LOGINKehilangan sang kakak dan dikhianati sang pacar, seketika mengubah hidup Andien Clouwi jadi begitu menyedihkan. Ditengah kesedihannya, Andien malah dipertemukan dengan Edgar Mathew, pria mengesalkan. Yang tanpa sengaja keduanya bertabrakan saat di dalam kereta api. Akibat insiden kecil tersebut, Andien melakukan kesalahan kecil, berujung dituntut oleh Edgar dengan memberi dua pilihan sulit. Kira-kira kesalahan apa, ya yang dilakukan Andien? Penasaran, pilihan sulit apa yang diberikan Edgar untuk Andien? Yukk, temukan di; Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir
View MoreKereta api meluncur dengan kecepatan yang stabil, membawa Andien Clouwi menuju kota kecil tempat makam sang kakak. Sesaat ia tiba di tanah air setelah sekian lama di luar negeri. Ia duduk di pojok kereta, memandang keluar jendela sambil memeluk buket bunga lili ungu segar.
Namun, pikirannya tidak lagi di perjalanan, melainkan di berita yang baru saja diterimanya dari sahabatnya. Air matanya luruh, berdesakan dengan rasa sakit atas sebuah pengkhianatan yang terus menusuk hatinya. 'Kekasihmu berselingkuh. Aku melihatnya langsung.' Isi pesan itu terus berputar di kepalanya, membuat jantungnya nyaris melompat dari tempatnya. Keceriaannya seketika hilang, meninggalkan amarah dan kesedihan yang menyatu sangat cepat. Air matanya tidak lagi terbendung, luruh begitu saja memenuhi kedua pipi tirusnya. Ia sangat yakin sahabatnya tidak mungkin berbohong. Ia kembali membuka handphone, untuk memeriksa balasan pesan yang beberapa detik yang lalu ia kirimkan ke sang kekasih. Tapi saat itu juga, kereta api melambat dan berhenti di stasiun. Pintu gerbong kereta terbuka. Dengan hati kesal, segera Andien menutup handphonenya sangat kasar. Ia tergesa-gesa turun dari kereta. Kedua sudut matanya yang mengembun mengaburkan pandangannya, ditambah pikirannya yang masih berkecamuk membuatnya tidak fokus dengan jalannya. Bersaman saat itu juga, seorang pria dengan gaya casualnya, naik tepat di pintu gerbong yang sama. Andien tidak memperhatikan pria tersebut, dan akhirnya ia menabrak sang pria. "Ahkk, sial!" Kata-kata itu meluncur ringan dari bibir Andien. Tapi, ia tidak melihat apa yang sudah terjadi pada pria di depannya. Kelopak bunga lili berwarna ungu sebagai penghargaan terakhir untuk sang kakak tercinta, kini bertaburan di kemeja putih polos sang pria, meninggalkan noda yang mencolok di sana. "Kau tidak bisa melihat apa?" marah sang pria bernama Edgar Mathew, memepet Andien sehingga gadis itu mau tak mau harus mundur, dan akhirnya tersudut di sela jejeran kursi penumpang. Kaget dan gusar, Andine mengangkat kepala cepat, melihat pria yang berdiri sangat dekat di hadapannya dengan raut wajah kemarahan. Matanya yang gelap dan tajam menyipit, mengamati wajah tegang Andine. Melihatnya terdiam dan hanya memelototinya, amarah Edgar semakin memuncak. "Lihat, apa yang sudah kau lakukan pada kemejaku!" geram Edgar, menunjuk noda bunga di kemejanya. Sementara matanya melebar seperti hendak menelan gadis di hadapannya. Andien yang masih kesal, terpancing untuk membalas dengan nada yang tinggi, "Itu salahmu! Kau yang tidak memperhatikan jalanmu!" Andien mengangkat dagu sambil menggeram kesal ke pria gusar di depannya. "Minggir, aku mau turun!" Namun, Edgar yang juga sedang terburu-buru hendak ke ulang tahun neneknya, tak kalah kesal, dia menggeram penuh amarah. Merasa dirinya direndahkan dengan sikap sombong gadis tidak sopan di depannya. "Kau harus bertanggungjawab dengan noda di kemejaku ini dulu!" "Halahh, tinggal bawa ke laundry saja, selesai!" Andien mengibaskan tangannya cuek di permukaan kemeja Edgar. "Sekarang minggir dari depanku, aku terburu-buru!" ujar Andien menatap tajam Edgar. Namun, bukannya bergeser ke samping, dengan lancang Edgar menarik tangannya turun dari kereta. Membawanya ke tempat sedikit sepi. "Lepaskan tanganku, dasar pria mesum!" Setengah berteriak, Andien menarik paksa tangannya dari genggaman Edgar. "Aku harus pergi sekarang!" "Sial! Lalu, bagaimana dengan kemejaku ini?" Edgar membungkuk ke depan, menyesuaikan tingginya dengan tubuh Andien yang mungil, hampir terbilang pendek. Sembari menatap dalam-dalam wajah sang gadis. Andien meremas tangkai bunga di tangannya. Andien merasa kalau Edgar lah yang bersalah dengan semua yang terjadi, tapi ia tidak mau terjebak dengan pria asing itu, mau tak mau ia terpaksa meminta maaf. "Maaf, aku tidak sengaja," ucapnya dingin. Berharap setelahnya Edgar langsung membiarkannya pergi. "Hu um... tidak semudah itu, Nona. Kau tidak tahu aku tengah terburu-buru ke acara penting. Sementara, kemejaku? Lalu, lihatlah karena kau, aku jadi ketinggalan kereta!" Apa katanya, terburu-buru? Lalu, bagaimana denganku? Apa lagi tadi, karena aku? Dasar pria mengesalkan! Andien menahan diri tetap diam, menekan rasa kesal dan amarah dalam dada yang terus bergemuruh hebat. Sesekali menarik sudut bibirnya, menunggu pria mengesalkan di depannya selesai merepet. "Kau tidak tahu siapa aku dan seberapa mahal kemejaku ini! Aku tidak bisa sembarang memberikan pakaianku ke laundry!" Andien yang berpikir tidak akan berdebat panjang lebar dengan pria di depannya, cuma bisa mengutuk dalam hati, menahan diri untuk tetap tidak menjawab. "Hahk, tidak bisa jawab, 'kan? Bahkan aku rasa gajimu sebulan pun belum cukup membeli sepotong kemeja seperti ini." Andien menggertak gerahamnya kasar, tangannya mengepal kuat hingga buku-buku tangannya terlihat memutih. Di bibirnya tersungging senyum sinis, ucapan Edgar itu sangat merendahkannya. Pria itu tidak tahu, kalau ia merupakan orang penting di perusahaan besar milik kekasihnya. Tapi... sesaat setelah memikirkannya kembali, Andien tertunduk dalam rasa sakit. Mengingat berita yang ia terima beberapa menit yang lalu. "Kenapa diam?" ejek Edgar angkuh, merasa menang melihat lawan bicaranya tidak bisa berkata-kata. "Aku minta maaf. Sumpah, aku tidak sengaja tadi, aku sedang terburu-buru hendak ke makam kakakku sebelum hari semakin sore. Jadi, aku rasa tidak perlu memperpanjangnya lagi," kata Andien, suaranya bergetar. Dengan raut wajah yang memelas, perlahan mengangkat kepala untuk melihat ekspresi wajah pria itu. "Tidak bisa, bagaimanapun kau harus membersihkan kemejaku ini sebelum jam lima sore! Tidak mungkin aku mengenakan kemeja kotor begini ke acara penting!" Merasa itu hanya akal-akalan Edgar, dia hanya perlu pulang dan mengganti kemejanya. Sementara, masih cukup waktu sampai ke jam lima sore. "Kau memintaku untuk membersihkannya?" tanya Andien kesal, meski dengan jelas telah berkali-kali mendengar kata itu dari Edgar. "Tidak!" "Lalu?" Andien kaget, sampai tubuhnya berjengit ke belakang. Matanya terbelalak, tidak sabar menunggu jawaban Edgar. "Kau harus membayarnya!" "Membayar apa? Bukankah cuma noda bunga?" "Iya, tapi noda ini sudah kering, dan---" "Cukup!" potong Andien sambil mengeluarkan dompet dari tasnya. Lama-lama ia gerah dengan sikap pria itu. "Berapa aku membayarnya?" Dengan angkuhnya bertanya sambil menatap Edgar, menunggu jumlah nominal terucap dari bibirnya. Edgar menaikkan satu alisnya, sembari memberikan senyum smirknya. Pria itu menjawab datar, "Satu miliar." "A-apa kau sudah gila?" Edgar menggeleng cepat, kemudian tertawa kecil seperti mengejek Andien yang pucat dan langsung menutup dompetnya. "Tapi..." Edgar sengaja menggantung ucapannya, memperhatikan wajah pucat Andien yang terus memelototinya. "...kau punya dua pilihan." "P--pilihan apa itu?" Gugup, Andien bertanya hampir tidak terdengar, suaranya tercekat di leher. "Kau ikut aku sekarang atau membayar satu miliar, waktumu hanya sepuluh menit dari sekarang!" Andien ternganga sambil menepuk-nepuk wajahnya tidak percaya. Kepalanya mendadak pening, ia merasa sekelilingnya berputar-putar dan seolah ia tengah bermimpi buruk. Andien memandang dompetnya, kemudian memandang Edgar dengan tatapan yang menyedihkan. Ia berkata nyaris tak terdengar, "Aku pilih yang kedua. Tapi, apa maksudmu ikut denganmu?" Alih-alih menjawab, Edgar hanya tersenyum dan menarik tangannya naik ke kereta yang baru saja berhenti. ***Andien bergeming, bibirnya seakan terkunci rapat, ia hanya terdiam melihat Bianca berdiri di depannya. Andien mencoba menyembunyikan rasa cemburu dan amarah yang seketika membara di dalam hatinya, berhadapan dengan wanita yang telah menghancurkan hubungannya dengan Edgar."Ahh, maaf, apa kita bisa bicara?" tanya Bianca terdengar basa-basi. Nada suaranya dibuat-buat bersahabat. "Aku Bianca," ujarnya memperkenalkan diri dengan memberikan senyum manisnya. Mengulurkan tangannya ke depan untuk berjabat tangan dengan Andien.Sial! Andien seakan-akan terjebak di sana. Mau tak mau ia terpaksa menerima jabat tangan Bianca, "Andien," jawabnya pendek tanpa ekspresi. "Aku sekretaris baru Jayden."Andien tersenyum kecil, berusaha terlihat tidak peduli. "Oh."Bianca melanjutkan dengan antusias, "Jayden memintaku untuk menggantikan posisi kamu untuk sementara di perusahaan. Dan, karena dia tertarik dengan kinerjaku yang sangat bagus, dia pun mengajakku liburan kemari sebagai reward."Andien merasa
Sontak Andien berbalik badan, dadanya bergemuruh, ia langsung gugup."Edgar?" Wajah Andien sedikit memutih dan gelisah. Ia takut Edgar melihat dirinya bertemu dengan Jayden, mantan kekasihnya tadi.Melihat Andien seperti ketakutan melihat dirinya. Edgar menatapnya dalam-dalam dan bertanya, "Andien, kau tidak apa-apa, 'kan?" Andien menggeleng cepat, segera menguasai dirinya. "Tapi... kenapa kamu kemari?""Menyusulmu! Kau seharusnya mengabariku datang berbelanja kemari," tegas Edgar seperti memperingatkan.Edgar lagi berkata, "Aku menunggumu di kamar hotel, dan mencarimu di supermarket lantai dasar hotel, tapi tidak ada. Maka aku kemari." "Apa kau pikir aku mau melarikan diri!" ujar Andien tertawa kecil untuk menghilangkan rasa gugupnya.Santai Edgar menaikkan salah satu alisnya, "Apa kau sudah siap menerima konsekuensi dari nenek?""Aku rasa nenekmu juga tidak akan bisa mencariku di negara seluas ini," ujar Andien dengan tawa mengejek.Andien bergeser ke samping sembari mengekorkan s
"J-Jayden," desis Andien mengepal kuat telapak tangannya. Tubuhnya bergetar hebat berhadapan dengan pria tampan tersebut. Andien berusaha tetap berdiri tegak di lorong supermarket, matanya tidak lepas dari pria di depannya. Jayden, mantan kekasih yang telah menghancurkan hatinya, kini berdiri di depannya dengan senyuman yang mempesona. Seolah dia tidak merasa bersalah dengan semua yang sudah dilakukan terhadap Andien.Andien merasa seperti ditampar, rasa sakit dan kemarahan yang telah lama dipendam kembali muncul ke permukaan. Sekilas melihat wanita yang kebingungan di samping Jayden. "Maaf, anda menghalangi jalan saya," ucapnya memutar balik. Ia berusaha untuk tetap tenang, pura-pura tidak mengenalinya, dan bergegas pergi dari sana. Namun, Andien tidak bisa menghilangkan rasa penasaran dan kemarahan yang seketika bergejolak di dalam hatinya. Andien segera mengirimkan pesan kepada sahabatnya, meminta konfirmasi tentang keberadaan Jayden di tempat itu. ["Kamu tahu, kenapa Jayd
"Tahu apa dia? Aku bahkan tidak mengenalnya!" Andien menjawab ketus. Edgar menghela nafas pendek. Dia tak ingin membahasnya lagi. Dia hanya perlu bicara dengan Margaret nanti untuk menanyakannya."Iya. Aku percaya padamu."Andien dan Edgar tiba di sebuah hotel mewah dengan pemandangan laut yang indah. Mereka sengaja memesan kamar hotel tersebut untuk kenyamanan perjanjian mereka sebelumnya."Kau sudah mengabari nenek kalau kita berbulan madu kemari?" Andien bertanya seraya sibuk merapikan isi kopernya."Tidak perlu. Ini juga untuk kenyamanan kita yang tidak perlu nenek tahu.""Kau tahu nenek punya mata-mata yang bisa saja melaporkan ini kepadanya, Edgar!" peringat Andien berpindah duduk dekat Edgar. "Apa kau yakin keputusanmu ini tidak mempersulit perceraian kita nanti?" tanya Andien, sambil memandang Edgar dengan rasa ingin tahu. "Kau mau menanggung resiko terburuk dari nenek?"Edgar menghela nafas berat. Seolah tengah memikirkan hal yang rumit."Aku sudah memikirkan itu, Andien.
"Sial! Apa maunya dia?" Edgar bergumam. Di sisi lain, Edgar sempat syok. Dia tidak menyangka Alex bakal berani muncul di hadapannya, setelah bertahun-tahun sepupunya itu menghilang tanpa jejak. Dan setelah semua pengkhianatannya.Awalnya Edgar tidak terpancing meladeni Alex, sepupunya itu merupakan musuh bisnisnya itu. Tetapi, dia menghargai Andien sebagai istrinya dan tidak mau Alex meremehkannya."Apa maksudnya 'wanita itu', Edgar? Siapa pria itu?" tanya Andien merasa ucapan pria itu menunjuk ke dirinya."Nanti kita bicarakan ini, Andien," jawab Edgar. Lalu, memangil sang asisten baru. "Bawa nona Andien pergi dari sini. Kemudian, ubah tujuan kita ke tempat yang lebih aman. Ingat, jangan sampai bocor ke nenek!" perintahnya setengah berbisik."Tapi, bagaimana dengan Tuan Muda Alex, Tuan Muda? Apa anda bisa menghadapinya?""Diam dan ikuti saja perintahku. Aku yang akan mengurusnya."Edgar melepas genggamannya pada tangan Andien. Setengah memaksanya segera pergi dari sana.Namun, baru
Andien melompat ke ranjang dan segera memeluk erat Edgar. "Ada hantu di depan pintu," bisik Andien gemetaran.Edgar mendorong Andien. "Hantu apaan? Jangan bilang itu cuma akal-akalanmu saja! Kau cari-cari kesempatan bisa memelukku, ya?"Andien menggeleng cepat, tangannya menunjuk ke arah pintu kamar. "Benaran ada hantu di depan pintu," bisik Andien semakin menenggelamkan dirinya di dada Edgar."Kau ini cuma---" Tapi... deheman keras dari pintu kamar memotong ucapan Edgar segera menoleh ke arah pintu, dahinya berkerut. "Nenek? Kenapa Nenek berpakaian seperti itu?" tanya Edgar.Melihat pakaiannya, Edgar jadi tahu Margaret lah yang disebut hantu oleh Andien tadi."Kenapa nenek berpakaian seperti hantu?" ulang Edgar melihat Margaret cuma tertawa kecil. Kemudian menarik Andien dari pelukannya. "Itu bukan hantu, tapi nenek," bisiknya."Nenek?" Andien kaget mendengarnya Iantas mengangkat wajah untuk melihat jelas. "Nenek! A-aku minta maaf. Tadi itu---"Margaret mendekat seraya melepas kain
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments