Dena tiba di Kuala lumpur, Malaysia siang hari pukul satu. Ia dan Ariq duduk di lobi menunggu Argi menjemput. Hanya satu koper yang Dena bawa, ia memang bukan tipikal perempuan yang suka membawa banyak barang saat pergi yang menginap hingga beberapa hari. Ia lebih senang mencuci bajunya, cukup bawa baju seperlunya yang nanti di mix and match sendiri. Ariq menikmati burger yang Dena baru saja belikan sambil menunggu Argi menjemput. Kala itu, Ariq dan Dena kompak memakai warna baju senada, atasan putih dan celana jeans, juga sepatu kets warna hitam. Karena Dena memakai hijab, ia memilih kemeja putih dua ukuran lebih besar darinya supaya tak ketat membentuk lekuk tubuhnya. Bibirnya juga hanya ia olesi lipstik warna pink natural begitu tipis, hijab warna krem semakin membuat wajahnya bersinar. “Bun, kita di sini satu minggu? Itu lama, ya, Bun?” Ariq kembali menggigit burgernya setelah bicara.“Sebentar, kok. Kenapa? Ariq nggak mau lama-lama di sini?” Dena merapikan tatanan rambut putran
Argi menepati janji, hari jumat sore pukul 4.30 waktu KL, mereka berangkat ke Johor, menuju Legoland. Argi meminta Dena memesan hotel untuk menginap dua malam di sana, tak lupa ia mengajak Dena dan Ariq membeli beberapa pakaian baru juga di salah satu mal yang ada di KL. Satu koper ukuran besar menjadi pilihan Dena untuk mengemas pakaian mereka bertiga. Perjalanan yang akan memakan waktu tempat kurang lebih empat jam, ia siapkan sedemikian rupa juga dengan membawa makanan dan beberapa minuman. “Riq, kamu tidur aja kalau ngantuk, ya,” ucap Argi sambil menoleh ke arah belakang sebelum kembali menatap jalan bebas hambatan. “Iya, Pa,” jawabnya. Ariq tampak senang, pun Dena yang kali pertama plesir ke negara orang yang tak asing baginya karena suasana mirip dengan tanah air juga. “Betah tinggal di sini nggak kira-kira?” Argi membuka percakapan setelah mereka menempuh perjalanan satu jam. “Lumayan, aku masih haru keliling dan pingin tau transportasi umumnya. Nggak mau naik taksi atau re
Apakah mereka sudah saling mencintai? Jawabannya, belum. Dena dan Argi menjalankan hak dan kewajiban, mereka juga sudah sah menjadi suami istri. Keduanya yakin, cinta akan datang seiring dengan waktu, tak perlu khawatir dengan hal itu. “Dena,” panggil Argi yang tak mendapati istrinya di dalam kamar saat ia baru selesai mandi besar setelah mereka bersetubuh. Argi duduk di tepi ranjang, masih tak percaya dengan apa yang sudah terjadi semalam dan hal itu membuat jantungnya berdebar begitu keras. Ia meraba dadanya, lalu menatap ke foto Saski yang masih terpajang di kamarnya. “Kamu nggak marah, ‘kan, Sas?” lirihnya diakhiri tawa dan wajah berseri-seri. Argi beranjak setelah mendengar bel pintu kamar hotel. “Udah bangun?” tanya Dena sambil membawa dua bungkus yang dari wanginya menggugah selera Argi yang lapar. “Kamu ke mana?” Ia mengekor Dena yang meletakkan bungkusan itu di atas meja. “Beli sarapan. Nggak sengaja sebenarnya, karena mau ke tempat Ariq, ternyata mereka udah ke Legoland
"Kamu pikir, Ibu mau ikut campur? Enggak, Dena, Ibu cuma mau ajarin kamu. Kalau masak balado terong caranya kayak gitu. Tinggal ikutin aja susah banget. Ibu kesal ke kamu sampai nggak mau makan?!" omel Tara yang hanya bisa direspon helaan napas Dena yang menunduk, mengaduk makanannya yang belum ia suap ke dalam mulut."Aku kan cuma mau masak pakai cara yang biasa Ibuku ajarin, Mas, bukan maksud mau lawan atau nyanggah Ibu kamu." Akhirnya Dena bersuara. Tara berdecak, ia buru-buru menghabiskan makanannya lalu menyusul ibu ke kamar, meninggalkan Dena yang akhirnya menikmati makanannya seorang diri, di rumah orang tua Tara.Mereka sudah menikah satu tahun, belum dikaruniai anak, dan Tara juga tak mau meninggalkan rumah tersebut karena Tara anak ke empat dari lima bersaudara. Ketiga kakaknya perempuan, dan adiknya lak
Dena mengantar pesanan sarung bantal sebanyak dua lusin ke temannya. Dengan menggunakan motor matic andalan yang sudah ia gunakan selama 4 tahun, motor hadiah dari Papanya saat ia berulang tahun.Motor itu juga pernah menjadi sasaran kecurigaan mertua dan saudara kandung suaminya. Di bilang jika Dena meminta dibelikan oleh Tara. Suaminya akhirnya buka suara karena saat itu mereka masih pacaran, dan barulah keluarga Tara diam saat orang tua Dena yang akhirnya menjawab pertanyaan itu juga.Laju motor itu hanya berkecepatan 40km/jam, Dena melirik ke lampu merah yang menyala, ia menekan rem di tangannya, melihat ke kanan dan kiri, lampu sen kanan juga sudah ia nyalakan. Temannya warga komplek yang cukup jauh dari rumah mertua Dena, butuh waktu setengah jam untuk menuju ke sana.
"Selamat ulang tahun Dena is--" belum sempat Tara selesai bicara. Ia mendapati Dena sedang di marahi oleh kakak perempuannya yang datang berkunjung. Dena duduk tertunduk di lantai, sementara kakak perempuan dan ibunya terus berbicara."Mikir sedikit nggak bisa, Den? Masa iya cuma karena masalah cara masak beda, kamu lawan Ibu? Kamu tinggal di sini, kan? Harus ikutin cara di sini. Bisa bawa diri, bukan ngatur!" Nada bicara Sofia meninggi. Tara menatap dari ambang pintu.Masih dibahas juga, ucap Tara dalam hati. Ia meletakkan kotak berisi kue yang lilinnya dimatikan dahulu oleh Tara, takut meleleh dan mengotori kue."Assalamualaikum," ucap Tara lalu meraih tangan ibu dan kakaknya, lalu beralih ke Dena yang beranjak, meraih tangan suaminya dan ia
"Aku manut Mas Tara." Satu kalimat yang terlontar dari bibir Dena membuat Tara tersenyum namun juga nyeri di hati. Ia tahu perilakunya tak jarang bisa melukai hati Dena, tetapi wanita itu sepertinya memilih melupakan dan tersenyum kembali.Tara dan Dena bergumul, mereka berharap akan segera mendapat momongan setelah setahun lamanya mereka menikah tetapi belum dikaruniai momongan. Keduanya jelas sehat, hanya tinggal menunggu sang khalik memberikan titipan ke rahim Dena.Suara ibu berbicara di telepon dengan Sofia terdengar sayup-sayup saat Dena berjalan ke dapur untuk mengambilkan minum suaminya. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.Lampu dapur dinyalakan Dena, membuat ibu terjengat di tempatnya. "Kamu mau bikin Ibu jantungan!" Makinya. Dena segera
Tara masih di luar kota selama 3 hari 2 malam, hal itu membuat Dena bisa fokus menjahit pesanan pelanggan, bahkan, ada yang meminta dibuatkan selimut untuk kado ulang tahun anak. Dena lembur, ia sengaja supaya bisa mengejar pengerjaan pesanan lainnya.Seharian itu, Tara hanya mengirim pesan 3 kali, sebagai kepala bagian, ia jelas sibuk. Dena tak masalah, karena ia melihat foto status whatssapp suaminya beberapa kali saat sedang berbicara di forum itu. Dena tersenyum, suaminya hebat, pekerja keras walau kadang tak mau mendengarkan keluh kesahnya tentang perlakuan ibu di rumah."Kamu masih jahit?" tegur ibu yang masuk ke ruang kerja Dena."Iya, Bu," jawab Dena sembari tersenyum."Makin mahal do