Part 7
Selepas kepergian mas Farid, aku hanya bisa terduduk diam, lemas tak betenaga.
Kesalahan apa yang telah ku perbuat sehingga begitu marahnya ia padaku?Padahal, aku tak membalas pesan yang dikirim chalil padaku. Bahkan aku tak menerima permintaan pertemanannya.
Mas Farid benar benar terbakar cemburu buta, cemburu yang berlebihan.
Kini, benda berharga satu satunya yang kupunya telah diambil olenhya. Entah benda itu akan dijual olehnya, entah kemana uang itu akan ia pakai aku tak tahu.
Yang ku tahu, sifat nya semakin lama semakin membuatku jengah.
Ia bahkan tak mau mendengar penjelasan dariku.Sakit sekali rasanya nya diperlakukan begini, aku seperti tak ada harga dimatanya.
Percuma aku berjuang mati matian memperjuangkan dia dulu di hadapan ibuku. Ah kembali lagi aku mengingat masa itu. Kembali lagi aku teringat perkataan ibu.
Betapa bodohnya aku dulu tak mendengar nasihat nya. Kini, hanya penyesalan lah yang menghantuiku, yang semakin lama semakin merusak jiwaku.
Aku lelah, lelah dengan rasa sakit ini.
Ingin sekali aku mengadu pada ibuku, namun aku malu, kenapa dulu aku tak mendengar nasihat nya.Jika aku bercerita masalah rumah tangga ku, mungkin hanya akan dimarahi oleh ibuku. Aku tak mau. Tak mau menambah energi buruk masuk kedalam pikiranku.
Biarlah, biar ku telah segala pahit ini sendiri, semoga besok atau lusa dia akan berubah.
***
Pukul lima sore, si kecil azka sudah bersih dan wangi. Rumah pun sudah rapi. Aku tak ingin jika mas Farid pulang dia akan marah marah kalau rumah berantakan.
Tok.. Tok. Tok..
Suara pintu diketuk dari luar. Pasti itu suamiku pulang.
Aku bergegas membuka pintu, ternyata benar itu mas Farid suami ku.
"Asalamualaikum" Ucapnya datar lalu masuk kerumah tanpa melihat kearah ku.
"Waalaikum salam" Jawabku sambil menutup pintu kembali.
Ia langsung masuk ke kamar lalu mandi.
Aku menyibukkan diri dengan memberi makan si kecil.Masih ada rasa kesal dihati, enggan rasanya berbicara dengannya.
Sepuluh menit kemudian, dia sudah selesai mandi. Biasanya ia akan memintaku untuk mengambil pakaian untuknya.
Namun kali ini, ia mengambil sendiri didalam lemari. Baguslah kurang kerjaan ku hati ini sedikit.
Segera ia memakai pakaian lalu beranjak ke dapur. Biasanya ia pasti akan menyuruhku untuk menaruh makanan untuk nya, tapi kalo ini ia menaruh nya sendiri.
Aku hanya diam saja, melanjutkan memberi makan si kecil.
Ia makan dalam diam, aku juga diam.
Ia pasti paham jika aku sudah diam, maka aku sedang marah. Jika aku sedang marah maka berhari hari aku betah mendiamkan nya.Beberapa saat kemudian, selesai juga ia makan. Masih saja ia diam seribu bahasa.
Lalu ia masuk ke kamar, entah apa yang ia lakukan aku tak tahu. Aku menyudahi makan si kecil karna sebentar lagi azan magrib berkumandang.
Pukul setengah tujuh, si kecil sudah tidur. Dan azan sudah berkumandang. Aku gehas ke kamar mandi mengambil wudhu.
Ku lihat mas Farid sedang tidur diranjang, ingin sekali menyuruh nya bangun menunaikan shalat magrib. Tapi aku masih kesal padanya.
Setelai selesai wudhu aku langsung menunaikan shalat magrib, kulihat mas Farid sudah beranjak ke kamar mandi. Baguslah ia ternyata masih ingat shalat.
Selesai shalat magrib, aku menyibukkan diri dengan melipat pakaian yang sudah kering. Sesekali ku lihat ke arahnya.
Ia nampak sibuk dengan gawainya, tapi tunggu dulu, bukankah itu gawaiku?
Bukannya ia bilang akan menjualnya?Saat aku melihat gawaiku yang sedang dipegangnya, mata kami saling bertemu. Ia melihat ke arahku.
"Apa lihat lihat? " Katanya membuatku semakin jengkel.
Aku hanya diam saja, tak ada niat untuk berbicara dengan nya.
"Kok dari tadi diam terus? Kamu masih marah? " Tanya nya dengan nada santai seolah tak berdosa.
Aku masih diam.
"Kalau ditanya jawab dong? "
Ucapnya kesal.Akun masih kekeh diam.
"Mau kamu apa sih mir? Bilang kek, ngomong kek, jangan diam kayak orang bisu"
Kata katanya yang pedas sukses membuat ku membuka mulut."Kamu mau tahu mau ku apa? " Tanya ku dengan nada kesal.
"Mau" Jawabnya singkat.
"Mau ku kita pisah"
Kata kataku nyaris membuat Pertahanan ku runtuh.
"Kamu bilang apa tadi? " Tanya mas Farid kembali, ingin memastikan ucapanku.
"Aku... Mau.. Kita.. Pisah" Ucapku membuatnya bangkit dari tempat duduknya.
"Kamu sadar kamu bilang apa? "
"Sangat sadar"
"Hanya karena masalah sepele kamu minta pisah dari ku? Oh jangan jangan gara gara pesan dari laki laki tadi ya? Sudah ku duga. Kamu selingkuh kan dengan laki laki itu? "
Ucapnya membuatku semakin berang."Apa yang kau pikirkan itulah yang akan terjadi, jika kau berpikir yang baik maka yang baik akan terjadi. Tapi, sebaliknya kau terlalu negatif dalam berpikir" Ucapku menahan amarah.
"Lalu apa? Tiba tiba kamu ingin pisah dari ku hah? Kenapa? "
"Aku sudah capek hidup menderita sama kamu Mas. Aku lelah. .. " Air mataku luruh begitu saja.
"Aku lelah, capek, sakit hati, bertahun tahun aku sabar, tapi kali ini aku udah gak kuat"
Rintihku seraya mengeluarkan beban yang selama ini ku tutupi.Part 41Dua Minggu telah berlalu, hari ini sidang kedua gugatan cerai aku dan Mas Farid akan dimulai. Aku susah bersiap siap untuk mendatangi kantor pengadilan Agama. Kali ini Ibu tidak bisa menemaniku karena ada kesibukan. Sendiri aku menghadiri sidang kedua ini, masih seperti sidang yang pertama, Mas Farid tidak hadir untuk kedua kalinya, dia benar benar menepati kata katanya. Pukul 10.00 sidang kedua ditutup, dua minggu lagi aku harus menghadirkan saksi untuk persidangan ini. Saksi yang melihat saat ijab kabul aku dengan mas Farid dulu. Siapa yang harus aku panggilan untuk menjadi saksi? Oiya, aku baru ingat, aku bisa memanggil Tanteku untuk menjadi saksi, beliaua menemaniku saat pernikahanku dulu di KUA. Hati yang ditentukan telah tiba, aku bersama tante Ratna mendatangi kantor pengadilan Agama. Sidang telah dimulai, Mas Farid masih sama, dia tidak datang untuk sidang yang ketiga ini. Tante Ratna menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh Hakim dengan tenang dan santai. Be
Entah berapa lama aku tertidur, tiba tiba aku mendengar suara tangisan Azka. "Ma... Ma... " Rengekan Azka terdengar dikamar Ibu. Aku segera bangun untuk melihatnya. Ternyata Azka menangis dikamar ibu, sedangkan ibu sedang shalat. "Sayang... Sini sama mama yuk" Swgwrqa Ku gendong Azka keluar dari kamar Ibu. "Azka kenapa nangis nak? ""Mama... laper... " Ternyata anakku lapar, makanya ia menangis. Karena lelap tertidur aku sampai lupa memberi makan malam untuk Azka. "Yaudah kita makan dulu yuk" Anakku pada Azka yang berada dalam gendonganku. Aku segera mengambil nasi didapur. Aku melihat jam didinding, rupanya sudaah pukul 20.00 malam, wah sudah malam rupanya. Untung aku sedang datang bulan, kalau tidak aku sudah ketinggalan shalat magrib dan isya. "Azka makan sendiri atau mama suapin Nak? ""Malam sendiri"Anakku sudah mandiri ternyata, dia sudah mulai melakukan berbagai hal sendiri. Aku senang anakku tidak kekurangan apapun, meski dia jauh dari ayahnya. "Azka, tadi siang Ay
" Silakan Masuk" Ujar kepala Desa setelah tamunya keluar. "Asalamualaikum" Ucapku memberi salam ketika memasuki ruangan 3x3 meter itu. "Waalaikumsalam, ada yang bisa saya bantu? " Tanya laki laki berkumis tebal itu. "Ini Pak... saya mau minta tanda surat keterangan untuk mengurus berkas kepengadilan Agama""Ada masalah apa ya Mbak Mirna, begini saya harus tahu dulu permasalahan yang dihadapi warga baru saya bisa menanda Tangani berkasnya""Baiklah, saya mau menggugat cerai Pak. ""Apa? Benarkah? Mbak Mirna mau menggugat cerai Si Farid? "Wajah Pak kepala Desa berubah kaget, aku maklumi itu. Rumah tanggaku yang tak pernah terlihat bermasalah dimata warga kampung ini tiba tiba aku menggugat cerai. "Ada masalah dalam rumah tangga saya Pak, sudah lima tahun saya bersabar, tapi kali ini saya sudah tak sanggup lagi untuk mempertahankan rumah tangga ini, dari pada saya menderita lahir dan batin, lebih baik kami berpisah"Pak Kepala Desa masih belum puas dengan jawaban dariku, beliau sep
"Kau semakin hari semakin berani melawan ku Mirna, kau sudah sangat berubah, tidak seperi dulu" Tatapamnya tajam seperti hendak menerkamku. Tapi aku tidak lagi takut padanya. Aku sudah terlalu lama patuh dan menurut pada laki laki ini. Namun tidak untuk kali ini. "Aku begini juga karena ulahmu, aku sudah terlalu telah kau sakiti, aku lelah hidup dalam kekanganmu, dan kini aku tak mau lagi tunduk padamu. Aku ingin terlepas darimu" Akupun membalas kata katanya dengan sangat tajam. Raut mukanya berubah pias, mungkin saja ia tersinggung dengan ucapanmu. "Kau semakin lancang Mirna, aku tak menyangka kau yang dulu pendiam jadi seperti singa. Apa karena kau sudah bekerja, jadi kau tak patuh lagi pada suamimu? ""Kita sebentar lagi akan jadi mantan, jadi tak usah kau sebut dirimu suami ku. Bukankah saat aku keluar dari rumahmu aku bahkan tak punya uang sepeserpun? Apakah aku harus duduk diam saja dirumah sampai anakku mati kelaparan? "Mas Farid terdiam, wajahnya yang awalnya garang kini m
"Kamu gak usah bohongi aku lagi Mas, aku gak akan tertipu oleh kebohonganmu lagi. Aku sudah kenyang selama ini kamu bohongi, oiya aku rasa cincin itu tak usah kau kembalikan lagi, anggap saja itu sedekahku untukmu" "Apa maksud kamu berkata begitu? " Tanya Mas Farid pura pura bodoh. Aku yakin, pasti dia belum punya uang untuk membeli cincin itu, dia hanya ingin membujuk ku saja, begitu saja jurusmu dari dulu, gak pernah berubah. "Apa aku harus mengulangi kata kataku kembali, aku tidak membutuhkan cincin itu lagi. Aku menyedekahkan cincin itu untukmu, jika kamu ingin kawin lagi dengan perempuan itu, pakai saja cincin itu, sebagai Mas Kawin. Aku sudah ikhlas melepaskan mu mulai saat ini""Apa yang kamu bicarakan Mirna, perempuan yang mana? Siapa yang mau kawin lagi? ""Sudah lah Mas, tak usah mengelak. Aku sudah tahu jika kamu sudah punya wanita lain. Jadi, jika kamu ingin menikah lagi, silakan. Aku tak akan mengganggu pernikahan keduamu itu. Pakai saja cincin itu untuk Mas kawin, aku
Part 37 Tak terasa sebulan kini telah berlalu, akhirnya tiba masanya aku mendapatkan gajian pertama dari tempatku bekerja. Aku sudah menantikan hati ini selama sebulan, dan ketika Bos ku yang tak lain adalah temanku sendiri datang ke Toko pagi ini, aku langsung menyapa dan menghampiri nya. "pagi Da.. ""Pagi Mir, gimana kabarmu Hari ini? ""Alhamdulillah Baik Da, ""oiya Mirna.. Ini buat kamu, Maaf ya aku harus pulang terus, soalnya aku harus kerumah ibuku, ibuku minta ditemani kerumah sakit untuk cek up" Ida menyerahkan sebuah amplop putih kepadaku. "Iya Da Gak apa apa, Semoga ibu kamu lekas sembuh ya Da, dan makasih ya kamu ingat tanggal gajian aku""Pasti dong Mir, aku pasti ingat kok. aku pergi sekarang ya Mir, bye""iya Da, hati hati. Bye"Hatiku berdebar debar mendapatkan amplop ini, aku tidak tahu berapa isinya, dan aku juga tidak pernah bertanya pada Ida berapa gajiku sebulan bekerja ditoko miliknya. Setelah memberikan amplop padaku, Ida pamit pulang. Mumpung Toko masih s