Hari ini, Minggu jam sepuluh pagi. Kenan mengajak Allea dan Nayla ke salah satu mall untuk melepaskan penat. Sengaja Kenan tidak mengajak liburan terlalu jauh karena esok Senin Allea akan menghadapi ujian kenaikan kelas jadi memerlukan waktu istirahat dan belajar yang cukup. Meski hanya di mall, kebahagiaan mereka tetap terjaga dan terasa. Awalnya Kenan mengajak Allea dan Nayla memilih baju dan mengambil beberapa potong pakaian untuk dibeli. Setelah dirasa cukup akhirnya Kenan mengajak Nayla dan Allea ke pusat permainan. Tentu saja Allea senang, ia begitu bahagia karena calon ayahnya begitu baik dan perhatian, mengerti apa yang diinginkan dan disukai olehnya. Nayla dan Allea masuk dalam ruangan yang lebih pantas disebut kolam yang berisi begitu banyak bola-bola kecil warna-warni di dalamnya. Canda tawa bahkan teriakan menggambarkan keceriaan Allea hari ini. Bahkan, Kenan yang berada di luar ruangan pun dapat merasakan atmosfer kebahagiaan antara ibu dan anak di dalam sana. Diam-diam
Sungguh malam itu merupakan malam yang tidak disukai oleh Kenan. Di mana ia harus menjaga Rebecca dan mengesampingkan semua pekerjaannya. Ia juga merasa kesal pada Yoga karena menurutnya sok tahu dan seolah membela keinginan ibunya. Padahal dari dulu Yoga dipandang sosok yang tidak peduli dengan Kenan. Ini hari kedua Rebecca berada di Indonesia dan malam ini ia ingin diantar jalan-jalan keliling kota karena merasa bosan berada di rumah. Kenan sampai tidak sempat memberitahu keadaan ini pada Nayla karena benar-benar disibukkan oleh Rebecca. Rebecca sudah cantik dengan mini dress warna biru membalut tubuhnya. Makeup yang cukup tebal sudah menjadi andalan sekaligus tuntutan kerja yang membawanya hingga ke kehidupan sehari-harinya. Mobil melesat tanpa arah karena Rebecca tidak menyebutkan ingin ke mana. Mereka berputar-putar melewati gedung-gedung tinggi di sepanjang jalan. "Ke mall?" tanya Kenan memecah keheningan. "Udah bosan." "Makan?" "Belum lapar." Kenan akhirnya hanya menghel
Rebecca sepertinya tahu kalau Kenan sudah memiliki kekasih, tetapi perasaannya pada Kenan sudah tak terbendung. Perempuan itu ternyata sudah menyukai Kenan sejak awal pertemuan di Singapura. Sosok Kenan yang tidak banyak bicara, tetapi terlihat hangat pada Kinan––ibunya, membuat Rebecca yakin kalau lelaki seperti itu akan benar-benar mempunyai rasa sayang yang tulus pada pasangannya. Hal itu ada pada diri Kenan hingga membuat Rebecca terobsesi ingin memilikinya. "Antar aku, yok?" ajak Rebecca kala Kenan terlihat mengaktifkan ponselnya. Perempuan itu seolah melarang Kenan untuk berkomunikasi dengan orang lain."Sebentar, aku mau menghubungi seseorang," jawab Kenan tanpa melihat pada Rebecca. "Enggak bisa, harus sekarang!" pinta Rebecca memaksa. "Tapi––" Belum juga Kenan berbicara, suara wanita memotong pembicaraannya. "Keeennn ... antar Becca dulu. Sini ponselnya!" Suara Kinan menggelegar dan tidak begitu lama ia muncul di hadapan Kenan dan meminta ponselnya. "Enggak, Ma. Gimana k
Senyum manis Nayla memudar ketika perempuan yang ada di hadapannya terlihat menatap Kenan begitu lekat. "Kenalin, ini Nayla calon istriku," ucap Kenan pada Rebecca. Rebecca terlihat masam, sesungguhnya ia tidak suka berada dalam keadaan ini. Suara panggilan dari Kinan seolah menjadi penolong baginya yang ingin pergi tanpa menyalami perempuan yang dibawa oleh Kenan, tentu saja karena ia merasa cemburu. "Maaf, Mama manggil aku," ucap Rebecca yang kemudian langsung masuk ke rumah. Sepasang mata sipit Kenan melebar ketika mendengar Rebecca yang tiba-tiba saja memanggil 'mama'. Apakah ibunya datang? Ataukah malah ibunya yang ia sebut mama? Perasaannya mulai tidak enak, rasa bahagia berubah dingin seolah horor, apalagi saat menatap wajah Nayla."Mama?" tanya Nayla yang sudah menatap Kenan lebih dulu seolah meminta penjelasan. "Sedekat itu dia sama Mamamu, Kak Ken?"Perasaan yang ditakutkan Kenan akhirnya terjadi. Baru saja hubungannya dengan Nayla membaik, saat ini ada lagi hal yang akan
"Ma, temanku di sini mengadakan pesta ulang tahun. Aku mau datang tapi bingung," ucap Rebecca manja ketika ia sedang membantu Kinan di dapur. "Bingung kenapa, Sayang? Tinggal berangkat aja apa kendalanya?" jawab Kinan yang sedang memotong-motong wortel. "Enggak ada temen." Rebecca masih menjawab dengan manja. Kinan menaruh pisau dan wortel yang sedang ia potong untuk membingkai pipi Sienna. Wanita paruh baya itu tersenyum kala menangkap kegelisahan di wajah Rebecca. "Kamu tenang aja, nanti Kenan yang antar." "Ish! Dia, kan, sepertinya lagi marah sama aku, Ma." Bibir Rebecca semakin mengerucut. "Dia marah sama kamu, berarti siap-siap Mama cuekin!"Ucapan Kinan tentu saja membuat Rebecca bahagia. Ia merasa dispesialkan oleh Kinan dan pastinya akan jauh lebih mudah mendapatkan sosok Kenan karena sang ibu sudah memberikan lampu hijau padanya. Senyum itu terus mengembang hingga Rebecca pergi mandi. Tidak terasa sudah satu Minggu lebih ia berada di rumah Kenan. Hatinya semakin bahagia
Di tengah keramaian pesta Kenan merasa bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Harus menunggu Rebecca atau pergi ke kontrakan Nayla? Namun, bagaimana mungkin ia meninggalkan Rebecca di sini sendirian? Terjadilah perang batin dalam diri Kenan yang akhirnya ia memutuskan untuk pergi diam-diam karena Kenan mengamati Rebecca yang asyik sibuk tertawa entah apa yang mereka bahas. Hingga akhirnya dentum musik semakin pelan karena Kenan semakin jauh memacu mobilnya. Hati Kenan masih gelisah memikirkan keadaan Nayla, ia memacu mobil dengan kencang, tetapi perasaannya lama sekali mobil sampai di tujuan. Setelah menempuh perjalanan sekitar dua puluh menit akhirnya mobil Kenan terparkir di halaman kontrakan Nayla. Ia bergegas keluar dari mobil dan berjalan cepat menuju pintu rumah Nayla. Rupanya pintu sudah sedikit terbuka, hingga Kenan akhirnya menerobos masuk. "Nay, Nayla!" Kenan memanggil wanita kesayangannya. "Tuan, Non Nayla ada di kamarnya." Inah menjawab saat ia baru keluar dari dapur
Mobil Kenan memasuki halaman rumah dan ia berjalan santai masuk saat pembantu rumah tangganya membukakan pintu. Baru saja ia hendak menaiki anak tangga, tiba-tiba saja seseorang memanggil dan Kenan menoleh. "Dari mana saja kamu?!" Rupanya yang bertanya adalah Kinan, saat ini ia sudah berdiri di depan pintu kamarnya dengan melipat kedua tangannya di dada sambil menatap kesal pada wajah putranya. "Dari rumah sakit," jawab Kenan santai. "Sesungguhnya kamu ngapain di sana? Sakit atau bagaimana? Rebecca nangis tadi, apalagi ponselmu malah enggak aktif." "Aku sudah hubungi Rebecca dan dia yang mau pulang sendiri naik taksi." Kenan menjelaskan. "Lalu, yang sakit itu kamu atau siapa?" "Bukan aku yang sakit, tapi Nayla.""Perempuan itu lagi!" sarkas Kinan tidak suka. Perdebatan itu cukup lama hingga akhirnya Kenan disuruh meminta maaf pada Rebecca, tetapi saat ini Kenan yang tidak mau diatur terus oleh ibunya. Ia merasa haknya saat ini sudah terlalu banyak diatur oleh ibunya.Kenan lebi
Sudah tiga hari Nayla dirawat di rumah sakit dan hari keempat ia dinyatakan boleh pulang oleh dokter. Perawat mencabut jarum infus yang menancap pada tangan Nayla, raut wajah janda muda itu terlihat mengernyit seolah menahan sakit ketika jarum ditarik. Perawat itu kemudian memberikan kapas dan merekatkannya dengan plester agar tidak bergeser. Setelah selesai perawat itu pun pergi dan kembali melaksanakan tugasnya hari ini. "Jaga kesehatan, jangan sakit lagi, ya?" ucap Kenan sambil mengusap pipi Nayla. Sepasang mata Nayla terpejam saat sentuhan hangat jemari Kenan mengusap pipinya dengan lembut sambil menimpali tangan Kenan dan mengusapnya. Lelaki itu pun memandang wajah Nayla, benar-benar memuji akan kesempurnaan Tuhan karena telah menciptakan makhluk sempurna untuknya. Kenan mendekap tubuh Nayla, saat itu juga mata Nayla terbuka ketika sudah ada dalam dekapan hangatnya. Bahkan, detak jantung Kenan terdengar di telinganya saat ini. "Jangan pergi dariku, cukup satu kali kamu pergi