Share

01. Culture shock

Dirgantara melirik rear-vision mirror. Sejak masuk mobil dia diam saja sambil melamun. Wajahnya melihat depan dengan tatapan kosong, Dirgantara jadi takut kalau dia kerasukan karena sekarang sedang melewati hutan dan masuk jam magrib "kamu kenapa, Jeno?" Tegur Dirgantara.

Jeno mengecap, dia melirik Dirgantara lalu kembali melamun. "Aku tadi ketemu Mika. Tadinya aku mau ngikuti dia tapi daddy panggil dan paksa aku masuk mobil."

"Mana mungkin Mika ada di desa itu, Jeno."

Jeno berdecak. Dia melipat kaki di jok lalu melihat ke arah jendela. "Ada! Dia dan bang Yama bersembunyi di desa itu. Aku mengobrol dengan Mika, aku memeluknya!"

Dirgantara melirik, dia menghembuskan nafas panjang. Semenjak Mika menghilang, Jeno jadi kurang semangat menjalani hari-harinya. Salahnya karena sibuk bekerja dan bersaing dengan Jesica membuatnya membiarkan Jeno bermain dengan Mika seharian penuh hingga Jeno mengantungkan kebahagiaanya pada tetangganya itu.

"Mika yang cantik mirip boneka, yang dari kota itu?" Tanya Juwi membuat Jeno tertarik.

"Lo tau?" Tanya Jeno menyembulkan wajah di antara jok Dirgantara dan jok Juwi.

Juwi menahan nafas untuk beberapa detik saat wajah Jeno begitu dekat di sisi kiri wajahnya lalu mengangguk "sempat mengegerkan warga desa karena telanjang di depan rumah." Kata Juwi membuat Dirgantara dan Jeno kompak menatapnya meminta penjelasan. "Pakai jaket yang bolong itu lho apa ya namanya. Yang bolong sampai dada trus dia cuman pakai BH jadi walau pakai jaket, percuma. Badannya masih terlihat."

"Terus?"

"Dia di datangi ibu-ibu di jambak trus di bawa kerumah pak kades."

"Astaga, dadd." Keluh Jeno frustasi tidak sangup mendengar cerita Juwi. "Daddy harus bantu mereka! Ayo kembali ke desa tadi. Ayo jemput, Mika!"

"Jeno ... Jeno tenang Jeno." Ucap Dirgantara karena Jeno menggoyangkan bahunya. "Daddy sudah pernah menawarkan bantuan saat berita itu turun tapi Yama menolak. Dia memang ingin bersembunyi menenangkan diri, juga supaya Mika tidak membaca komentar buruk netizen. Kamu tau sendirikan kan?! Semenjak Yama jadi solois dan punya banyak fans, Mika punya panic attack karena mendapat teror dari fans Yama."

"Memangnya mas Yama siapa?"

"Dia solois, Juwi. 2 tahun lalu Yama ikut ajang pencarian bakat di TV. Runner up tapi suksesannya mengalahkan juara pertama. Sayangnya dia tersandung sekandal."

Juwi mengangguk sambil ber-oh.

Jeno berdecak. Dia menghempaskan tubuhnya ke jok belakang lalu melipat kaki kemudian menghadap jendela. Dia akan tidur lagi.

⚠️⚠️⚠️

Jeno membanting pintu mobil membuat Juwi yang baru turun terloncat saking kagetnya. Wajahnya masih saja di tekuk dengan mulut mencuat kecil. Jeno mengarah ke samping rumah. Dia menekan tombol yang tak lama balkon hidrolik turun. Jeno naik lalu menekan tombol membuat balkon itu kembali naik. Setelah sampai di atas, Jeno masuk kamar sambil membanting pintu sampai membuat kaca bergetar.

Juwi yang melihat apa yang dilakukan Jeno cengo dengan mulut terbuka dan mata mendelik lebar. "Kok bisa?" Tanyanya bingung. Juwi baru tau kalau balkon bisa naik turun. Apa semua rumah yang memiliki balkon bisa seperti itu?, fikirnya.

"Ayo, Juwi." Ajak Dirgantara berjalan lebih dulu membuat Juwi menbuntut. Juwi melihat rumah Dirgantara dengan mata berbinar karena kagum. Baru pertama kali dia menginjakkan kaki di rumah mewah dan bagus seperti milik Dirgantara. Rasanya seperti mimpi.

Sampai di teras, Juwi ingin melepas sandalnya tapi melihat Dirgantara masuk tanpa melepas sepatu membuat Juwi langsung masuk. Saat sampai di dalam rumsh, rasanya lantai marmer ini terlalu mahal dan terlalu sayang untuk di injak sandal lima ribuan milik Juwi membuatnya ingin melepas tapi urung saat Dirgantara mengajaknya masuk ke sebuah lift tabung transparan.

Juwi kehilangan keseimbangan saat lift bergerak cepat seperti di dorong dengan kekuatan tinggi membuatnya limbung hingga hampir terjatuh. "Hati-hati, Juwi." Peringat Dirgantara.

Juwi tersenyum kecil karena malu.

Lift terbuka langsung menampilkan ruangan tamaram dengan cahaya ungu yang menerangi. Dia ikut Dirgantara ke lorong kiri yang kemudian berhenti pada sebuah pintu besar dan tinggi berwarna putih.

Dirgantara membuka pintu "ini kamar kita."

Juwi menengguk ludah. Maksudnya mereka akan tidur di satu kamar? Dirgantara akan mengajaknya berhubungan suami-istri sekarang? Juwi belum siap!

"Ayo masuk."

"Aku-- aku tidur di sofa saja."

"Kenapa?"

"Kamar itu terlalu bagus. Aku di sofa saja."

Dirgantara meraih tangan Juwi membuat Juwi mendelik. Ingin berontak tapi takut kalau di laporkan ke isilop. "Tamatlah riwayatku." Batin Juwi ingin menangis.

"Lebih nyaman di sini, Juwi."

Juwi menahan nafas. Dia ingin lari sekarang juga.

Dirgantara mendekat, dia melihat Juwi lekat-lekat lalu meraih kedua tangannya untuk di genggam. Mata mereka bertemu lama membuat badan Juwi gemetar "Sekarang kamu mandi, habis itu turun. Kita makan malam bersama." Dirgantara mengusak kepala Juwi lalu pergi membuat Juwi bernafas lega. Juwi kira Dirgantara akan mengajaknya melakukan 'itu'

Tapi Juwi belum bisa bernafas lega sepenuhnya karena bisa saja setelah makan atau nanti tengah malam tiba-tiba Dirgantara mengajaknya melakukan 'itu'

Juwi bergidik ngeri.

⚠️⚠️⚠️

Juwi melihat sekeliling, dia menggaruk rambut bingung. Dia pernah melihat bathroom set milik Dirgantara di TV tapi Juwi tidak yakin cara menggunakannya. Akhirnya Juwi mengambil jet spray lalu menekan tombol kontrol yang ada di dekat closet. "Arghh! Kurang ajar!" Pekik Juwi saat jet spray tiba-tiba menyemprot kearah dadanya.

Juwi segera mengguyur tubuhnya, dia membiarkan jet spray tetap menyala selama dia menggosok badan karena takut tersetrum saat mengtur otomatisnya karena tangannya basah.

Setelah bergulat dengan bathroom set, Juwi keluar kamar mandi dengan melilitkan handuk di badan dan rambutnya. Juwi memekik saat melihat Dirgantara berganti baju di depan lemari membuatnya berjalan mundur. Sayangnya dirgantara sadar kedatangannya, dia menoleh. "Bisa menggunakan peralatan mandi kan?"

"Bisa ... bisa."

Dirgantara mengangguk. Dia menunjuk lemari yang ada di depannya "itu lemari kamu. Aku sudah mengisinya."

"Terim kasih."

Dirgantara menyerngit karena Juwi tidak kunjung menghampirinya membuatnya membuka lemari lalu menacarikan baju untuk Juwi. Mulai dari pakaian dalam hingga baju tidur satin. "Pakai."

"Terima kasih."

"Pakai, Juwi."

"Aku akan memakainya di kamar mandi." Juwi segera masuk ke kamar mandi untuk berganti. Juwi menutup pintu rapat-rapat lalu menguncinya. "Serem banget sumpah. Hidupku terasa seperti terancam." Juwi segera memakai BH, dia menarik-narik tali mengaturnya karena kebesaran.

"Juwi, sudah selesai belum? Jeno sudah menunggu di bawah."

Kepala Juwi memanjang melihat kearah pintu, dia segera mempercepat kegiatannya "iya. Sebentar lagi."

Juwi keluar, dia sudah memakai pakaian pilihan Dirgantara. Melihat Juwi sudah selesai, Dirgantara segera keluar membuat Juwi membuntut. "Kamu ingat-ingat jalannya jangan sampai nyasar." Peringat Dirgantara. "Dari kamar belok ke kiri, sekitar lima belas meter ada tangga. Kamu bisa lewat tangga atau kalau mau cepat naik lift yang ada di dekat kamar." Kata Dirgantara menjelaskan. "Di depan tangga persis ada kamar Jeno."

Juwi mengangguk. Dari posisinya dia bisa melihat Jeno yang ada di meja makan bawah sambil bermain ponsel.

Setelah menjelaskan, mereka turun melalui tangga. Cukup melelahkan karena anak tangganya banyak. Belum sampai di meja makan, Jeno berdiri membuat Juwi dan Diegantara melihatnya. "Mau kemana, Jeno?"

"Kafe."

"Kafe dream?"

"Kafe prince."

"Kenapa kamu selalu datang ke kafe prince padahal kamu punya kafe sendiri."

"Itu kafe daddy bukan kafe Jeno." Ucap Jeno menegaskan. "Daddy mendirikan kafe dream agar Jeno terlihat punya usaha sendiri seperti Yedam. Padahal Yedam bisa mendirikan kafe prince karena ikut lomba-lomba nanyi." Jeno menghembsukan nafas panjang.

"Please stop terobsesi dengan kesempurnaan dan idealis hidup yang Daddy ciptakan sendiri. Semua manusia memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing." Setelah menyuarakan uneg-uneg yang selama ini terpendam, Jeno pergi.

"Jeno! Daddy melakukan semua ini agar tidak dianggap gagal mendidik kamu, Jeno."

Jeno tidak peduli, sudah cukup selama ini dia tertekan. Dia segera keluar dengan membanting pintu.

"Astaga anak itu."

Juwi merapatkan bibir. Baru hari pertama saja sudah seperti ini bagaimana hari selanjutanya. Apa dia akan sanggup bertahan?

"Kamu makan sendiri, Juwi."

⚠️⚠️⚠️

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status