"Dia bisa menjadi ayah yang baik. Hidup ini bisa sangat kejam untuk orang yang menyesal seperti Rendra, Bu. Makanya kita kenalin dia sama seseorang. Ayah sebenarnya membebaskan anak-anak untuk memilih pasangan hidupnya sendiri. Tapi untuk seusia Rendra dengan peristiwa yang sudah ia alami, pasti akan banyak pertimbangan untuk memulai hubungan baru. Kalau ada kesempatan, kita bicarakan baik-baik sama Rendra. Jangan sampai niat baik ini akan menjadi luka baru baginya."Bu Puri mengangguk. Keheningan kembali menyelimuti ruang keluarga. Tapi di dalamnya, ada dua hati tengah berupaya mencari cara untuk kebahagiaan putra sulungnya. Bagi mereka sebagai orang tua, mencari jodoh untuk Narendra adalah pertimbangan yang tepat. Tapi belum tentu menjadi keputusan terbaik buat sang anak.đź–¤LSđź–¤Malam kian sunyi. Hawa masih dingin setelah hujan reda. Narendra duduk di atas pembaringan. Di depannya, Arsha tidur berselimut dengan kedua tangan di samping kepalanya. Dia terlihat pulas setelah minum susu
Selesai mandi, tubuh Arsha dibalutkan handuk. Narendra membopongnya ke kamar. Bu Puri sudah menyiapkan baju tidur dengan gambar dinosaurus. Ia membantu Narendra memakaikan baju sang cucu. Mengoleskan minyak telon ke tubuh kecil itu. "Habis ini biar ibu yang nyuapin Arsha makan. Tadi sudah digorengkan telur sama Mak Yah," kata Bu Puri."Biar aku yang nyuapin, Bu. Nanti malam juga biar tidur bersamaku. Selagi dia di sini, aku yang ngurusi. Aku bisa," jawab Narendra yakin. Sebab baginya ini merupakan kesempatan yang sangat baik dekat dengan anaknya. Bu Puri terharu melihat keinginan putranya. "Baiklah, ibu ambilkan nasinya dulu." Wanita itu bergegas keluar kamar.Narendra menggendong Arsha ke balkon. Mereka duduk di kursi rotan yang ada di sana. Tak lama kemudian Bu Puri kembali membawakan nasi di piring dan memberikannya pada Narendra. Wanita itu duduk juga di sana. Kalau Manggala sudah terbiasa merawat anak kecil, sedangkan Narendra belum pernah sama sekali."Pakdhe yang nyuapin Arsha,
AKU DI ANTARA KALIAN - Mencari JodohSaat pintu terbuka, terdengar ucapan salam. Lantas muncul dua orang, Fathan dan ibunya. Dua orang itu tersenyum ramah lalu menyalami Pak Gatot dan Bu Puri terlebih dulu. "Saya Fatan, dulu kakak iparnya Kiara, Pak. Suaminya Nayra." Fathan bicara saat Pak Gatot memandangnya heran. "Dan ini Ibu saya. Kebetulan kami mau pulang ke Madiun, tadi mampir dulu ke rumahnya Mas Gala. Tapi tutupan.""Siapa yang ngasih tahu kalau Kiara opname, Nak?" tanya Bu Puri setelah mempersilakan mereka duduk."Saya mau langsung pulang ke Madiun, tadi lewat depan rumah Ibu, ada mekanik yang keluar dari Garasi lalu saya tanyai.""Oh, iya. Baru tadi pagi Kiara masuk opname. Dia lagi hamil dua bulan."Bu Wanti mengangguk-angguk. Ternyata dugaannya benar, Kiara tengah hamil waktu mampir di Pandaan bersama Manggala. Ia dan Fathan lantas menghampiri brankar untuk menyalami Kiara dan Manggala. Menyentuh pipi menggemaskan Arsha yang duduk di pangkuan sang ayah."Makasih banyak, I
Si Mbak mengangguk, kemudian kembali masuk dan menutup pintu. Wanita itu menghampiri Kiara. "Mas Arsha sudah tidur di pangku Mas Rendra, Mbak. Katanya biar di sana dulu karena Mas Arsha baru saja tidur.""Ya sudah, Mbak. Nggak apa-apa." Kiara memandang layar televisi yang menyala, acara komedi yang membuat Si Mbak bisa tertawa terpingkal, tapi tersenyum pun Kiara tidak bisa. Hatinya sedang kalut saat itu. Juga merasakan tubuhnya yang lemah seolah tak bertenaga. Hamil Arsha dulu tak begini. Mungkin keadaan yang membuatnya berbeda. Waktu itu dia dituntut kuat sendirian, tapi sekarang ada pendamping yang begitu perhatian.đź–¤LSđź–¤Jam 14.30 mobil yang dikendarai Manggala berbelok di halaman rumah sakit. Dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan istri dan anaknya. Sepanjang perjalanan pulang pikiran selalu cemas, walaupun Kiara bilang kalau dirinya dan bayi mereka baik-baik saja, tapi tetap saja tidak bisa membuat Manggala tenang.Langkah Manggala tergesa di lorong rumah sakit. Suar
Narendra menghela napas berat. Kemudian kembali fokus pada Arsha. Ia ingin menghabiskan waktu yang ada bersama anaknya itu. Sebab kesempatan untuk mereka bertemu tidak akan selalu ada."Arsha, lihat ke sini!" panggil Narendra seraya mengarahkan kamera ponselnya pada Arsha. Bocah kecil itu spontan menoleh dan tersenyum. Beberapa kali Narendra mengambil foto anaknya. Kemudian mereka juga ber-swafoto. "Mas, saya bantu ambilkan fotonya." Seorang pelayan rumah makan menawarkan diri. Dengan senang hati Narendra mengambil pose bersama Arsha. Sudah puluhan foto tersimpan di galerinya. Ini akan menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi Narendra. đź–¤LSđź–¤"Bu." Arsha dengan senyumnya yang lebar, menunjukkan mainan di tangannya. Dia memberitahu kalau dibelikan mainan baru sama pakdhenya. "Wah, bagus. Arsha, sudah bilang terima kasih sama Pakdhe.""Dah," jawab anak itu singkat."Kia, kamu makan dulu. Ini kubelikan nasi rames." Narendra menunjuk bungkusan di atas meja di sebelah brankarnya Kiara.
AKU DI ANTARA KALIAN- Terenyuh "Pak-Dhe." Narendra mengeja pelan sambil memandang Arsha."Pa-e," ucap Arsha menirukan dengan sangat bersemangat sampai kepalanya mengangguk-angguk.Duh, tambah bilang Pak'e yang membuat Narendra tersenyum gemas lantas menciumnya bertubi-tubi. Sampai Arsha tertawa geli. Dia sangat lucu dan membuat Narendra memeluknya erat. Seolah enggan melepasnya. Andai ia diizinkan memiliki Arsha, Narendra tak akan memikirkan lagi tentang yang lainnya. Biarlah hidup berdua saja bersama Arsha. Tapi apa itu mungkin? Kiara dan Manggala pasti tidak akan merelakannya. Meskipun mereka sendiri akan memiliki bayi kembar.Narendra menyeberang jalan dan masuk sebuah supermarket yang lumayan besar. Dia langsung menuju ke rak susu. Namun tidak menemukan merk yang dicarinya. Kemudian bertanya pada mbak penjaga. Setelah Narendra menyebutkan merk, si mbak mengajaknya ke etalase dekat kasir.Ternyata Manggala memilihkan susu yang sangat mahal untuk Arsha. Itu pasti keputusan adiknya