Share

Bab III: Bertemu Luhung

Lema mulai menata beberapa buku catatan, buku paket matematika dari mulai tingkat SD hingga SMA, dan buku-buku lain yang membahas berbagai model pembelajaran di lemari arsipnya. Selain buku, Lema juga merapikan dokumen-dokumen yang masih tercecer di meja. Dokumen-dokumen yang tercecer itu seperti surat perjanjian kerja, jadwal rapat, dan agenda kegiatan peneliti divisi Pendidikan Matematika di Puspemas.

Wah, banyak juga ya, tugasku.

Lema menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil tersenyum menyeringai.

Ah, sudahlah. Payah sekali kau, Lema, baru masuk sehari sudah mengeluh. Jalani saja, jangan hanya dipikirkan.

Lema meregangkan tubuhnya. Tak lama setelah Lema melakukan peregangan, terdengar suara pintu ruangannya diketuk.

“Masuk!” Lema sedikit meninggikan nada bicaranya agar suaranya terdengar hingga keluar. Yang mengetuk pintu pun masuk ke dalam ruangan setelah mendengar jawaban dari dalam ruangan.

“Halo, Lema.”

Pria berbadan tegap itu berdiri di hadapan Lema dan membuka obrolan.

“Iya, Bang. Ada apa?”

Lema dan pria itu terdiam sejenak.

“Oh, silakan duduk, Bang.” Lema berdiri dan mempersilakan pria itu untuk duduk.

Thanks,” ucap pria itu sembari duduk. Lema pun ikut duduk.

“Gue Luhung, koordinator divisi Pendidikan Matematika. Sebelumnya, gue mau bilang welcome and congratulations buat lu karena sudah diterima bekerja di sini.” Pria yang bernama Luhung itu menggenggam kedua tangannya di atas meja.

“Iya, makasih, Bang. Gue juga bersyukur bisa gabung sama Abang dan peneliti-peneliti bertalenta lainnya di sini. Mohon bimbingannya ya, Bang.”

“Sip, tenang aja. Pokoknya jangan sungkan kalau mau bertanya. Oh iya, panggil gue Luhung aja, jangan pakai ‘Abang’. Gue seumuran sama lu kok.”

“Oh, really? Oke deh, makasih ya, Luhung.” Lema mengucap dengan ragu-ragu dan sedikit mencondongkan badan sambil tersenyum segan.

“Aduh, enggak usah terlalu hormat begitu lah sama gue. Santai aja,” ujar Luhung sambil tersenyum ramah dan berusaha memecah kecanggungan di antara keduanya. “Oh, gue ke sini cuma mau mengingatkan kalau besok Pak Eksin mau mengadakan rabar divisi Pendidikan Matematika. Sudah dibaca jadwalnya?” sambung Luhung.

“Rabar?” Lema terkesiap dan dengan spontan mencari dokumen jadwal rapat lalu membacanya.

“Nah, jangan sampai terlewat baca jadwalnya ya. Besok kita ada rabar atau rapat bareng jam 7 pagi di ruang rapat lantai 5.”

“Oh iya, rapat bersama.”

“Iya, rapat bersama. Kita di sini biasa menyebutnya rabar. Jangan lupa ya besok! Jangan sampai telat juga!”

“Oke, makasih, Luhung. Oh iya, besok kita mau bahas apa? Ada enggak yang perlu gue siapkan sebelum rapat?"

“Cukup siapkan pulpen dan kertas untuk mencatat. Besok kita rapat membahas Petitur atau Proyek Penelitian Caturwulan. Proyek ini diberikan setiap empat bulan sekali untuk para peneliti. Jadi, para peneliti akan dibagi ke dalam beberapa kelompok. Satu kelompok berisi lima orang peneliti. Selain dibagi ke dalam beberapa kelompok, Pak Eksin juga nanti akan memberi tau lokasi penelitian dan latar belakang permasalahannya.”

“Wah .… Berarti, setelah rapat kita langsung survei ke lokasi yang ditunjukkah?”

“Belum. Kita perlu diskusi jenis dan tahapan penelitiannya. Design Research, RnD, atau PTK. Baru setelah itu kita buat makalah tahapan penelitiannya.”

“Wow .… Seperti membuat skripsi ya?”

“Hm .… Sebetulnya enggak juga sih. Kalau skripsi dilakukan per individu sedangkan Petitur disusun dan dikerjakan secara berkelompok. Latar belakang permasalahan dan lokasi peelitiannya juga sudah ditentukan dalam Petitur. Berbeda dengan skripsi yang sedari awal, peneliti perlu mencari sendiri latar belakang permasalahan dan lokasi penelitiannya. Jadi, dalam Petitur, peneliti tinggal membuat rancangan penelitian dan ngelaksanain di lapangan. Makanya proyek penelitian ini hanya dikasih waktu selama empat bulan, lebih singkat dari skripsi yang biasanya dikerjakan selama enam bulan kan?”

“Oh iya, betul juga. Jadi, empat bulan itu untuk menyusun rancangan penelitian sekaligus sudah selesai dengan pelaksanaannya ya?”

“Betul,” jawab Luhung sambil menjentikkan jari lalu mengarahkan jempol dan telunjuknya yang membentuk pistol ke arah Lema.

“Oke, oke, paham. Makasih ya, Luhung.”

“Sip!” Luhung menunjukkan jempolnya. “Semangat ya! Kelihatannya pekerjaan kita memang berat. Ya sebetulnya memang berat, sih. Toh yang namanya peneliti pasti disibukkan dengan mencari referensi dan menyusun penelitian. Tapi, tenang aja, kalau sudah terbiasa menjalaninya pasti enggak akan terasa berat,” sambungnya.

Lema tersenyum sambil mengangguk tanda setuju dengan pernyataan Luhung.

“Oke. Kayaknya, udah lama juga ya gue nyeramahin lu,” kata Luhung lalu bangkit berdiri.

“Enggak kok, itu bukan nyeramahin.” Lema tertawa dan ikut berdiri.

“Oh, satu lagi. Lu bisa banget cari referensi dari sekarang supaya nanti setelah dibagi kelompok sudah tau apa yang mau didiskusikan bareng kelompok tadi.”

“Siap!” Lema mengangkat kedua jempol kanan dan kirinya.

“Oke. Semoga betah ya di sini.”

Aamiin, insyaa Allah.”

Luhung mengulurkan tangannya pada Lema. Lema pun menjabat tangan Luhung. Setelah kurang lebih mereka berjabat tangan selama satu menit, Luhung keluar meninggalkan ruangan Lema dan kembali ke ruangannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status