Share

Rencana Nenek

last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-28 21:46:42

"Diandra?" desisnya.

Sekujur tubuh Andien menegang seperti tersengat listrik bertegangan tinggi. Jantungnya berdegup kencang. Ia mendekat sambil mengucek kedua matanya, untuk melihat lebih jelas lagi wanita dalam foto itu benar Diandra, kakaknya.

Baru saja mau melangkah masuk, terdengar suara langkah kaki di belakangnya, di susul suara beratnya yang menggema. Sontak Andien berbalik badan cepat.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Suara itu tidak asing lagi namun terdengar dingin dan tidak ramah.

"Edgar!"

Andien tampak salah tingkah. Matanya terpaku pada wajah dingin di depannya.

"M-maaf, aku---"

Belum selesai bicara, Edgar sudah menarik dan membawanya dari sana.

"Lepaskan, kau menyakitiku!" ringis Andien menarik tangannya dari cengkeraman kuat tangan Edgar. Kemudian, mengelus lengannya yang sakit dan memerah dengan wajah merengut.

"Masuk ke kamarmu. Aku tidak mau nenek sampai melihatmu berkeliaran."

"Apa yang salah? Aku tidak merusak atau mencuri barang-barang di sini. Aku cuma melihat-lihat---"

"Cukup!" potong Edgar dengan tegas, menunjuk ke jam tangan di pergelangan tangan kirinya. "Jam segini tidak boleh ada yang keluar dari kamar, paham!" Kemudian, Edgar segera masuk ke kamarnya.

Tidak paham apa maksudnya, Andien menurut masuk ke kamarnya. Tapi, pikirannya masih terusik dengan foto yang tadi, sampai akhirnya ia tertidur.

Saat terbangun hampir tengah hari, ia segera keluar kamar untuk menemui Edgar. Ia menemukan pria tersebut ada di ruangan tempat foto itu.

"Edgar," panggilnya sekedar memberitahu kedatangannya di sana. Sementara pandangannya sigap menyapu permukaan meja. Tapi, foto itu tidak ada lagi di sana.

"Kau sudah bangun? Turun dan makanlah. Setelahnya kau kemari lagi," kata Edgar, sejenak mengangkat kepala melihat Andien sebelum kembali fokus ke komputer di depannya.

"Aku belum lapar." Andien menarik kursi, duduk bersebrangan meja dengan Edgar.

"Apa kau sibuk? Ada yang mau aku tanyakan." tanya Andien menatap pria di depannya.

"Mau tanya apa?"

"Semalam aku---"

Suara ketukan di pintu ruangan menghentikan ucapan Andien. Seorang pria yang merupakan asisten pribadi Margaret berdiri di sana.

"Tuan Muda, nenek Margaret menyuruh anda dan nona Andien segera ke kamarnya."

Mendengar perintah dari sang nenek, Edgar segera meninggalkan pekerjaannya. "Ayo, kita temui nenek," ujarnya melihat sekilas ke Andien.

Andien menelan ludah kecewa. Harusnya ini kesempatan baiknya bertanya tentang foto itu. Tapi, ia tidak bisa menentang perintah dari Margaret.

"Apa kesehatan nenek terganggu?" tanya Edgar merapikan kerah kemejanya.

"Benar, Tuan Muda. Tadi subuh nenek Margaret sempat mengalami sesak nafas. Tapi, sudah ditangani oleh dokter keluarga."

Edgar menarik tangan Andien, berjalan tergesa-gesa menuju kamar Margaret. Terlihat kesedihan yang mendalam dari pancaran sinar matanya, setiap mendengar Margaret jatuh sakit.

"Nenek..." panggilnya segera memeluk Margaret yang berbaring lemah, dengan penuh sayang. "Kenapa tidak memanggilku tadi subuh?"

"Tidak apa-apa, nenek sudah baikan sekarang. Nenek tahu kau juga capek dan butuh istirahat."

Margaret menggeser posisi tidurnya, menghadap ke arah Edgar.

"Sekarang nenek semakin takut, Edgar. Nenek ini sudah tua dan penyakit nenek juga sering kambuh." Dengan lembut Margaret mengulurkan tangan kepada Andien.

Andien yang berdiri mematung di samping ranjang Margaret, menurut duduk di samping Edgar.

Margaret yang biasanya terkesan dingin dan judes, sekarang kelihatan sangat hangat dan lembut.

"Edgar, apa kamu sudah memikirkan ucapan nenek semalam?" Wajah sendu Margaret menatap penuh harap pada cucu kesayangannya.

Edgar tertunduk dalam, menjawab dengan suara bergetar. "Aku belum bicara dengan Andien, Nek."

Andien mendongakkan kepala, melihat pada Edgar dengan dahi yang mengerut. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Memorinya memutar cepat ke kejadian semalam.

'Apa karena semalam itu?' Membatin.

"Nek, aku rasa rencana ini terlalu terburu-buru" ujar Edgar tidak bersemangat.

"Edgar, apa bedanya sekarang dan nanti? Apa tunggu nenek meninggal dulu?"

"Nek, jangan bicara begitu. Baik, aku bicarakan ini dulu dengan Andien."

"Masih mau bicara? Lalu, semalam kau ngapain, Edgar?"

"A-aku... sebenarnya aku mau bicara semalam, tapi aku lihat Andien sudah tertidur, Nek."

"Apa? Aku tertidur?" tanya Andien pelan seolah kurang jelas mendengar. Andien belum lupa saat mereka sempat berdebat kecil semalam.

Namun, buru-buru Edgar menyikut tangannya. "Kau diam saja kalau tidak mau bertambah rumit lagi."

Kebingungan, Andien terdiam. Pandangannya bergeser ke Margaret. Ia tidak tahu apa lagi yang direncanakan Margaret dan Edgar.

"Sekarang bicarakanlah dengan Andien. Nenek tunggu sampai sore ini." Margaret mengibaskan tangan seolah menyuruh mereka keluar.

Edgar dan Andien segera pergi dari sana. Edgar membawanya ke sebuah tempat yang tenang di sekitar mansion.

"Katakan padaku apa yang sudah kau rencanakan?" tanya Andien tidak sabar.

Edgar tertunduk, wajahnya sangat murung.

"Nenek memintaku agar segera menikahimu."

"A-apa?" Syok, dadanya turun naik mengatur napasnya yang tidak beraturan.

"Tidak bisa, Edgar! Kemarin kau memintaku hanya untuk pacar pura-pura saja. Lalu, kemudian membujuk-bujukku bertunangan. Sekarang mau menikah! Kau hanya memikirkan kepentinganmu saja. Lalu, bagaimana denganku?"

"Stt, Andien. Kau dengarkan dulu aku bicara. Aku juga tidak mau seperti ini, tapi aku takut kesehatan---"

"Yahh, kesehatan nenekmu! Itu saja yang kau pikirkan! Tapi, kau tidak memikirkanku!" potong Andien menarik napas panjang, untuk melonggarkan dadanya yang terasa semakin menyesak.

"Pokoknya kau harus bicara sekarang juga pada nenekmu." Andien berdiri, memalingkan wajahnya kesal. "Kalau hubungan ini cuma pura-pura."

Edgar meneguk liurnya kesulitan. Hal tersebut tidak mungkin dia lakukan, itu sama dengan membunuh neneknya.

Edgar juga kebingungan dengan permintaan sang nenek yang diluar rencananya. Sementara selama ini, Margaret selalu bersikap kasar dan tidak menyukai teman wanita yang dikenalkannya.

"Andien, aku mohon jangan menolak untuk yang terakhir kali ini, ya. Aku berjanji pernikahan ini bukan seperti pernikahan biasa. Setelah selesai pernikahan, kau bebas---"

"Bukankah kata-kata itu juga yang kau buat untuk menjebakku menjadi pacar pura-puramu? Nyatanya?"

Andien semakin tersulut emosi. Ia merasa Edgar tidak punya pendirian, melainkan pria lemah yang cuma bisa berlindung dibawah ketiak neneknya.

"Aku bingung, kenapa kau tidak menikahi pacarmu saja?"

"Andien, kau tidak akan percaya. Tidak satupun dari mereka yang nenek suka. Bahkan, mereka diusir keluar secara kasar dari mansion ini."

Andien terbelalak. "Nenek yang melakukannya?"

"Iya. Tapi, pertama melihatmu, nenek langsung menyukaimu." Edgar tertunduk. Entah apa yang ada dalam pikirannya.

"Andien, aku harap kau tidak menolak."

"Tapi, ini sulit untukku, Edgar." Kembali duduk dengan pandangan matanya jauh ke depan. Nada suaranya jauh lebih tenang.

"Aku baru saja pulang dari luar negeri. Rencana kepulanganku ini sebagai kejutan untuk kakakku, yang katanya mau menikah minggu depan. Tapi, beberapa hari yang lalu, aku mendengar kabarnya sudah meninggal. Aku buru-buru pulang membawa bunga untuk berziarah ke makamnya. Tapi..." Andien menggantung ucapannya. Kepalanya menengadah ke atas, menahan airmata yang berdesakan hendak menumpah.

Sejenak, ia menyeka air matanya yang luruh dengan punggung telapak tangannya. Sebelum kembali melanjutkannya, "... kau datang dan mengubah hidupku yang tengah bersedih, menjadi semakin menakutkan."

Andien menutup wajahnya yang basah air mata dengan kedua telapak tangannya. Bahunya terguncang hebat sebab ia tidak bisa meredam tangisannya lagi.

"Apa kau mau membunuhku pelan-pelan?"

"Andien..." Hanya kata itu yang terucap dari bibir Edgar yang bergetar. Setelahnya, dia tertunduk dalam bisu.

Terdiam bisu bukan karena larut dalam cerita kesedihan Andien. Namun, dia penasaran dengan kakak Andien, bukankah dia dan kekasihnya akan menikah minggu depan ini? Lalu, sang kekasih menghilang?

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir    Permintaan Andien

    Andien bergeming, bibirnya seakan terkunci rapat, ia hanya terdiam melihat Bianca berdiri di depannya. Andien mencoba menyembunyikan rasa cemburu dan amarah yang seketika membara di dalam hatinya, berhadapan dengan wanita yang telah menghancurkan hubungannya dengan Edgar."Ahh, maaf, apa kita bisa bicara?" tanya Bianca terdengar basa-basi. Nada suaranya dibuat-buat bersahabat. "Aku Bianca," ujarnya memperkenalkan diri dengan memberikan senyum manisnya. Mengulurkan tangannya ke depan untuk berjabat tangan dengan Andien.Sial! Andien seakan-akan terjebak di sana. Mau tak mau ia terpaksa menerima jabat tangan Bianca, "Andien," jawabnya pendek tanpa ekspresi. "Aku sekretaris baru Jayden."Andien tersenyum kecil, berusaha terlihat tidak peduli. "Oh."Bianca melanjutkan dengan antusias, "Jayden memintaku untuk menggantikan posisi kamu untuk sementara di perusahaan. Dan, karena dia tertarik dengan kinerjaku yang sangat bagus, dia pun mengajakku liburan kemari sebagai reward."Andien merasa

  • Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir    Menerima Tawaran Sang Mantan

    Sontak Andien berbalik badan, dadanya bergemuruh, ia langsung gugup."Edgar?" Wajah Andien sedikit memutih dan gelisah. Ia takut Edgar melihat dirinya bertemu dengan Jayden, mantan kekasihnya tadi.Melihat Andien seperti ketakutan melihat dirinya. Edgar menatapnya dalam-dalam dan bertanya, "Andien, kau tidak apa-apa, 'kan?" Andien menggeleng cepat, segera menguasai dirinya. "Tapi... kenapa kamu kemari?""Menyusulmu! Kau seharusnya mengabariku datang berbelanja kemari," tegas Edgar seperti memperingatkan.Edgar lagi berkata, "Aku menunggumu di kamar hotel, dan mencarimu di supermarket lantai dasar hotel, tapi tidak ada. Maka aku kemari." "Apa kau pikir aku mau melarikan diri!" ujar Andien tertawa kecil untuk menghilangkan rasa gugupnya.Santai Edgar menaikkan salah satu alisnya, "Apa kau sudah siap menerima konsekuensi dari nenek?""Aku rasa nenekmu juga tidak akan bisa mencariku di negara seluas ini," ujar Andien dengan tawa mengejek.Andien bergeser ke samping sembari mengekorkan s

  • Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir    Diremehkan Mantan

    "J-Jayden," desis Andien mengepal kuat telapak tangannya. Tubuhnya bergetar hebat berhadapan dengan pria tampan tersebut. Andien berusaha tetap berdiri tegak di lorong supermarket, matanya tidak lepas dari pria di depannya. Jayden, mantan kekasih yang telah menghancurkan hatinya, kini berdiri di depannya dengan senyuman yang mempesona. Seolah dia tidak merasa bersalah dengan semua yang sudah dilakukan terhadap Andien.Andien merasa seperti ditampar, rasa sakit dan kemarahan yang telah lama dipendam kembali muncul ke permukaan. Sekilas melihat wanita yang kebingungan di samping Jayden. "Maaf, anda menghalangi jalan saya," ucapnya memutar balik. Ia berusaha untuk tetap tenang, pura-pura tidak mengenalinya, dan bergegas pergi dari sana. Namun, Andien tidak bisa menghilangkan rasa penasaran dan kemarahan yang seketika bergejolak di dalam hatinya. Andien segera mengirimkan pesan kepada sahabatnya, meminta konfirmasi tentang keberadaan Jayden di tempat itu. ["Kamu tahu, kenapa Jayd

  • Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir    Dikagetkan Seseorang

    "Tahu apa dia? Aku bahkan tidak mengenalnya!" Andien menjawab ketus. Edgar menghela nafas pendek. Dia tak ingin membahasnya lagi. Dia hanya perlu bicara dengan Margaret nanti untuk menanyakannya."Iya. Aku percaya padamu."Andien dan Edgar tiba di sebuah hotel mewah dengan pemandangan laut yang indah. Mereka sengaja memesan kamar hotel tersebut untuk kenyamanan perjanjian mereka sebelumnya."Kau sudah mengabari nenek kalau kita berbulan madu kemari?" Andien bertanya seraya sibuk merapikan isi kopernya."Tidak perlu. Ini juga untuk kenyamanan kita yang tidak perlu nenek tahu.""Kau tahu nenek punya mata-mata yang bisa saja melaporkan ini kepadanya, Edgar!" peringat Andien berpindah duduk dekat Edgar. "Apa kau yakin keputusanmu ini tidak mempersulit perceraian kita nanti?" tanya Andien, sambil memandang Edgar dengan rasa ingin tahu. "Kau mau menanggung resiko terburuk dari nenek?"Edgar menghela nafas berat. Seolah tengah memikirkan hal yang rumit."Aku sudah memikirkan itu, Andien.

  • Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir    Edgar Bertemu Musuh Bebuyutan

    "Sial! Apa maunya dia?" Edgar bergumam. Di sisi lain, Edgar sempat syok. Dia tidak menyangka Alex bakal berani muncul di hadapannya, setelah bertahun-tahun sepupunya itu menghilang tanpa jejak. Dan setelah semua pengkhianatannya.Awalnya Edgar tidak terpancing meladeni Alex, sepupunya itu merupakan musuh bisnisnya itu. Tetapi, dia menghargai Andien sebagai istrinya dan tidak mau Alex meremehkannya."Apa maksudnya 'wanita itu', Edgar? Siapa pria itu?" tanya Andien merasa ucapan pria itu menunjuk ke dirinya."Nanti kita bicarakan ini, Andien," jawab Edgar. Lalu, memangil sang asisten baru. "Bawa nona Andien pergi dari sini. Kemudian, ubah tujuan kita ke tempat yang lebih aman. Ingat, jangan sampai bocor ke nenek!" perintahnya setengah berbisik."Tapi, bagaimana dengan Tuan Muda Alex, Tuan Muda? Apa anda bisa menghadapinya?""Diam dan ikuti saja perintahku. Aku yang akan mengurusnya."Edgar melepas genggamannya pada tangan Andien. Setengah memaksanya segera pergi dari sana.Namun, baru

  • Aku Yang Dikhianati Mendadak Nikah Dengan Presdir    Perintah Nenek Margaret

    Andien melompat ke ranjang dan segera memeluk erat Edgar. "Ada hantu di depan pintu," bisik Andien gemetaran.Edgar mendorong Andien. "Hantu apaan? Jangan bilang itu cuma akal-akalanmu saja! Kau cari-cari kesempatan bisa memelukku, ya?"Andien menggeleng cepat, tangannya menunjuk ke arah pintu kamar. "Benaran ada hantu di depan pintu," bisik Andien semakin menenggelamkan dirinya di dada Edgar."Kau ini cuma---" Tapi... deheman keras dari pintu kamar memotong ucapan Edgar segera menoleh ke arah pintu, dahinya berkerut. "Nenek? Kenapa Nenek berpakaian seperti itu?" tanya Edgar.Melihat pakaiannya, Edgar jadi tahu Margaret lah yang disebut hantu oleh Andien tadi."Kenapa nenek berpakaian seperti hantu?" ulang Edgar melihat Margaret cuma tertawa kecil. Kemudian menarik Andien dari pelukannya. "Itu bukan hantu, tapi nenek," bisiknya."Nenek?" Andien kaget mendengarnya Iantas mengangkat wajah untuk melihat jelas. "Nenek! A-aku minta maaf. Tadi itu---"Margaret mendekat seraya melepas kain

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status