Share

02. Remot kontrol

Lagu Way Back Home milik Shaun mengalun indah di kafe prince menemani pengunjung yang datang malam ini. Jeno bernyanyi sambil bermain gitar milik Yedam di panggung mini tengah kafe menghibur pengunjung yang datang . Lebih tepatnya mengajak galau bersama.

Tepuk tangan terdengar saat Jeno menyelesaikan lagu dengan akhiran yang menyayat hati. Jeno mengucap terima kasih pada penonton lalu turun menuju meja depan barista menghampiri Yedam dan Yosi (kakak Yedam) yang menjadi operator i*******m live.

"Galau lo makin parah, Jen." Yosi meledek.

Jeno yang baru selesai minum apple tea mengusap mulutnya dengan punggung tangan. "Mau gila aja rasanya." Ucapnya menyandarkan punggung di meja barista membelakangi barista. "Masa bokap gue--"

"Bentar!" Potong Yedam menjeda. "Gue pindah dulu tripot sama Hpnya, nanti penonton live music pada denger." Ucap Yedam sambil melakukan. Yedam memindah tripot ke dekat drum yang tidak di gunakan lalu mengzoom out agar pengunjung yang bernanyi di atas panggung masuk ke layar.

Setelah melakukan kegiatannya Yedam mendekat "gimana ... gimaana?"

"Dahlah. Gak mood." Jeno berdiri membuat Yedam dan Yosi kompak kecewa tapi tidak memaksa untuk bercerita karena itu hak Jeno. "Gue cabut deh."

"Kemana? Balik?"

Jeno menata Jaket lalu mengenakannya "Kos Daniel. Males pulang."

"Cocok. Sama-sama anak pengusaha tapi suka ngegembel. Baik-baik deh. Sekarang saudaraan kan?!"

"Bacot, Yos." Ucap Jeno lalu pergi saat jaketnya sudah terpasang sempurna.

"Hati-hati, Jen!" Peringat Yedam.

"Yoi!"

⚠️⚠️⚠️

Juwi mengerjab-ngejabkan kelopak mata. Dia melipat bibir dengan perasaan was-was. Sepertinya malam ini dia tidak akan bisa tidur dengan tenang karena saat menutup mata dia selalu merasa seperti di perhatikan dan di awasi.

"Kenapa belum tidur, Juwi?"

Juwi duduk saat Dirgantara yang baru selesai berkutat dengan laptop naik ke atas kasur. Dia mengambil jarak, diam-diam sudah mengatur letak guling di bawah selimut untuk memberi batasan dirinya dengan Dirgantara. Sayagnya Dirgantara mengambil guling itu lalu di letakkan di bawah sebagai penyangga kaki.

"Tidur, Juwi! Besok kamu mulai training. Saya sudah mencarikan guru terbaik. Kamu harus belajar pendidikan, manners, fashion, make-up, model, bisnis dan lain sebagainya agar pantas bersanding dengan saya."

Juwi mengangguk lemah, dia melihat Dirgantara yang sudah mulai memejamkan mata "aku--aku tidak nyaman kalau harus tidur bersama. Boleh aku tidur di sofa luar saja?"

"Tidak. Kamu harus terbiasa karena setelah menikah kita akan tidur bersama."

"Baiklah." Jawab Juwi lalu menidurkan diri. Dia menoleh melihat Dirgantara yang sudah tidur. Sepertinya Dirgantara lelah karena perjalanan ke desanya cukup jauh dan Dirgantara harus menyetir pulang-pergi.

Juwi melega. Kali ini dia lolos lagi.

⚠️⚠️⚠️

Juwi terbangun saat sesuatu yang berat menimpa perutnya. Dia segera menyingkirkan tangan Dirgantara yang memeluk perutnya lalu turun dari kasur karena sudah fajar. Juwi fikir kejadian kemarin hanya mimpi, ternyata nyata.

Juwi berjalan kearah korden setinggi dinding rumah. Dia menyibak korden yang langsung paham letak jendela ini di bangunan terpisah menjulang yang di lihatnya waktu sampai kemarin.

Kepala juwi terangkat, lalu melihat tengah kemudian melihat bawah "bagaimana cara bukanya?" Gumam Juwi karena tidak ada handel pintu atau kunci yang menahan  pintu agar tidak bisa terbuka.

Badan Juwi terlonjak lalu dia mundur saat pintu tiba-tiba bergeser sendiri. Dia jadi was-was kalau pintu itu rusak padahal belum menyentuhnya sama sekali.

"Kalau mau buka pintu atau jendela yang tidak ada handelnya kamu bisa pake remot kontrol, Juwi."

Juwi balik badan, dia melihat Dirgantara yang memegang remot dengan wajah cengo. Sejak kapan dia bangun?, fikirnya.

Dirgantara turun, dia menghampiri Juwi. "Dinding yang ada di sisi barat bisa terbuka." Dirgantara menekan tombol yang tanpa menunggu lama dinding itu terbelah menjadi dua, bergeser seperti jendela geser.

Betapa terkejutnya Juwi saat melihat kecanggihan teknologi yang baru dilihat seumur hidupnya.

Dirgantara memberikan remot kontrol ke Juwi yang di terima Juwi dengan ragu. "Jelajahi kecanggihan rumah ini sendiri karena saya harus bekerja." Kata Dirgantara lalu menuju kamar mandi.

Juwi menghembuskan nafas lega. Jujur setiap di dekat Dirgantara dia merasa tidak nyaman, seperti terintimidasi. Makannya saat Dirgantara pergi Juwi selalu merasa lega seperti terbebas dari kurungan.

Juwi menekan tombol yang di tekan Dirgantara, secara otomatis dinding kembali tertutup. "Wah keren." Gumam Juwi kagum. Juwi menekan simbol lampu, dia melihat sekitar. "Apa tidak berkerja kalau aku yang menggunakan?" Gumam Juwi karena tidak melihat perubahan apapun.

Juwi menyerngit saat melihat simbol atap. "Kalau di tekan apa yang terjadi?" Juwi mencoba menekannya, yang detik itu atap kamar terbuka membuat Juwi jongkok sambil reflek memegang kepala karena takut rusak atau menimpanya. "Wahh. Daebak." Kagum Juwi mendongak masih dengan posisi jongkok.

Tanpa sengaja tangan Juwi menekan simbol atap itu lagi yang detik berikutnya sebuah plafond dari kaca datang dari empat sisi menutupi bagian atas rumah. "Gila ... gila! Gila. Kalau hujan bisa melihat tetesan hujan tanpa harus hujan-hujanan."

Pintu kamar mandi terbuka. Sosok Dirgantara muncul dengan kimono handuk membuat Juwi segera lari ke balkon. Dia memegang dadanya yang berdegup kencang karena kaget, takut juga malu. Walau biasanya ayahnya bertelanjang dada di rumah Juwi akan bersikap biasa saja, tapi tidak dengan Dirgantara karena dia orang asing.

"Juwi?"

"Ya?"

"Oh saya kira kamu keluar."

Juwi mengumpat dalam hati. Jantungnya hampir lepas ternyata Dirgantara memanggil hanya untuk memastikan.

Sambil menunggu Dirgantara selesai berganti baju, Juwi menghadap balkon. Dia menghirup udara pagi dalam-dalam lalu menghembuskan pelan. Kalau saja HPnya tidak rusak, Juwi akan memfoto pemandangan indah di depannya dan mengunggahnya ke sosial media untuk pamer ke Sari.

Ngomong-ngomong soal Sari, Juwi jadi penasaran bagaimana keadaan desa saat dia pergi. Apa akan geger atau malah tidak ada yang tahu?

Juwi menopang dagu, matanya menyipit saat sebuah motor sport baru saja masuk saat gerbang terbuka otomatis. Motor itu berhenti di parkiran yang di parkir sembarang. Tak lama pengemudi turun sambil melepas helem. "Oh, Jeno." Gumam Juwi mengetahui siapa pemotor itu.

Jeno berjalan menuju balkon kamarnya, merasa ada yang memperhatikan dia mengangkat wajah yang langsung bertatap dengan Juwi membuat Juwi salah tingkah karena tertangkap basah memperhatikan.

Juwi melipat rambut, dia membelakangi balkon sambil bergerak-gerak tidak jelas yang tak lama terlonjak karena Jeno masuk kamar dengan membanting pintu.

"Juwi."

"YA!?" kaget Juwi memekik membuat Dirgantara menatapnya bingung. Tidak ambil pusing, Dirgantara menyampaikan tujuannya menghampiri Juwi. "Saya lupa memberi tahu. Kamu jangan pernah masuk ke kamar yang ada di ujung dekat jendela panjang belakang."

Juwi mengangguk paham. Memangnya siapa yang ingin masuk kesana?

"Cuman itu larangannya. Sekarang saya berangkat."

Juwi mengangguk.

"Oh satu lagi." Dirgantara kembali "saya sudah menyiapkan cash di nakas paling atas. Gunakan untuk keperluanmu. Terserah untuk belanja, ke salon atau kamu sumbangkan."

"Terima kasih."

Dirgantara mengangguk lalu pergi.

Juwi menghembuskan nafas lega. Dia kembali menghadap balkon untuk menikmati cahaya matahari yang mulai mengintip. Kepala Juwi tertoleh lalu menyerngit saat melihat Jeno baru saja masuk rumah sebelah melalui jendela.

"Apa yang Jeno lakukan? Rumah siapa itu?"

⚠️⚠️⚠️

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status