Share

Bab 3

Author: Elferis
last update Last Updated: 2021-09-13 13:43:45

Alfheim adalah dunia para light elf. Terbagi menjadi lima wilayah yang memiliki ciri khas masing-masing dan dipimpin oleh penguasa berbeda di setiap wilayah. Penghuni Alfheim didominasi oleh kaum light elf, yang wajahnya sangat rupawan hingga mampu menyihir siapa pun untuk selalu mengagumi kecantikan fisik mereka. Meski begitu, jenis peri lain juga terdapat di Alfheim, walau populasinya tidak terlalu banyak dan tidak mendominasi, terutama dari segi kekuasaan.

Niels memacu kudanya menuju perbatasan wilayah selatan dan timur Alfheim. Iklim di wilayah selatan terasa cukup hangat dan cocok untuk melakukan kegiatan pertanian. Tak ayal daerah itu menjadi penghasil sumber makanan bagi wilayah-wilayah lain. Semakin menuju ke timur, suhu menjadi lebih panas. Niels dan rombongannya sampai harus beristirahat dan meneguk sesekali perbekalan air mereka agar tidak kehausan.

“Serius? Kita bahkan dikerahkan ke wilayah yang bukan penjagaan kita. Apa mereka sebegitu lemahnya sampai harus mendapat bantuan?” keluh salah seorang elf berambut perak.

“Hentikan omongan itu. Kau mau menghina misi kita?” sungut Syver. “Kita tidak akan dikerahkan ke sana kalau mereka tidak benar-benar membutuhkan bantuan. Menurutmu melawan raksasa adalah hal yang mudah?”

Elf berambut perak tadi hendak memprotes, tetapi Niels angkat bicara dan memerintahkan rombongannya untuk melanjutkan perjalanan mereka ke wilayah perbatasan timur.

Niels memimpin dengan berani, dia bersyukur memiliki Syver yang selalu membelanya dan menjadi tangan kanannya untuk mengatasi bawahan yang sering mengeluh. Mulanya Niels memang merasa segan pada Syver, apalagi usia mereka terpaut hampir sepuluh tahun dan Niels termasuk sorang pelindung yang usianya cukup muda.

Niels bekerja sebagai penjaga dan pelindung perbatasan antar dunia. Misinya kali ini pergi ke wilayah perbatasan timur dikarenakan ada laporan bahwa sesosok raksasa meuncul ke Alfheim dan meresahkan penduduk di sana. Entah apa tujuan raksasa itu, tetapi Niels tidak suka jika ada orang tak bersalah menjadi korban.

Ketika jalanan semakin menurun dan landai, suhu terasa panas dan angin menerbangkan debu-debu yang mengganggu mata. Wilayah timur terkenal dengan sebutan daerah matahari bersinar, sebab musim panas terasa sangat lama di sepanjang tahunnya. Gurun-gurun ganas pun banyak mendominasi wilayah timur, bahkan daerah yang berbatasan dengan wilayah selatan pun masih terasa panasnya.

Rombongan mereka tiba di salah satu desa perbatasan, ditandai dengan sungai yang membagi antara wilayah selatan dan timur. Rumah-rumah di sana berbentuk kotak dan sedikit jendela, Niels tidak melihat seorang elf pun berada di luar. Sementara di suatu titik, Niels mendapati sesosok raksasa tengah duduk santai memainkan pasir seakan menunggu kedatangan mereka.

Niels dan rekannya bergerak mendekat, mamacu kudanya sambil bersiaga dengan busur panah serta pedang sebagai senjata.

"Tahan!" seru Niels saat mereka berjarak cukup dekat dengan raksasa itu.

Di sekeliling mereka, para prajurit pelindung perbatasan tampak terkapar tidak berdaya, entah mereka sudah mati atau beberapa masih hidup, tetapi yang pasti Niels menduga kalau raksasa inilah penyebabnya.

"Nyamuk-nyamuk seperti kalian datang lagi, apa kalian tidak punya kerjaan sampai mau bertarung terus-terusan?" Suara sosok raksasa itu menggelegar, padahal dia berbicara pelan.

Raksasa itu berdiri, dia membetulkan posisi sarung tangannya yang besar dan tebal lalu memasang kuda-kuda seolah siap untuk bertarung.

Seorang elf meluncurkan panahnya, tetapi dihalau oleh tangan si raksasa yang sudah ditamengi sarung tangan. Niels merasa kesal karena anak baru itu bertindak gegabah padahal belum diberi perintah. Atas tindakan tersebut, dia pun menyerukan penyerangan.

"Serang! Tapi jangan sampai menbunuhnya!" teriak Niels.

Rombongan elf serempak menyerang dari segala sisi. Satu lawan dua belas sungguh tidak begitu adil. Akan tetapi, ukuran besar dan kecil juga tampak tidak seimbang.

Sang raksasa meski memiliki tubuh yang besar, gerakannya gesit, dia tahu arah serangan yang akan datang, sehingga dengan sigap menghalau semua gempuran dari para elf.

Niels melepas jubah biru tua panjangnya dan mengubah benda itu menjadi sesosok elang, membiarkannya terbang mengelilingi tubuh sang raksasa. Tanpa membuang waktu, dia pun bergerak cepat menerjang sang raksasa menggunakan pedangnya yang terhunus.

Sang raksasa meraung mengerikan. Dia mengentak kaki dan membuat tanah berguncang. Para elf kehilangan keseimbangan, dan pada kesempatan terbuka itu sang raksasa menyapu sosok-sosok kecil pengganggunya.

"Rupanya sekarang  kalian memang sangat menyebalkan, selalu senang menyerang dan tidak mau berkompromi!" teriak sosok besar itu. “Ke mana perginya kebijaksanaan kalian?”

Tanpa ada yang menjawab pertanyaan sang raksasan, Niels menggerakkan tanah untuk membentuk kuncian di kedua kaki raksasa hingga sosok besar itu roboh dan tidak bisa bergerak. Di atas, elang bentukan Niels menjadi mata kedua bagi lelaki itu, dia jadi tahu berbagai sisi yang menguntungkan untuk bertarung.

Niels dan para elf berhenti menyerang. Sang raksasa sudah terbelenggu pada jerat hingga terdiam pasrah. Di kala itu, Niels bergerak mendekat. Dia merasa penasaran dan ingin mengorek informasi lebih jauh.

"Mengapa sosok seperti dirimu muncul ke Alfheim? Apa Jotunheim sudah membosankan bagimu?"

Raksasa menggeram dan merutuk tidak jelas, lebih terdengar seperti gemuruh di langit yang mengerikan. Dia lantas memandang Niels sehingga mata mereka beradu dan Niels menangkap sorot kepiluan di mata besar itu.

"Aku hanya ingin mengambil anakku. Kalian pikir berita eksekusi itu tidak terendus dunia lain? Aku sudah tahu, dan aku ingin menyelamatkan anakku dari tindakan busuk pemimpin kalian!"

Niels terdiam mendengarkan, sementara para elf lain kembali bersiaga di segala sisi.

"Sebaiknya kau kembali ke duniamu, aku memberimu kesempatan."

Sontak para elf lain memandang Niles kebingungan, mengapa pemimpinnya malah membebaskan raksasa itu?

Syver menyentuh pundak Niels hendak mengatakan keraguannya. Tetapi Niels lantas berseru. "Kembalilah sekarang!"

Bersamaan dengan telapak tangan Niels yang memegang wajah raksasa itu, tanah berpasir di sekitar mereka naik menyelimuti sang raksasa, perlahan-lahan sosok besar itu pun hilang ditelan pasir.

Semua tercengang melihat Niels mendadak membentuk portal antar dunia dan mengembalikan sang raksasa ke Jotunheim, tindakan itu terlihat seperti bukan Niels yang biasanya—tak kenal ampun pada lawab. Para elf masih terguncang, tetapi mereka tidak punya cukup keberanian untuk menentang Niels.

"Jangan tulis laporan tentang kejadian ini. Anggap saja kita belum beruntung untuk bisa menangkap raksasa kali ini."

Syver langsung semangguk saat mendengar perintah itu, tetapi tidak dengan para elf yang lain terutama para prajurit baru.

Setelah menolong para penjaga perbatasan yang semula bertarung dengan raksasa, Niels dan pasukannya kembali ke wilayah selatan. Sesampainya mereka di markas, Syver mengumpulkan pasukannya dan segera menghapus ingatan tentang pertemuan mereka dengan sang raksasa atas perintah Niels.

***

Greta terbangun di ruang gelap yang dingin. Dia terbaring pada sebuah sel berukuran dua kali dua meter berdinding batu di ketiga sisi. Sementara di depan, terdapat jeruji-jeruji besi yang berdiri renggang membatasi akses keluar.

Greta berusaha bangkit meski punggungnya terasa sakit. Di petak penjara itu dia berkeliling gelisah. Isinya kosong, tidak ada kursi kayu atau benda lain yang memenuhi ruangan selain kedua tangan Greta yang terbelenggu oleh rantasi besi yang kokoh.

Hanya satu pertanyaan yang melintas di kepalanya.

Di mana kini dia berada?

Ingatannya kemudian datang menyengat otak, terputar pada kejadian beberapa jam bahkan beberapa hari lalu mungkin? Greta tidak terlalu mengingat waktu, tetapi kejadian itu penuh kericuhan, kepiluan, dan kengerian.

Dia ingat ketika desanya diserang para makhluk terang. Dia ingat ketika Gunther mati tertusuk panah. Dia ingat ketika ibunya mendorong Greta ke sumur. Dia ingat suara ledakan yang membuatnya terpaksa berenang menuju laut, tetapi setelah itu dia tidak ingat lagi. Hingga kilasan memori itu menunjukkan bahwa dia digiring seperti tawanan, melewati tempat-tempat indah tetapi melihat hal mengerikan.

Sepanjang jalan itu Greta melihat bagaimana para elf dieksekusi di alun-alun, menjadi tontotan bagi elf lain sambil berteriak penuh kebencian dan sorot mata yang memandang rendah. Pada hari itu Greta ingat setidaknya ada lima orang yang dieksekusi, kesemuanya diberi suntikan mati dan langsung tidak berdaya, sementara di lain sisi Greta mendengar para elf yang menonton menyerukan ingin melihat eksekusi yang lebih pantas, lebih menyakitkan hingga tidak ada ampun bagi para pendosa.

Setelah itu Greta tidak ingat lagi, sampai akhirnya dia terbangun di petak penjara sempit ini.

Greta beringsut menuju jeruji besi, dia memerhatikan sekelilingnya yang tampak gelap, hanya ada beberapa obor di dinding yang memancarkan cahaya yang tidak terlalu membantu.

Derap langkah kaki terdengar mendekat, Greta menebak sepertinya ada tiga atau empat orang. Mereka berjalan pelan, memeriksa setiap isi sel dengan cermat hingga ketiga sosok rupawan itu berhenti tepat di depan sel yang Greta tempati.

Seorang berjubah putih panjang menatapnya lekat, dia terlihat muda tetapi tersorot penuh kekuasaan di mata birunya. Netra berkilau itu memandangnya dari atas sampai bawah, seolah berusaha mencari sesuatu dalam diri Greta.

Gadis itu ingat, sosok di depannya ini adalah seorang elf yang duduk di singgasana perak dan menyaksikan ekseskusi berlangsung di alun-alun. Saat itu Greta yakin bahwa dialah yang memiliki kekuasaan penuh di wilayah ini.

"Apa ada sesuatu?" kata seseorang di sampingnya, dia bertubuh lebih tua seperti usia empat puluhan, memiliki rambut putih panjang dan mata abu-abu yang lelah.

Elf berjubah putih menggeleng. "Kita lanjut ke yg berikutnya."

Setelah itu mereka berdua pergi melangkah ke sel selanjutnya yang Greta duga pasti berisi tawanan seperti dirinya. Sementara itu, seorang elf penjaga penjara yang mendapingi mereka tidak segera menyusul, melainkan berjalan mendekat kepada Greta yang terhalang besi kemudian berbisik.

"Makhluk rendahan."

Darah gadis itu mendidih, dia diliputi amarah karena telah mendapat hinaan. Meski begitu, Greta belum bisa melakukan apa-apa, posisinya sungguh tidak menguntungkan dan tidak berdaya.

"Besok kau akan dialihkan ke Kamp, bersama makhluk-makhluk rendahan lain. Dan tunggu saja tanggal eksekusimu." Sang penjaga itu menyeringai lalu pergi.

Greta mendadak terkejut mendengar itu. Jadi dia juga akan dieksekusi? Mengapa? Apa di mata mereka manusia adalah makhluk rendah?

Greta tidak bisa menghentikan pikiran-pikiran di kepalanya, tetapi satu hal yang pasti dia harus bebas bagaimana pun caranya. Sebab dia tidak bersalah sama sekali.[]

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Alfheim - The Blasphemy   Bab 22

    Skirnir adalah pelayan pribadi Dewa Freyr. Dia merupakan elf murni yang dengan patuh menerima titah sang dewa apa pun situasinya. Semenjak Dewa Freyr yang entah dari kapan sering bepergian dari Alfheim, Skirnir juga jadi sulit ditemukan. Dia tinggal berpindah-pindah, tetapi banyak yang mengatakan bahwa Skirnir senang sekali tinggal di pegunungan.Greta, Syver, dan Thora berangkat ke salah satu gunung yang lokasinya jauh ke Wilayah Barat, bahkan hampir memasuki Wilayah Utara. Mereka melakukan perjalanan dengan menunggangi naga-naga jinak yang sudah dilatih para half elf penunggang naga.Syver sangat lihai mengendalikan segala jenis hewan termasuk naga, sehingga pria elf itu cepat akrab dengan tunggangan barunya."Memang agak berbeda dari kuda, tapi coba kalian tatap matanya dan beri kepercayaan bahwa kehadiran kalian tidaklah mengancam," saran Syver pada Greta dan Thora yang terlihat ragu untuk menaiki naga masing-masing."Apa tandanya jika dia menolak untuk kutunggangi?" tanya Thora m

  • Alfheim - The Blasphemy   Bab 21

    Untuk kali ini, pertemuan Niels dengan ayahnya tidak dilakukan di Benteng, tempat biasa ayahnya bertugas. Mereka sengaja memilih bertemu di tempat yang lebih privasi, sangat sepi tetapi sangat Niels senangi, yaitu hutan Wilayah Selatan tempat biasanya dia dan Syver menghabiskan waktu untuk berburu."Ada apa ayah memanggilku ke sini?" Niels turun dari kudanya saat melihat sang ayah sedang duduk di atas batu besar. Terletak di samping sungai yang mengalir deras.Wajah laki-laki itu tampak lelah. Ada sorot ketakutan dan kekhawatiran yang bisa ditangkap oleh Niels, sehingga dia menjadi waswas."Apa terjadi sesuatu?" tanya Niels. Dia tidak bisa merasa tenang saat ayahnya menatap seperti itu. Dan, tidak lama lagi dia pun tahu apa penyebabnya."Sekarang aku tahu apa yang sedang dia direncanakan. Dengarkan Ayah," titah pria elf itu. "Pergilah sejauh mungkin dan jangan tunjukkan keberadaanmu untuk sementara waktu, Niels.""Siapa yang Ayah maksud dengan dia? Dan mengapa aku harus bersembunyi?"

  • Alfheim - The Blasphemy   Bab 20

    "Benar yang kau lihat malam tadi adalah Niels yang itu?"Jenderal Kogen mengangguk yakin. Matanya tidak mungkin salah saat melihat wujud penyusup di Penjara Besi Pegunungan Morkne. Selain itu, rencananya untuk memancing Greta datang ke penjara pun berhasil dilakukan. Bahkan, sang Jenderal menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa gadis itu telah berkembang dan mengasah kekuatannya seperti yang mereka duga. Lord Ophelix yang telah mendengar laporan sang Jenderal seketika tersenyum senang. Tinggal selangkah lagi impiannya akan tercapai. Purnama akan datang tak lama lagi, dan ketika saat itu tiba dia harus sudah bisa membesakan sang Fenrir dan menguasai kekuatan monster itu."Yang Mulia, kusarankan Anda segera memanggil Kesatria Vilhem. Bukankah Niels akan patuh pada orang tuanya dan datang ke sini? Kalaupun anak pengkhianat itu tidak segera menyerahkan diri, kita masih punya kunci lain untuk menghancurkan hidupnya," saran penasihat berjubah putih yang berdiri di sam

  • Alfheim - The Blasphemy   Bab 19

    Greta memaparkan secara singkat rencananya pada Niels dan Nyberg. Setelah sebelumnya berkenalan dengan elf perempuan berperangai judes bernama Nyberg, Greta tidak akan terlalu memedulikan segala ucapan sinis yang dilontarkan gadis elf itu.Mereka sepakat menunjuk Ragne untuk bertugas menjaga jalur pelarian. Sementara Greta dan Niels akan masuk menyisiri lorong-lorong penjara untuk membebaskan para tahanan.Greta tidak tahu kemampuan apa yang dimiliki Nyberg, terlebih lagi gadis elf itu tidak terang-terangan menyebutkan kekuatan yang dia punya. Sehingga Greta memutuskan untuk menempatkan Nyberg bersama Ragne."Gadis kecil sepertimu tidak usah mengatur-atur. Aku hanya akan bertindak atas kehendakku sendiri. Kalau tugasku berjaga di luar, itu memang karena aku yang menginginkannya. Camkan itu baik-baik!"Greta hanya mengangguk, dia sudah pusing memikirkan rencana pembebasan rekan-rekannya. Maka gadis itu tidak ingin lebih dipusingkan dengan kelakuan elf berdarah bangsa

  • Alfheim - The Blasphemy   Bab 18

    Sudah satu hari lamanya dua orang utusan Jorey yang ditugaskan mengabari Niels belum juga kembali. Perasaan khawatir kini merambati hati half elf-kurcaci itu. Dia berjalan-jalan gelisah. Mungkinkah rekannya itu mendapat kesulitan? Atau jangan-jangan prajurit elf yang melakukan penyerangan di pondok waktu itu berhasil menangkap mereka?Semua hal-hal buruk lantas memenuhi otak Jorey. Di sisi lain, Greta menghampiri laki-laki itu untuk mengemukakan ide yang sudah dia susun secara cepat. Meskipun kemungkinannya akan ditolak secepat terpikirkannya pula."Aku ingin segera menyelamatkan teman-temanku. Aku punya ide untuk membebaskan mereka dari penjara," ujar gadis itu dengan penuh keyakinan.Jorey menggelengkan kepala kurang setuju seperti dugaan gadis itu. "Sebaiknya kita tunggu Niels datang ke sini.""Tidak kah kamu pikir selagi menunggu bisa saja banyak rekan-rekan kita yang telah dieksekusi?"Jorey memijat pelipisnya frustrasi. Lelaki separuh elf itu tahu bahwa apa

  • Alfheim - The Blasphemy   Bab 17

    Greta keluar dari ruangan kerja kamuflase dengan berjalan pelan. Ragne lah yang pertama kali melihat gadis itu setelah selesai dengan si wanita perombak."Cepat sekali, perubahannya juga tidak banyak. Tapi, kuakui kamu terasa memancarkan aura yang lebih cerah dan tetap cantik seperti dirimu," goda Ragne.Seperti yang Ragne katakan, si wanita perombak memang tidak banyak melakukan kamuflase pada tubuh fisiknya. Bahkan, dia hanya membuka sihir yang semula terpasang pada Greta. Hal-hal yang berubah hanya terjadi di telinga gadis itu yang menjadi lebih runcing ke atas, bertubuh lebih ramping dan berkulit lebih terang seperti memancarkan sinar lembut yang menawan."Giliranmu, cepat masuk sana." Greta mendorong tubuh Ragne agar segera masuk ke ruang kerja kamuflase.Sementara itu, seorang lelaki muda menghampiri Greta dan memberitahunya sesuatu."Misty ingin bicara denganmu, mari ikut denganku."Misty adalah nama lelaki penunggang naga yang menyelamatkan merek

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status