangannya tertuju pada foto di atas meja.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir    Permintaan Andien

    Andien bergeming, bibirnya seakan terkunci rapat, ia hanya terdiam melihat Bianca berdiri di depannya. Andien mencoba menyembunyikan rasa cemburu dan amarah yang seketika membara di dalam hatinya, berhadapan dengan wanita yang telah menghancurkan hubungannya dengan Edgar."Ahh, maaf, apa kita bisa bicara?" tanya Bianca terdengar basa-basi. Nada suaranya dibuat-buat bersahabat. "Aku Bianca," ujarnya memperkenalkan diri dengan memberikan senyum manisnya. Mengulurkan tangannya ke depan untuk berjabat tangan dengan Andien.Sial! Andien seakan-akan terjebak di sana. Mau tak mau ia terpaksa menerima jabat tangan Bianca, "Andien," jawabnya pendek tanpa ekspresi. "Aku sekretaris baru Jayden."Andien tersenyum kecil, berusaha terlihat tidak peduli. "Oh."Bianca melanjutkan dengan antusias, "Jayden memintaku untuk menggantikan posisi kamu untuk sementara di perusahaan. Dan, karena dia tertarik dengan kinerjaku yang sangat bagus, dia pun mengajakku liburan kemari sebagai reward."Andien merasa

  • Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir    Menerima Tawaran Sang Mantan

    Sontak Andien berbalik badan, dadanya bergemuruh, ia langsung gugup."Edgar?" Wajah Andien sedikit memutih dan gelisah. Ia takut Edgar melihat dirinya bertemu dengan Jayden, mantan kekasihnya tadi.Melihat Andien seperti ketakutan melihat dirinya. Edgar menatapnya dalam-dalam dan bertanya, "Andien, kau tidak apa-apa, 'kan?" Andien menggeleng cepat, segera menguasai dirinya. "Tapi... kenapa kamu kemari?""Menyusulmu! Kau seharusnya mengabariku datang berbelanja kemari," tegas Edgar seperti memperingatkan.Edgar lagi berkata, "Aku menunggumu di kamar hotel, dan mencarimu di supermarket lantai dasar hotel, tapi tidak ada. Maka aku kemari." "Apa kau pikir aku mau melarikan diri!" ujar Andien tertawa kecil untuk menghilangkan rasa gugupnya.Santai Edgar menaikkan salah satu alisnya, "Apa kau sudah siap menerima konsekuensi dari nenek?""Aku rasa nenekmu juga tidak akan bisa mencariku di negara seluas ini," ujar Andien dengan tawa mengejek.Andien bergeser ke samping sembari mengekorkan s

  • Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir    Diremehkan Mantan

    "J-Jayden," desis Andien mengepal kuat telapak tangannya. Tubuhnya bergetar hebat berhadapan dengan pria tampan tersebut. Andien berusaha tetap berdiri tegak di lorong supermarket, matanya tidak lepas dari pria di depannya. Jayden, mantan kekasih yang telah menghancurkan hatinya, kini berdiri di depannya dengan senyuman yang mempesona. Seolah dia tidak merasa bersalah dengan semua yang sudah dilakukan terhadap Andien.Andien merasa seperti ditampar, rasa sakit dan kemarahan yang telah lama dipendam kembali muncul ke permukaan. Sekilas melihat wanita yang kebingungan di samping Jayden. "Maaf, anda menghalangi jalan saya," ucapnya memutar balik. Ia berusaha untuk tetap tenang, pura-pura tidak mengenalinya, dan bergegas pergi dari sana. Namun, Andien tidak bisa menghilangkan rasa penasaran dan kemarahan yang seketika bergejolak di dalam hatinya. Andien segera mengirimkan pesan kepada sahabatnya, meminta konfirmasi tentang keberadaan Jayden di tempat itu. ["Kamu tahu, kenapa Jayd

  • Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir    Dikagetkan Seseorang

    "Tahu apa dia? Aku bahkan tidak mengenalnya!" Andien menjawab ketus. Edgar menghela nafas pendek. Dia tak ingin membahasnya lagi. Dia hanya perlu bicara dengan Margaret nanti untuk menanyakannya."Iya. Aku percaya padamu."Andien dan Edgar tiba di sebuah hotel mewah dengan pemandangan laut yang indah. Mereka sengaja memesan kamar hotel tersebut untuk kenyamanan perjanjian mereka sebelumnya."Kau sudah mengabari nenek kalau kita berbulan madu kemari?" Andien bertanya seraya sibuk merapikan isi kopernya."Tidak perlu. Ini juga untuk kenyamanan kita yang tidak perlu nenek tahu.""Kau tahu nenek punya mata-mata yang bisa saja melaporkan ini kepadanya, Edgar!" peringat Andien berpindah duduk dekat Edgar. "Apa kau yakin keputusanmu ini tidak mempersulit perceraian kita nanti?" tanya Andien, sambil memandang Edgar dengan rasa ingin tahu. "Kau mau menanggung resiko terburuk dari nenek?"Edgar menghela nafas berat. Seolah tengah memikirkan hal yang rumit."Aku sudah memikirkan itu, Andien.

  • Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir    Edgar Bertemu Musuh Bebuyutan

    "Sial! Apa maunya dia?" Edgar bergumam. Di sisi lain, Edgar sempat syok. Dia tidak menyangka Alex bakal berani muncul di hadapannya, setelah bertahun-tahun sepupunya itu menghilang tanpa jejak. Dan setelah semua pengkhianatannya.Awalnya Edgar tidak terpancing meladeni Alex, sepupunya itu merupakan musuh bisnisnya itu. Tetapi, dia menghargai Andien sebagai istrinya dan tidak mau Alex meremehkannya."Apa maksudnya 'wanita itu', Edgar? Siapa pria itu?" tanya Andien merasa ucapan pria itu menunjuk ke dirinya."Nanti kita bicarakan ini, Andien," jawab Edgar. Lalu, memangil sang asisten baru. "Bawa nona Andien pergi dari sini. Kemudian, ubah tujuan kita ke tempat yang lebih aman. Ingat, jangan sampai bocor ke nenek!" perintahnya setengah berbisik."Tapi, bagaimana dengan Tuan Muda Alex, Tuan Muda? Apa anda bisa menghadapinya?""Diam dan ikuti saja perintahku. Aku yang akan mengurusnya."Edgar melepas genggamannya pada tangan Andien. Setengah memaksanya segera pergi dari sana.Namun, baru

  • Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir    Perintah Nenek Margaret

    Andien melompat ke ranjang dan segera memeluk erat Edgar. "Ada hantu di depan pintu," bisik Andien gemetaran.Edgar mendorong Andien. "Hantu apaan? Jangan bilang itu cuma akal-akalanmu saja! Kau cari-cari kesempatan bisa memelukku, ya?"Andien menggeleng cepat, tangannya menunjuk ke arah pintu kamar. "Benaran ada hantu di depan pintu," bisik Andien semakin menenggelamkan dirinya di dada Edgar."Kau ini cuma---" Tapi... deheman keras dari pintu kamar memotong ucapan Edgar segera menoleh ke arah pintu, dahinya berkerut. "Nenek? Kenapa Nenek berpakaian seperti itu?" tanya Edgar.Melihat pakaiannya, Edgar jadi tahu Margaret lah yang disebut hantu oleh Andien tadi."Kenapa nenek berpakaian seperti hantu?" ulang Edgar melihat Margaret cuma tertawa kecil. Kemudian menarik Andien dari pelukannya. "Itu bukan hantu, tapi nenek," bisiknya."Nenek?" Andien kaget mendengarnya Iantas mengangkat wajah untuk melihat jelas. "Nenek! A-aku minta maaf. Tadi itu---"Margaret mendekat seraya melepas kain

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status