Share

Bab 2

Sumber ledakan berasal dari kediaman Tuan Bjorn. Kondisi Desa Stralen semakin tampak mengerikan di malam itu. Kobaran api terlihat di mana-mana, bangunan porak-poranda, dan beberapa mayat baru tampak tergeletak di tanah. Sungguh kacau.

Ragne cepat-cepat berlari untuk menyelamatkan orang-orang yang masih berada di luar pengungsian. Dia dan beberapa prajurti lainnya berusaha menarik orang-orang yang masih hidup dan membawa mereka ke tempat aman. Sementara itu, Einar melindungi area pengungsian walaupun tubuhnya penuh luka yang berdarah-darah.

Selma terududuk sambil memangku Gunther. Air matanya tak henti mengalir ketika menerima fakta bahwa anak laki-lakinya kini tidak bernyawa. Di sisi lain, dia merenungi tindakan mendadaknya saat mendorong Greta jatuh ke sumur, akankah tindakannya itu benar? Dia berdoa dengan tulus agar anak gadis itu masih selamat.

Kekacauan perlahan mereda, makhluk-makluk elf yang menghancurkan desa sepertinya kabur ke arah pantai. Ragne dan para prajurit yang tersisa bergegas menyusul para elf guna mencegah mereka kembali ke asal sebelum mendapat penghakiman.

“Akan kubuat mereka membayar mahal!” umpat salah satu prajurit yang membawa kapak.

Kebanyakan penduduk di Desa Stralen adalah para pelaut. Ragne pikir, sekembalinya dia ke desa, dia akan bisa berisitirahat sejenak sebelum kembali berperang. Namun rupanya perang sendirilah yang menghampiri pemuda itu.

Tiba di pantai, segerombolan elf tadi sudah menghilang. Para prajurit memutuskan untuk menyisir seluruh pantai guna mencari barangkali masih ada elf yang tinggal.

Ragne bersama Thora menyusuri pesisir hingga mendekati gua tepi laut. Seketika sekelebat sinar tertangkap oleh mata Ragne dan membuat pemuda itu lantas berseru kencang.

“Di sana!” Ragne berlari melewati mulut gua dan tiba di sisi lain pantai. Seberkas cahaya itu lantas pergi ke air, melewati tebing yang berombak dan muncul kembali membawa seorang gadis yang terkulai lemas.

Ragne menyipitkan mata untuk melihat lebih jelas.

“Greta?” bisiknya ragu.

Thora berdiri di samping Ragne, dia mengomel karena Ragne bertindak sembrono dan pergi dengan serampangan. “Kau sudah terlalu jauh dari barisan. Ayo kembali, kurasa makhluk bedebah itu sudah kabur.”

“Greta! Itu Greta!”

Ragne tidak memedulikan ucapan Thora, sebab dia melihat gadis yang disukainya kini berada dalam gendongan salah satu elf. Dia berlari mengejar, tetapi sesosok elf itu masuk ke sebuah ceruk di tebing dan menghilang dalam gelap.

Ragne berenang untuk mencapai ceruk itu, sementara Thora meneriaki keputusan bodoh kawannya sambil mengomel dan mengumpat.

“Bodoh! Kembali kemari, kau mau mati?”

“Greta di sana. Kita harus menolongnya.” Suara Ragne teredam oleh debur ombak yang membentur dinding batu karang. Ragne terus berenang hingga mencapai muka ceruk yang ternyata sebuah gua lain. Thora menyusul di belakang, mencoba menarik kawannya agar tidak bertindak lebih dari itu.

Keinginan Ragne hanya satu. Membawa Greta kembali. Dia sangat menyayangi gadis itu. Greta adalah segalanya, tidak ada wanita mana pun yang memandang Ragne amat berharga selain teman masa kecilnya itu.

Ragne memang tidak sekuat Thora, bahkan bisa dibilang dia adalah orang beruntung yang selalu selamat dari pertempuran. Ayunan pedangnya selalu payah, dia seringkali diselamatkan prajurit lain yang kini sudah tiada. Tidak ada yang bisa dia banggakan dari kekuatannya selain rasa kesetiaan terhadap kawan.

Ragne tidak mau kehilangan Greta. Mereka sudah hidup di lingkungan Desa Stralen dengan suka dan duka bersama-sama sejak dari kecil, bahkan sebelum Thora datang ke desa mereka selepas pertempuannya yang pertama.

Ragne masuk ke ceruk yang gelap itu. Dia merasa lengannya ditahan oleh Thora, tetapi mereka sudah telanjur masuk dan seketika semua berubah semakin gelap.

Mereka pun menghilang, tertelan kepekatan.

***

Kastel megah dengan gemerlap kristal menjadi pilihan Lord Ophelix untuk berdiam diri. Dia dan seorang penasihat yang merangkap peramal itu berjalan meniti tangga melingkar menuju ruang takhta kekuasaan.

Wujud Lord Ophelix terlihat rupawan. Dia memiliki tubuh tegap dengan badan berisi nan padat dengan mata cemerlang. Dia adalah penguasa Alfheim wilayah sentral dan selatan dengan reputasi yang banyak diagungkan oleh pengikutnya, terutama pada keputusan untuk melenyapkan ras campuran yang sering berulah dan mengancam ketentraman.

Sosok penuh kuasa itu duduk di singgasana perak yang berkilau. Jubah putih panjangnya jatuh mencapai lantai saat dia duduk. Sang penasihat bergeming di sebelah kanan dan mereka sama-sama memandang lurus penuh pemikiran.

“Dua bulan lagi purnama akan datang, bukankah sebaiknya kita lebih gencar mencari dia yang tepat untuk membuka segel itu?” sang penasihat memulai percakapan.

Lord Ophelix menarik napas sambil tersenyum dingin. “Kita sudah memperluas pencarian. Bahkan sampai ke Midgard, tunggu saja waktunya tiba,” katanya setenang es.

“Ya, itu tindakan tepat. Aku hanya mengingatkan tanpa bermaksud meragukan keputusanmu.”

“Tenang saja, jangan terlalu khawatir. Kalau sebulan lagi kita belum menemukan dia yang tepat untuk membuka segel Fenrir, akan kukerahkan para prajurit untuk pergi ke Jotunheim bahkan ke Svartalfheim kalau perlu.”

Sang penasihat mengangguk-angguk, tetapi dia seketika gusar dan tambah khawatir karena baru saja mendapat ramalan anyar. Namun, penerawangan itu belum lengkap dan hanya datang sepotong. Dia melihat kilasan segel Fenrir terlepas oleh seorang ras campuran yang belum diketahui identitas pastinya.

“Sepertinya kau baru saja mendapat pandangan baru. Jadi, bisa katakan padaku apakah tindakan yang kulakukan ini tepat?”

Sang penasihat mengangguk sambil tersenyum. “Sangat tepat. Aku melihat segel Fenrir akan terlepas saat bulan purnama.”

Suasana hati Lord Ophelix berubah gembira. Penantian panjangnya pasti akan terwujud. Cita-cita luhur yang diinginkan ayahnya akan terlaksana di masa kekuasaannya. Ras murni akan menjadi tidak terkalahkan dan ras campuran akan lenyap.

Tak lama kemudian terdengar suara ketukan dari balik pintu, Lord Ophelix segera mengizinkan bawahannya untuk mempersilakan masuk.

“Yang Mulia Lord Ophelix,” katanya penuh hormat. “Pengambil alihan ras campuran di Midgard berhasil dilaksanakan. Mereka kini sedang dibawa ke penjara besi di wilayah selatan.”

“Kerja bagus, Jenderal Kogen. Bagaimana dengan jadwal eksekusinya?”

“Tidak ada perubahan. Anda dipersilakan untuk hadir kapan pun.”

Jenderal Kogen masih berlutut hormat di hadapan Lord Ophelix. Dia merupakan salah satu orang kebanggaan Lord Ophelix sebagai Jenderal paling setia dan kompeten untuk memimpin prajurit elf. Lord Ophelix mempersilakan Jenderal Kogen untuk kembali bertugas, sementara dia dan penasihatnya akan bersiap untuk pergi ke wilayah selatan Alfheim.

“Aku baru saja mendapat penglihatan baru,” seru sang penasihat.

“Benarkah? Katakan padaku.”

“Dia yang tepat, ada di antara tahanan dari Midgard itu.”

Lord Ophelix tersenyum simpul. Rasanya dia akan cepat menuntaskan keinginannya.

           

***

           

Ragne terbangun di suatu tempat gelap. Ada keretak api yang terdengar dan cahaya menyala di dekatnya. Pandangannya menyapu sekeliling dan mendapati Thora tengah menyalakan api unggun dadakan. Selain itu, Ragne baru menyadari bahwa mereka ada di hutan. Langitnya gelap, tidak ada bintang yang terlihat karena rapatnya pepohonan di daerah itu.

“Lama sekali kau pingan, kurasa sebentar lagi pagi,” ketus Thora sambil menambahkan beberapa ranting pohon agar menjaga api tetap menyala.

“Di mana kita?” tanya Ragne linglung.

“Kau yang membuat kita ke sini. Mana kutahu!”

Ragne merasakan sakit di kepala, seakan ada denyutan yang menggedor-gedor tengkoraknya. Saat dia mengusap belakang kepalanya dengan tangan, terdapat noda merah yang membuatnya meringis.

“Kurasa aku terbentur. Sial sekali.”

Ragne kemudian bergerak mendekati Thora agar mendapat sedikit hangat api unggun di kala cuaca dingin yang menusuk-nusuk kulit. Dia tidak kenal hutan ini. Seingatnya terakhir kali mereka berdua berada di tebing yang memiliki ceruk dan dipenuhi terjangan ombak. Apa mungkin ada sesuatu yang dia lewatkan?

Greta! Ragne ingat kalau dia nekat menyusul ke ceruk untuk menyelamatkan Greta dari sesosok elf yang menculik gadis itu. Akan tetapi ke mana dia harus mencari? Meski begitu, saat Ragne melirik Thora, laki-laki itu tampak diam saja. Dia tidak kelihatan panik atau penasaran, benar-benar prajurit yang dingin.

“Kita tunggu pagi, baru mencari jalan keluar,” sahut Thora, dan Ragne setuju saja dengan rencana itu. Namun, keresak semak seketika terdengar aneh. Seakan di baliknya ada sesosok makhluk yang mengintip mereka.

Kilatan cahaya terang melintas cepat lalu menghilang. Ragne mengernyit heran, mungkin saja itu halusinasi, tetapi dia yakin betul bahwa dia melihat sesuatu yang terang itu melintas sangat cepat.

“Sebaiknya kita waspada,” kata Thora lagi, masih dengan ketenangan yang sama.

“Tentu saja. Kapan pun memang harus waspada, apalagi di saat seperti ini. Kata-katamu sangat tidak informatif,” gerutu Ragne.

“Terus saja mengomel. Asal kau tahu, kurasa kita tidak bisa kembali ke desa dengan mudah.”

“Kenapa? Karena kau tiba-tiba lupa cara melakukan navigasi?”

Thora terdiam sebentar, kemudian menyahut dan memandang Ragne dengan serius. “Kau tahu tentang Midgard?”

Ragne tampak berpikir, dia kemudian teringat suatu kisah. “Kau mau meledekku karena tidak tahu caranya bercerita? Jelas aku tahu Midgard, itu nama tempat tinggal kita, tempat para manusia. Kau mau mengujiku tentang apalagi?”

“Bagaimana kalau dunia para light elf?”

“Alfheim, 'kan?”

Thora masih memandang Ragne sedingin tadi, dan hal itu seketika membuat Ragne panik hingga terpikir sesuatu.

“Jangan bilang kalau kisah itu ....”

“Ya, kurasa kita di Alfheim. Dan kilatan cahaya yang kau lihat di semak itu adalah peri yang mengawasi kita.” Thora menyela ucapan Ragne sambil bergerak untuk mendekatkan pedangnya dalam jangkauan.[]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status