Si Mbak mengangguk, kemudian kembali masuk dan menutup pintu. Wanita itu menghampiri Kiara. "Mas Arsha sudah tidur di pangku Mas Rendra, Mbak. Katanya biar di sana dulu karena Mas Arsha baru saja tidur.""Ya sudah, Mbak. Nggak apa-apa." Kiara memandang layar televisi yang menyala, acara komedi yang membuat Si Mbak bisa tertawa terpingkal, tapi tersenyum pun Kiara tidak bisa. Hatinya sedang kalut saat itu. Juga merasakan tubuhnya yang lemah seolah tak bertenaga. Hamil Arsha dulu tak begini. Mungkin keadaan yang membuatnya berbeda. Waktu itu dia dituntut kuat sendirian, tapi sekarang ada pendamping yang begitu perhatian.đź–¤LSđź–¤Jam 14.30 mobil yang dikendarai Manggala berbelok di halaman rumah sakit. Dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan istri dan anaknya. Sepanjang perjalanan pulang pikiran selalu cemas, walaupun Kiara bilang kalau dirinya dan bayi mereka baik-baik saja, tapi tetap saja tidak bisa membuat Manggala tenang.Langkah Manggala tergesa di lorong rumah sakit. Suar
Narendra menghela napas berat. Kemudian kembali fokus pada Arsha. Ia ingin menghabiskan waktu yang ada bersama anaknya itu. Sebab kesempatan untuk mereka bertemu tidak akan selalu ada."Arsha, lihat ke sini!" panggil Narendra seraya mengarahkan kamera ponselnya pada Arsha. Bocah kecil itu spontan menoleh dan tersenyum. Beberapa kali Narendra mengambil foto anaknya. Kemudian mereka juga ber-swafoto. "Mas, saya bantu ambilkan fotonya." Seorang pelayan rumah makan menawarkan diri. Dengan senang hati Narendra mengambil pose bersama Arsha. Sudah puluhan foto tersimpan di galerinya. Ini akan menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi Narendra. đź–¤LSđź–¤"Bu." Arsha dengan senyumnya yang lebar, menunjukkan mainan di tangannya. Dia memberitahu kalau dibelikan mainan baru sama pakdhenya. "Wah, bagus. Arsha, sudah bilang terima kasih sama Pakdhe.""Dah," jawab anak itu singkat."Kia, kamu makan dulu. Ini kubelikan nasi rames." Narendra menunjuk bungkusan di atas meja di sebelah brankarnya Kiara.
AKU DI ANTARA KALIAN- Terenyuh "Pak-Dhe." Narendra mengeja pelan sambil memandang Arsha."Pa-e," ucap Arsha menirukan dengan sangat bersemangat sampai kepalanya mengangguk-angguk.Duh, tambah bilang Pak'e yang membuat Narendra tersenyum gemas lantas menciumnya bertubi-tubi. Sampai Arsha tertawa geli. Dia sangat lucu dan membuat Narendra memeluknya erat. Seolah enggan melepasnya. Andai ia diizinkan memiliki Arsha, Narendra tak akan memikirkan lagi tentang yang lainnya. Biarlah hidup berdua saja bersama Arsha. Tapi apa itu mungkin? Kiara dan Manggala pasti tidak akan merelakannya. Meskipun mereka sendiri akan memiliki bayi kembar.Narendra menyeberang jalan dan masuk sebuah supermarket yang lumayan besar. Dia langsung menuju ke rak susu. Namun tidak menemukan merk yang dicarinya. Kemudian bertanya pada mbak penjaga. Setelah Narendra menyebutkan merk, si mbak mengajaknya ke etalase dekat kasir.Ternyata Manggala memilihkan susu yang sangat mahal untuk Arsha. Itu pasti keputusan adiknya
Narendra menumpukan kedua sikunya di ujung lutut seraya menunduk memandangi lantai. Para perawat yang mondar-mandir mengira, dia sangat mencemaskan kondisi istrinya. Sebab hanya dokter tadi dan seorang perawat yang membantu tadi yang tahu kalau dirinya dan Kiara hanya saudara ipar.Saat itu ponsel Narendra berpendar. Manggala menelepon. "Hallo.""Bagaimana, Mas?""Kia, masih diperiksa dokter. Ini masih menunggu. Nanti kukabari," jawab Narendra kemudian menyudahi panggilan karena melihat dokter sudah menyibak tirai yang menutupi brankar pemeriksaan."Pak," panggil dokter pada Narendra. Spontan pria itu berdiri. "Ya, Dok.""Pasien harus opname karena kondisinya sangat lemah. Sebenarnya keluhan seperti ini seringkali terjadi pada wanita dengan kehamilan kembar."Kembar? Narendra kaget. Ibunya memang bilang kalau Kiara sedang mengandung. Namun tidak memberitahu kalau sedang hamil anak kembar. Perasaan Narendra mencelos."Kehamilan kembar menyebabkan produksi hormon HCG meningkatnya lebih
Ketika tengah makan, ponsel Hanan berdering. Pria itu memandang sahabat yang duduk di sebelahnya. "Intan nelepon, Bro. Sepertinya dia sudah mendengar kabar Nada." Setelah memberitahu Manggala, Hanan menerima panggilan itu. Sengaja di aktifkannya loud speaker, biar yang lain mendengar."Halo, In. Ada apa?""Apa bener kabar yang kudengar tentang Nada, Han? Tadi ada teman kita yang ngasih tahu aku. Di grup juga sudah heboh." Suara perempuan di seberang bergetar."Iya, benar. Aku ada di lokasi waktu kejadian itu.""Kamu ada di lokasi? Melihat secara langsung?""Ya. Aku juga punya videonya. Tapi nggak usah kukasih tahu. Kamu pasti juga sudah melihatnya di medsos dan video yang dikirim oleh teman di WAG, kan?"Oh ya, apa kamu perempuan yang menemani Nada datang ke desanya Gala beberapa hari yang lalu, lantas nyebar fitnah itu?""Bu-bukan." Intan gugup."Nggak usah bohong. Kamu ini juga aneh, ngapain tiba-tiba mau saja bantuin rivalmu itu.""Maksudmu apa?" "Jangan kamu kira aku nggak tahu,
AKU DI ANTARA KALIAN- Hati Lelaki "Ada apa, Gala?" Rendra langsung menjawab teleponnya. Semenjak pulang ke rumah, baru kali ini Manggala menelepon kakaknya. Mereka memang sudah biasa berkomunikasi, tapi jika bertemu bertiga dengan sang ayah untuk membahas pekerjaan. Tidak pernah berbicara tentang hal pribadi."Aku minta tolong, Mas. Kiara sakit dan dia perlu ke dokter. Mas, bisa mengantarnya periksa. Langsung ke rumah sakit saja bertemu dokter kandungan." Manggala langsung bicara pada tujuannya. Dia benar-benar ingin sang istri segera mendapatkan penanganan dokter.Narendra masih diam sesaat. Mungkin kaget juga dengan permintaan itu."Kalau Mas Rendra nggak bisa, tolong carikan orang untuk bisa mengantarnya ke rumah sakit. Aku tahu nggak ada driver di Garasi. Di Gudang juga kosong." Manggala tak sabar menunggu jawaban sang kakak."Biar aku yang ngantar. Aku berangkat sekarang," jawab Narendra kemudian mematikan panggilan. Setelah itu Manggala langsung menghubungi istrinya. "Ya, Ma