Kenangan yang sudah ada di dalam ingatan Sagara sejak 300 tahun yang lalu berakhir dengan pria itu yang mendadak mengembuskan napas lemah. Kenangan yang kembali diungkit setelah sekian lama membuat wajahnya muram. Terlihat jelas dari sudut bibir yang menekuk ke bawah dan sama sekali tidak kelihatan guratan kebahagiaan yang seharusnya dipancarkan. Sangat jauh berbeda dengan sore yang terlalu cerah dan sebentar lagi akan meninggalkan hari ini.
Dia tidak menyangka kalau mengungkit kembali kenangannya akan membawa perasaan bagai diiris pisau sebanyak beberapa kali sayatan. Sakitnya tidak terkira, efeknya juga terasa luar biasa. Hatinya merasa sedih. Fakta bahwa dia telah hidup abadi selama 300 tahun di bumi tidak bisa dilupakan. Sudah banyak pula kenangan yang tercipta di dalam kepala.
Bersamaan dengan kepalanya yang tertunduk, perlahan dia mencoba untuk merelakan kenangan itu pergi. Suatu saat jika kenangannya dibangkitkan lagi, dia tidak akan merasa sakit yang sama seper
Masuk ke sebuah perumahan, beberapa rumah bergaya mewah dibangun di sisi kiri dan kanan jalan yang membagi dua sisi kompleks perumahan. Jalan beraspal itu tidak terlalu ramai dan tidak terlalu kelihatan aktivitasnya, apalagi karena saat itu sudah sore dan sebentar lagi malam akan bersambut. Hanya ada segelintir kepala insan yang keluar masuk rumah dan sebuah mobil yang melintas. Sementara itu, Irene yang berjalan kaki sedang pulang menuju rumah yang berjarak tiga buah rumah lagi di sisi kanan.Pulang dari pertemuan dengan anggota Fantasy Club, dia tidak memiliki rencana lagi. Tidak pula menghabiskan waktu di kafe kecil sampai malam hari. Akibat pertemuan yang memakan jarak jauh, energinya sudah terkuras habis. Dia sudah merasa letih. Mungkin juga karena dia sudah lama tidak bertemu dengan orang lain sejak kelulusan.Masih jauh beberapa langkah dari rumahnya, dia mendadak berhenti di tempat dan seolah-olah membeku. Beberapa saat kemudian, dia mengepalkan satu tangan. Ra
Jingga yang hampir tiba di wilayah sekitar rumah berlantai dua melangkahkan kaki dengan wajah lesu. Langit pada saat itu hampir gelap. Matahari yang bersinar di ufuk barat juga hanya menyisakan cahaya jingga saja sebelum tenggelam. Malam hampir menjelang di bumi nusantara. Dia juga berencana ingin mandi air hangat dan beristirahat semalaman. Pertemuan pada hari ini baginya terasa melelahkan.Sebelum punggungnya menghilang dari balik pintu, dia berhenti di halaman depan rumah sambil memperhatikan sesuatu yang tidak jauh. Di hamparan rumput yang rendah, dia melihat ibunya yang sedang menyapu halaman rumah menggunakan sapu lidi. Seolah-olah bisa membaca situasi, ibu tahu kalau saat ini Jingga berada di dekatnya. Oleh karena itu, dia melirik ke arahnya sebentar lalu melanjutkan lagi aktivitasnya. “Baru pulang?” tanyanya yang ingin berbasa-basi dengan sang anak sulung.“Perkenalan doang sih, Bu. Tapi capek rasanya,” jawab Jingga yang memaparkan kegia
Langit di Jakarta pada hari ini hampir gelap. Matahari telah terbenam di cakrawala bagian barat beberapa saat yang lalu. Hanya menunggu malam saja yang sebentar lagi akan menyambut penduduk bumi nusantara. Suhu di luar terasa lebih dingin padahal siang tadi amat terik dengan panasnya yang hampir membakar kulit.Tidak jauh beda, Irene dan Leo sampai sekarang masih bersama. Lebih tepatnya, Irene sedang dalam perjalanan pulang menuju rumah yang tinggal beberapa petak rumah lagi sedangkan Leo mengikutinya seperti anak kecil. Keduanya bungkam dan menutup rapat mulut masing-masing. Sebagai orang yang diikuti jejak kakinya, Irene sengaja mendiamkan lelaki tersebut.Sebab dia bertingkah seperti itu adalah karena Leo. Dia bahkan tidak menyerah menemani gadis itu dan mengajaknya bicara meski sudah diabaikan beberapa kali. Bukan tanpa alasan, namun Irene memang sengaja mengabaikannya karena orang yang diajak bicara adalah Leo. Demi apa pun, dia tidak mau mengobrol bahkan dia sela
Di lapangan terbuka, Sagara sebagai guru pembimbing Fantasy Club kembali mengadakan pertemuan pada sore hari. Langit pada hari ini tidak begitu cerah. Sejak siang tadi berawan saja dengan sedikit sinar matahari seperti secercah harapan. Suhu pada sore ini juga tidak terlalu sejuk, malah terasa hangat padahal hanya butuh beberapa jam lagi agar malam segera datang. Angin hanya bertiup sepoi-sepoi namun mampu melambaikan helaian rambut siapa saja.Untuk sementara, anggota yang datang saat ini tidak semuanya. Masih ada yang dalam perjalanan menuju tempat ini. Hanya Mentari, Jingga dan Rama yang belum kelihatan batang hidungnya sementara anggota lain sudah bergabung. Saat itu, mereka sedang memperhatikan Jeslyn yang sedang dilatih kemampuannya oleh Sagara.Jeslyn yang berdiri di depan rekan-rekannya sedang menyimak penjelasan Sagara dengan baik. Dia ingin tahu apa saja yang bisa disimpulkan dari kemampuannya.“Seperti yang telah kujelaskan kemarin kalau kekuata
Diiringi oleh angin kencang sebagai latar belakang, lapangan tempat mereka melakukan pertemuan tidak akan tenang setidaknya pada hari ini. Pada saat yang sama, Alden membuka dua mata. Dia memperhatikan mereka satu per satu seolah-olah sedang mengawasi keadaan. Tatapannya itu membuat anggota Fantasy Club sudah jelas kebingungan. Tidak ada yang mengerti apa yang sedang terjadi, bahkan Irene yang sedang menyimpulkan situasi.Angin kencang yang tidak tahu asalnya berembus. Daun-daun lebat beterbangan dan ranting meliuk-liuk mengikuti arah angin. Sagara yang saat itu sedang mencerna situasi akhirnya paham dari mana asalnya. Semua itu berasal dari orang yang sama, Alden.Hingga beberapa detik kemudian, lelaki yang mengenakan kaus putih itu menaikkan sudut bibir dan sorot matanya menjadi cerah. Seperti cerahnya langit walau tanpa matahari yang bersinar. Dia mendadak antusias dan heboh sendiri ketika bola matanya menatap mereka satu-satu. Dia juga berseru senang. “Wah! G
Alden yang tidak sadarkan diri beberapa saat lalu sudah membuka dua matanya. Namun hal yang bisa ditangkap oleh bola mata untuk pertama kali adalah tatapan mereka yang bimbang sekaligus khawatir. Gara-gara tatapan itu, dia heran dengan apa yang terjadi. Dia malah mengira kalau waktunya tidak akan lama lagi karena pertanyaan Devin.Sadar dari pingsannya, dia diminta kembali ke tempat oleh Sagara. Dia juga diminta menemui Sagara secara pribadi setelah pulang latihan. Tadinya dia ingin bertanya untuk mencari alasan, namun pria itu tampak buru-buru dan tidak bisa meluangkan waktu. Tepat pada saat itu, dia sudah meminta Mentari maju ke depan.Oleh karena itu, hal yang bisa dilakukan adalah kembali dan menuruti ucapan Sagara. Walau masih ada banyak tanda tanya di dalam kepala. Sulit untuk mencernanya satu-satu.Tepat saat dia kembali ke tempat, Mentari berpapasan dengannya sebelum kemudian saling membelakangi. Mentari yang diminta maju ke depan kemudian menghadap angg
Mentari diminta kembali ke tempat dan bergabung bersama anggota lain, sementara Rama diminta maju ke depan sebagai orang terakhir yang mendapat pelatihan dan pengajaran khusus hari ini oleh Sagara. Saat berpapasan, Mentari sempat menanyakan keadaan Rama yang harus menderita karena kecerobohannya. Dia juga meminta maaf atas peristiwa pecahnya perisai tadi yang mengakibatkan Rama kesakitan.Sementara itu, Rama yang sudah pulih akibat istirahat sebentar juga menenangkan Mentari bahwa tidak perlu khawatir. Dia berkata kalau sekarang dia sudah baik-baik saja dengan beristirahat. Namun Mentari yang merasa bersalah berjanji akan mentraktirnya. Oleh karena itu, Rama tidak menolak tawarannya.Rama kemudian berdiri di depan anggota lain dengan menyatukan kedua tangan. Dia menunggu apa yang dititahkan Sagara dengan senyum mengembang. Di anggota Fantasy Club, dia terkenal akan senyuman yang kelihatan gusi namun malah tampak luar biasa dan menenangkan bagi insan lain. Seperti yang
Sesuai rencana yang telah dibahas hari sebelumnya, sore ini anggota Fantasy Club diminta berkumpul lagi di tempat yang sama. Waktu kedatangan juga persis sama. Mereka yang berkumpul di lapangan sedang menunggu kehadiran Sagara yang akan membimbing mereka. Juga, mereka menunggu Alden yang tidak kelihatan batang hidungnya.Mereka yang menunggu dua orang tersebut duduk melingkar di lapangan terbuka. Cuaca pada sore ini cerah. Matahari yang bersinar di langit sore berwarna kekuningan. Didukung oleh awan tebal namun tidak terlalu menghalangi sinarnya. Suhu terasa hangat, apalagi karena mereka berkumpul di lapangan yang hanya ditumbuhi deretan pohon di sekitar.Dilihat dari raut wajahnya, mereka sedang keasyikan dan tenggelam dalam pembicaraan yang semuanya diawali oleh Rama. Sebagai orang yang mudah akrab kepada siapa saja, dia bisa mencari topik pembicaraan dengan mudah. Dia juga senang membahas apa pun, baik yang penting maupun tidak. Sementara itu Devin, Mentari dan Irene adalah yang ke