"Adam?" Aku mengucapkan nama itu dan membuat Mas Fahri menatap tajam ke arahku.
"Jangan ganggu privasi suamimu, Dania!" bentaknya membuatku sangat terkejut. Oh, jadi dia mau bermain lembut? Baiklah. Aku akan dekati Ranti tanpa sepengetahuanmu, Mas, dan lihat bagaimana hasilnya nanti. Karena takut anak-anak sudah kembali ke kamar dan melihat pesan dari Ranti alias Adam itu. Aku akan mengumpulkan bukti yang cukup untuk membuat keluarga besar kami berdua percaya dengan apa yang akan aku katakan. [Kenapa, Mbak? Mbak terkejut, ya? Aku pacaran dengan Mas Fahri meksipun masih status istri karena suamiku suka main kasar, Mbak. Bukan hanya itu, dia juga suka main perempuan. Tidak pernah kasih nafkah, jadi hanya bisa marah-marah, dan itu membuat Mas Fahri semakin peduli padaku.] [Apalagi anak-anak kekurangan kasih sayang dari ayahnya, jadi Mas Fahri yang menggantikan posisi itu.] Sederet pesan yang Ranti kirimkan membuat dadaku bergemuruh. Bisa-bisanya Mas Fahri peduli kepada anak orang lain, tapi malah menyengsarakan anaknya sendiri. Apa-apaan ini? Apa ini pantas? Selama ini anak-anak selalu menolak jika diajak bermain ke taman perumahan. Mereka hanya akan membeli rambut nenek, lalu buru-buru pulang. Itu karena banyak anak yang main di taman dengan ditemani orang tuanya. Bahkan hampir semua anak di temani ayahnya. Makan bersama saja bisa kehitung selama anak-anak besar. Bagaimana mau makan bersama kalau Mas Fahri saja jam tujuh belum bangun, sementara anak-anak harus sudah berangkat ke sekolah. Jam delapan, Mas Fahri sudah siap kembali untuk pergi ke kantor, dan pulang jam dua atau jam tiga pagi di saat anak-anak sedang tertidur lelap. Aku belum sanggup untuk membalas pesan Ranti, aku mau menata hati lebih dulu, agar sanggup untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk. "Hari ini, aku mau mau bersama anak-anak. Mereka ke mana?" Suara Mas Fahri terdengar di depan pintu setelah suara ketukan terdengar. "Mereka sudah bahagia dengan dunianya sendiri, jadi kamu tidak usah meluangkanwaktu waktu untuk anak-anak," jawabku dari dalam. Kania, aku bisa maklum. Perasaannya belum begitu dewasa, tapi berbeda dengan Haikal yang sudah tahu apa itu rasa sakit. Brakkk ... pintu dibuka dari luar dengan penuh emosi. "Maksudnya apa?" Mas Fahri menatapku tajam. Rahangnya kembali mengeras. Sementara aku masih fokus dengan laporan keuangan sambil menghitung keuntungan. "Maksudnya sudah jelas. Aku tidak butuh suami yang gemar berbohong, begitupun dengan anak-anak." Aku berbicara tanpa melihat ke arahnya. Aku tahu dia akan marah, tapi aku adalah orang yang tidak pandai untuk menyembunyikan rasa sakit. Namun, ini hanya tarik ulur saja, aku ingin Mas Fahri merasakan sakit seperti yang aku dan anak-anak rasakan selama ini. "Jangan kau kita aku akan menceraikanmu, jangan gegabah, Dania. Anak-anak tentu saja membutuhkan kehadiranku. Kalau kau tidak percaya, lihatlah!" Ia berbicara dengan penuh percaya diri dan memanggil anak-anak ke kamarnya. Aku pun ikut penasaran dengan apa yang akan ia lakukan, jadi mengekor di belakangnya. "Mas, Dek, main sama Papa, yuk?" anaknya membuat Mbak langsung terdiam. Semenjak Mbak kerja di sini, ia belum pernah bertemu dengan Mas Fahri. Jadi pasti sangat ketakutan dan serba-salah. Wajah Kania langsung berseri dan akan segera berlari ke arah Mas Fahri, tapi Haikal melarangnya. "Jangan, Dek. Papa kan sedang sibuk," ucapnya membuatku tertawa lepas. "Tapi aku kangen Papa." Mata Kania berkaca-kaca. "Iya, Mas tahu. Tapi kan Papa sibuk. Bagaimana kalau kita telpon Papa Dino?" Haikal mengusulkan. "Enggak, Mas. Kamu jangan kaya gitu. Papa kalian cuman ada satu, Papa yang sekarang ada di hadapan kalian. Bukan laki-laki yang mengaku-ngaku itu," cegahnya, lalu mengambil ponsel Haikal yang hendak menelpon Dino. "Loh, kamu kan pulang juga karena sudah kepergok dengan istri mudamu, Mas. Kalau enggak, mungkin kamu juga gak akan pulang sampai jam tiga nanti." Aku mendekat ke arah anak-anak dan memeluk mereka satu persatu. "Kalian harus bisa mengiklaskan Papa kalian, ya, mungkin Papa asli kalian memang Papa Dino." Aku kembali memanas-manasi. Mas Fahri langsung menarikku kembali masuk ke dalam kamar. "Istighfar kamu, Dania! Kamu sudah berdosa banget sama suami," ucapnya sambil memegang pundakku. "Aku sadar kok, Mas, yang harusnya rajin istighfar itu kamu. Sudah kepergok di tempat umum, masih saja ngeles." Aku langsung menimpali. Mas Fahri tidak mendengarkan apa yang aku katakan, ia malah kembali keluar kamar, dan masuk ke kamar anak-anak. "Papa mohon sama kamu, Mas, jadilah anak yang baik." Mas Fahri memeluk kedua anaknya yang kini sudah menangis. Aku kembali masuk ke dalam kamar dan untuk menanyakan kepada Ranti jam berapa saja Mas Fahri ada di sana. Namun, sebelum aku mengetik pesan kepadanya, ada pesan dari kakak ipar, kakaknya Mas Fahri. [Dania, kamu harus hati-hati, katanya Mas Bagas melihat suami kamu selalu dijemput seorang wanita di kantor.] Mataku terbelalak ketika membacanya. Wah, ternyata suaminya Kakak ipar juga sudah melihatnya? Baguslah. Aku ingin melihat mereka lebih memihak siapa, aku atau Ranti. [Bukannya Mas Fahri dan Mas Bagas satu kantor, berarti tahu, dong, wanita itu seperti apa?] Aku sengaja mengirimkan pancingan kepada Mbak Mira, karena aku tidak yakin kalau mereka memang tidak tahu apapun. [Katanya enggak tahu. Karena beda divisi, Mas Bagas jadi tidak tahu lebih jelasnya. Kamu perhatikan saja gerak-gerik Fahri, ada yang mencurigakan, gak? Kalau Mas Bagas alhamdulillah aman. Kalau telponan juga sama yang namanya Ranto.] balasnya cepat dengan beberapa stiker kebahagiaan. Ranto? Kenapa namanya mirip Ranti?Bersambung .... Wah, kok sama, cuman beda huruf "I" saja?Hari ini aku akan menemui Mbak Mira untuk mencari tahu siapa nama kontak Ranto di ponselnya Mas Bagas. Entah kenapa aku sangat yakin kalau itu adalah Ranti. "Ayo kita sarapan dulu, Mas, Dek!" seruku kepada anak-anak yang sudah selesai bersiap di kamarnya. Mereka pun langsung keluar, tapi langkah mereka terhenti sambil menatap heran ke arahku. "Kenapa, kok, berhenti? Ayo, dong, Mama langsung antar ke sekolah setelah sarapan," ajakku lagi tapi mereka masih diam. Beberapa detik kemudian aku baru tersadar kalau mereka menatap bukan ke arahku, jadi aku ikut melihat apa yang sedang mereka tatap. "Mas Fahri, ngapain?" tanyaku aneh ketika melihat suami yang tidak pernah sarapan bersama tiba-tiba ada di belakangku. "Mas mau makan bersama dengan kalian," jawabnya lirih. "Enggak usah, gak perlu. Sana lanjutkan tidurnya, anak-anak gak bakalan nangis meskipun kamu tinggal sekali pun," ucapku sinis sambil membawa anak-anak keluar dari kamarnya. "Kamu jangan egois, Nia. Anak-anak pasti memb
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam Aku benar-benar tidak habis pikir, ternyata Mas Fahri bahkan masih punya waktu untuk berdebat di jalanan dengan istri barunya. Sungguh terlalu. Padahal dari rumahnya sudah biasa buru-buru, ternyata hanya untuk hal seperti ini. "Dania!" Baru saja aku melangkah masuk pintu depan restoran, suara Tata sudah mulai terdengar. Tata adalah sahabat yang aku percayakan untuk memegang restoran. Lumayan, bisa untuk tambahan uang kuliahnya. "Hei, maaf kalau aku telat, ya." Aku langsung menghampirinya yang sedang sibuk di kasir. "Gapapa, kalau bos datang kapanpun bukan masalah," kelakarnya. Dulu, aku sempat curiga kalau Tata ada hubungan dengan Mas Fahri, karena ia suka terang-terangan mengungkapkan kebenciannya. Kupikir sama seperti di cerita-cerita, bilang benci, tapi nyatanya cinta. Ditambah biasanya sahabat adalah musuh yang paling dekat, ternyata itu semua hanya pikiran negatifku. "Ada masalah?" Ia bisa menangkap raut wajahku dalam waktu cepat. "Gapap
Alasan Lembur Suamiku "Kau lagi, kau lagi." Mas Fahri menatap Dino penuh dengan kebencian. "Bisa gak sih jangan jadi perusak hubungan orang?" sinisnya. "Loh, kok, jadi gue yang merusak hubungan kalian? Bukannya Lo sendiri yang berkhianat duluan?" ucap Dino santai sambil menarikku untuk duduk, tapi dari bahasanya, aku tahu dia sedang sangat marah. "Dengarnya, kalau bukan karena kamu yang mendekati anak-anak, mereka tidak akan pernah menjauhiku." Mas Fahri menghampiri Dino dengan penuh amarah. Oh, dia mau mengajak Dino berkelahi? Sepertinya Mas Dino lupa kalau sahabatku ini mahir bela diri. Dia bisa mengendalikan tubuhnya untuk menghindar serangan dan membuat lawan terkapar dalam waktu dekat. Mas Fahri memang tidak pernah tahu tentang Dino, tapi aku pernah ceritakan tentangnya dengan detail. Entah dia ingat atau tidak, yang jelas bukan masalah kalau Mas Fahri ajak berkelahi. Hanya saja, aku takut anak-anak akan kasian kalau melihatnya sakit, terus mau dekat lagi dengan dia. "Jang
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam PoV Fahri Aku tidak tahu sejak kapan Dania ada di sini. Bahkan, aku juga baru tahu kalau anak-anak ternyata sekolah di sini. Ah, ayah macam apa aku ini, tapi kasian juga anak Ranti kalau tidak ada yang menjemputnya. Kata dokter, kejiwaan Ranti sedang terganggu. Ia tidak bisa terlalu banyak pikiran, atau dia bisa marah-marah tidak jelas. Berulang kali aku menjelaskan padanya kalau di antara kita tidak ada hubungan apapun, tapi sepertinya Dania tidak percaya. "Maaf, Dania, aku tidak tahu kalau anak-anak juga sekolah di sini," ucapku jujur. Dania malah tersenyum sinis. "Oh, tidak tahu, ya?" Ia berjalan cepat ke arahku. "Coba lihat, berapa tahun Haikal sekarang?" tanyanya menantang. Jujur, aku memang melupakan umur anak-anak. Mereka lahir kapan, tahunnya saja aku tidak ingat. Apalagi bulan atau hatinya. "Bukankah mereka yang ada di restoran waktu itu?" tanya Raya anaknya Ranti yang pertama. Aku lupa kalau anak-anak masih ada di sini. "Kalian m
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam PoV Dania. "Enggak usah, Bu. Aku sudah punya segalanya, jadi rasanya tidak penting. Maaf, tapi walaupun aku tidak punya apapun, rasanya aku tetap tidak ingin harta Mas Fahri walau sedikit," tolakku halus. Aku bukan wanita yang mudah menggunakan yang lelaki, walaupun itu suamiku sendiri. Rasanya terlalu mahal harga diri jika dibandingkan harta. "Terus, apa yang akan kamu lakukan, Nak? Tapi Mama gak mau kalau Fahri semakin tidak tahu diri." Mama Mas Fahri terisak. Sebagai perempuan, ia juga terluka dengan apa yang dialami olehku. Apalagi Mas Fahri adalah anak laki-laki yang dibesarkan ibu. Dapat kulihat dari celah pintu kalau Mas Fahri sedang mendengarkan apa yang kami bicarakan. Yah, aku memang sengaja mengatakan kata-kata tadi sama ibu. Aku ingin Mas Fahri merasakan harga diri yang tercabik-cabik. Pintu diketuk dari luar. "Ma, ada Dania?" tanyanya bersandiwara. Oh, jadi kamu mau bermain peran? Siapa takut, Mas. Kalau aku langsung menggugat cer
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam PoV DaniaBalasan dari Ranti dengan cepat aku terima. [Mas, kamu jangan becanda begini, gak lucu tahu gak. Kamu dari semalam kenapa? Kok, gak bisa dihubungi?] Aku tertawa kecil membacanya. Dia itu memang wanita baik-baik atau hanya berpura-pura? Kalau dia memang perempuan baik, aku akan membuatnya sadar siapa Mas Fahri. Kalau bukan, akan aku tambah dengan sedikit bumbu. [Sudah aku bilang aku adalah istrinya. Semalam kita makan bersama di rumah mertuaku, yaitu orang tuanya Mas Fahri, juga bersama keluarga besarnya. Kamu sendiri belum pernah bukan dipertemukan dengan mereka?] Setelah pesan terkirim, terdengar suara seseorang mencoba untuk memutar kenop pintu dari luar. Jangan-jangan Mas Fahri? Ah, bodo amat. Sudah aku kunci ini, jadinya aman. Paling minta kunci cadangan sama Mama. [Siapa kau?] Ranti hanya membalas dua kata, tapi justru dari dua kata ini aku bisa mengambil kesimpulan kalau Ranti tidak sebaik yang wajahnya perlihatkan. Sepertinya
Alasan Lembur Suamiku Setiap Malam Mataku membulat sempurna ketika melihat Dino ada di belakang mereka. Begitupun Ranti, ia juga langsung melihat ke arah belakang. "Kenapa?" Dino menatapku heran ketika kami menatap ke arahnya dengan tajam. Duh, kenapa dia muncul di waktu yang tidak tepat, sih? "Oh, jadi kamu, ya, suami yang sudah melukai hati Mbak Dania?" Ranti menatap Dino nyalang. Setelah menyelesaikan pembayaran, aku langsung menarik tangan Dino untuk menjauh dari mereka, dan mencari tempat yang aman untuk bicara berdua. "Kamu ngapain tiba-tiba ada di sini?" tanyaku heran sekaligus kesal. Padahal aku tadi sengaja ingin melihat bagaimana reaksi Ranti. Bukannya mengakui kesalahan, Dino malah tertawa kecil. "Justru aku ke sini sengaja untuk membantumu. Ini bukan waktu yang tepat." "Maksudnya?" Aku malah menatapnya heran. Benar-benar tidak mengerti bagaimana jalan pikirannya. "Yang kamu lakukan tadi itu sayang banget tahu, sini aku kasih tahu." Ia memintaku untuk mendekatkan
Alasan Lembur Suamiku Setiap MalamPoV Dania Mas Fahri melindungi Ranti dari amukan tetangga dan juga para wali murid, ini membuat papa mertua marah besar. "Jadi ini yang kau lakukan selama ini, hah?" teriaknya sambil menarik Mas Fahri ke ruang kerjanya. Sementara Ranti melindungi anak-anaknya yang khawatir akan terluka oleh orang-orang yang membencinya. "Bu, diminta Bapak masuk ke ruang kerja." Mbak Jun mendekat ke arahku dan berbisik. "Ya, sana akan ke sana." Dengan senyuman lebar, aku masuk ke ruang kerja. "Ada apa, Pa?" tanyaku ketika baru saja menutup pintu. "Sini masuk, Sayang," jawabnya lembut. Ah, syukurlah aku masuk ke keluarga yang peduli terhadap menantunya. Jadi, aku tidak perlu lagi mencari keadilan untuk anak-anak apalagi untuk diriku sendiri. Aku pun langsung duduk di sofa yang berhadapan dengan Mas Fahri yang tengah menatapku tajam. "Sejak kapan Fahri jarang pulang ke rumah?" tanyanya membuatku terdiam. Aku ingat betul, sesudah menikah pun Mas Fahri jarang ad