Share

Bab VI: Diskusi Petitur

Luhung memutar-mutar bolpoinnya. Kakinya digerakkan ke depan dan belakang. Meskipun posisinya saat ini sedang duduk di kursi, hampir seluruh badannya sibuk bergerak, menunjukkan bahwa Luhung seorang yang kinestetik.

“Jadi ....” Luhung menoleh ke arah Lema dengan tangannya masih memutar-mutar bolpoin.

“Gue enggak sangka.”

Lema menggenggam kedua tangannya di atas meja.

“Kita sekelompok!”

Buru-buru Luhung bangun dari kursi dan menunjuk ke arah Lema. Lema menutup mulutnya dengan kedua tangannya, lalu disusul dengan tertawa terbahak-bahak.

“Terkadang gue masih enggak habis pikir ya. Orang kayak Kakak bisa jadi koordinator peneliti Pendmat.”

Perempuan yang saat rapat tadi duduk di samping kiri Lema ikut angkat bicara melihat tingkah laku Luhung.

“Jangan begitu dong, Mirah. Kalian seharusnya bersyukur, di Pendmat koordinatornya asyik diajak bercanda, enggak selalu serius.” Luhung membela diri.

“Ya lihat-lihat juga dong, Kak, kalau mau bercanda. Kan sekarang kita sedang di perpustakaan.” Mirah melihat orang-orang di sekelilingnya. Beberapa orang di sekelilingnya itu menatap sinis. “Jangan-jangan mereka dari tadi sinis karena berisik mendengar kita.” Mirah berbicara dengan setengah berbisik sambil memperagakan menaruh tangan kanan di samping mulutnya.

Ekhem!” Luhung berdeham pelan. “Oke, sorry. Sebelum kita berdiskusi, kalian sudah saling kenal kan? Lema, ini yang tadi waktu rapat duduk di samping kiri lu namanya Mirah. Satu lagi yang izin ke toilet, itu si Gendhis.”

“Aduh, Kak, kalau caranya begitu malah jadi canggung. Nanti juga lama-lama jadi kenal sendiri kok,” timpal Mirah.

“Lo, bagus dong? Lema itu kan introver.”

“Eh, serius?” Mirah tersentak.

“Apa sih!” balas Lema. Luhung dan Mirah tertawa.

“Umur lu berapa, Luhung?” tanya Ceko tiba-tiba.

“Dua puluh empat, Bang.”

Wait, lu bilang seumuran sama gue?” sela Lema.

“Memangnya umur kamu berapa, Lema?” tanya Mirah.

“Dua puluh tiga.”

“Baru lulus ya?” tanya Mirah.

“Iya.”

“Ya maaf, gue kira umur lu juga dua puluh empat,” kata Luhung.

“Kalau umurmu berapa?” tanya Lema pada Mirah.

“Sama sepertimu,” jawab Mirah.

“Baru lulus juga dong?” tanya Lema.

“Iya. Aku sempat bermagang tiga bulan di sini, jadi peneliti freelance waktu masih kuliah. Baru setelah lulus, aku tanda tangan kontrak.”

“Wah, keren ….” desus Lema.

“Termasuk muda ya, umur dua puluh empat,” ujar Ceko tiba-tiba.

“Memangnya Abang umur berapa?” tanya Lema.

“Gue dua puluh lima. Koordinator peneliti di Pendfis lebih tua satu tahun dari gue.”

“Serius, Bang? Gue jadi merasa enggak enak nih sama Abang,” kata Luhung segan.

"Enggak apa-apa. Santai." Ceko menepuk pundak Luhung.

"Oke, jadi, kita langsung mulai discuss aja ya," lanjut Luhung.

"Oh, sebetulnya kemarin gue sempat baca-baca tentang design research. Kalau kita pakai jenis penelitian ini, menurut kalian bagaimana?" tanya Lema memulai diskusi.

"Sebentar. Sebelum ke jenis penelitian, coba kita review." Luhung membuka buku catatannya. "Kelompok kita kebagian melakukan Petitur di Giriwarsa. Setelah gue cek, Giriwarsa termasuk daerah yang agak terpencil. Kalau dari sini, jaraknya kurang lebih 75 kilometer," cerita Luhung.

"Berarti kita harus menginap di sana. Enggak mungkin kita pulang pergi kan, kalau jaraknya jauh begitu?" tanya Mirah.

"Iya, betul. Oh, tadi Bang Luhung bilang Giriwarsa termasuk daerah yang agak terpencil.  Di sana ada hotel enggak?" timpal Lema.

"Maaf, baru nimbrung." Gendhis yang sedari tadi pergi ke toilet akhirnya kembali dan lantas duduk di samping kiri Luhung. Lema, Luhung, Ceko, dan Mirah spontan menoleh ke arah Gendhis.

"Oh, Kak Gendhis. Baru mulai nih," jawab Mirah. "Kak Luhung bilang kalau jarak dari Lokastiti ke Giriwarsa itu sekitar 75 kilometer. Jadi, mau tidak mau kita mungkin menginap di sana," jelas Mirah.

"Sudah tau mau menginap di mana, Luhung?" tanya Gendhis.

"Belum nih. Setelah gue cek, Giriwarsa ini termasuk daerah pedalaman. Lema tanya tadi, di sana ada hotel atau enggak," jawab Luhung.

"Kalau memang daerah terpencil, mau tidak mau kita harus menginap di salah satu rumah warga sana," kata Gendhis.

"Memangnya betul-betul tidak ada hotel di sana, Kak Luhung? Atau vila mungkin? Rumah kontrakan, kos, pokoknya tempat penginapan. Serius mau menginap di rumah warga?" oceh Mirah.

"Kupikir, rumah kontrakan sih, in syaa Allah ada di sana. Hotel mungkin yang agak sulit ditemukan. Kalau enggak ada hotel, ya kita bisa mengontrak," timpal Lema.

"Gue setuju sih. Soalnya kalau mau menginap di salah satu rumah warga, nanti jadi merepotkan dan kita enggak bisa leluasa. Kita ini kan, mau meneliti di sana. Mungkin nanti waktu mau analisis hasilnya, kita bakal begadang, tidur sampai malam. Kalau di rumah orang jadinya kayak sungkan sih, menurut gue," sambung Ceko.

Luhung mengangguk. "Iya, Bang Ceko ada betulnya juga."

"Saranku sih, nanti kalau sudah dekat-dekat waktu meneliti, kita survei ke sana, cari kontrakan atau kamar kos. Sekarang, kita pilih jenis penelitian aja." Mirah memberikan saran.

"Boleh juga. Kalau untuk masalah menginap, in syaa Allah nanti bisa diatur. Jadi, sekarang kita fokus membahas penelitian di sana." Lema menimpali.

"Oke. Gendhis, bagaimana? Deal ya?" tanya Luhung.

"Iya, menurutku mencari tempat penginapan bisa dibicarakan lagi nanti. Sekarang, kita fokus nentuin jenis penelitiannya aja," jawab Gendhis.

"Sip! Tadi gue sempat catat apa yang disampaikan Pak Eksin. Kita kebagian meneliti di SMP Kalpasastra. Kemampuan pemahaman konsep siswa kelas VIII pada materi relasi dan fungsi di sana masih lemah. Jadi, Pak Eksin menyuruh kita untuk menjadikan kemampuan itu sebagai variabel terikat penelitian," cerita Luhung.

"Berarti variabel terikatnya sudah ditentukan. Materi yang mau diajarkan juga sudah tau. Sekarang untuk variabel bebasnya, kita mau pakai model pembelajaran atau pendekatan apa?" tanya Mirah.

"To be honest, gue penasaran sama design research. Kebanyakan design research yang gue baca itu berkaitan dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia atau PMRI," kata Luhung.

"Gue pernah pakai jenis penelitian itu waktu skripsi. Sebetulnya, enggak ada jenis penelitian yang terikat dengan metode atau pendekatan pembelajaran. Begitupun dengan design research. Bukan berarti ketika kita melakukan design research, metode atau pendekatan pembelajaran yang ingin diteliti harus PMRI," jelas Gendhis.

"Wah ...." Lema kagum dengan penjelasan yang diberikan oleh Gendhis.

"Oh iya, gue pernah baca, design research ini bukannya penelitian yang masih terbilang baru di bidang pendidikan dibandingkan RnD dan PTK ya?" tanya Luhung.

"DR itu sudah ada sejak lama. Bahkan di tahun 1999, van den Akker membahas prinsip dan metode developmental research. Di awal-awal kemunculannya, orang-orang bilang DR itu ya developmental research. Baru pada tahun 2006, Gravemeijer dan Cobb menulis buku yang berjudul Educational Design Research. Jadilah muncul istilah design research. Gue pernah baca, Gravemeijer dan Cobb dianggap sebagai pengembang DR karena mereka bekerja sama mengembangkan pendekatan penelitian ini kurang lebih sepuluh tahun."

"Cool! Gue pribadi belum tau DR. Gue lebih ke PTK sih," cerita Luhung.

"Aku malah lebih senang ke RnD," ujar Lema sambil tertawa.

"Aku seringnya juga RnD sih. Kayak seru gitu membuat produk," tambah Mirah.

"Wah, keren banget ya, kelompok kita. Masing-masing dari kita punya basic penelitian yang beda," kata Gendhis.

"Kalau Bang Ceko, prefer jenis penelitian apa?" tanya Luhung.

"Gue tiga-tiganya sudah pernah coba. RnD, PTK, DR."

"Wah ...." Luhung, Lema, dan Mirah ternganga mendengar Ceko sudah mencoba ketiga jenis penelitian itu.

"Ya sudah. Jadi, kita sepakat nih mau ambil DR?" tanya Luhung.

"Gue setuju aja," jawab Ceko.

"Karena gue kepo, bolehlah," ujar Lema.

"Aku juga jadi penasaran sama DR," kata Mirah.

"Boleh aja kalau mau DR," tambah Gendhis.

"Oke, berarti kita fixed pakai DR untuk Petitur kali ini ya," jelas Luhung.

Fajar sudah meninggi. Suasana di luar terasa semakin memanas. Namun, di dalam perpustakaan ini, hal itu tidak terasa. Ruang perpustakaan yang ber-AC m pengembuat para pengunjung betah belajar maupun berdiskusi di sini. Begitupun dengan kelima peneliti itu yang masih nyaman melanjutkan diskusinya di perpustakaan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status