Polisi itu kembali menceritakan bahwa yang melakukan semua itu sang sopir yang saat ini sudah dibawa ke mobil polisi di depan rumahnya tanpa perlawanan karena sudah mengakui kesalahannya. Ia diiming-imingi uang oleh Yoga saat ia benar-benar membutuhkan uang tersebut hingga akhirnya ia tergiur dan mau melakukan tindak kriminal tersebut. "Saya semakin pusing!" Kinan memegang kepalanya yang terasa begitu nyeri. "Tidak! Eko berbohong! Aku tidak pernah menyuruhnya. Ini hanya fitnah semata!" Yoga yang baru ke ruang tamu langsung membantah pernyataan kepolisian tentang sopir Kinan bernama Eko telah memfitnahnya. "Semua bisa jawab di kantor, Pak. Mari, ikut kami," pinta salah satu polisi yang dibantah Yoga. Ia tidak mau ikut bersama petugas polisi. Sempat terjadi perseteruan karena Yoga berontak, tetapi ia kalah karena ternyata petugas polisi lebih banyak di luar sana yang akhirnya masuk untuk membantu meringkus Yoga. "Sayang, percaya aku. Aku tidak mungkin melakukan ini. Tolong aku, Saya
"Ganti bajumu!" Seorang wanita paruh baya menyelipkan rokok di sela-sela jari serta sesekali ia menyesapnya, lalu meniup hingga kepulan asap putih mengepul di depan wajahnya.Gadis yang baru menginjak usia dua puluh tahun yang ada di hadapannya memunguti kain yang tercecer di lantai. Sepasang matanya membulat kala membeberkan baju yang mungkin lebih pantas disebut dengan baju renang karena begitu ketat. Ada perang batin dalam hati wanita yang bernama Nayla Larasati. Ia memang tidak mengenakan hijab, tetapi untuk memaki pakaian yang minim dan seksi sama sekali tidak terbiasa. "Cepat ganti bajumu! Tidak mungkin kamu bekerja di sini dengan pakaian seperti itu!" ucap perempuan yang lebih sering disebut Madam. Nayla masih gamang untuk menerima pekerjaan sebagai pemandu karaoke. Tidak menjual diri, tetapi paling tidak ia akan lebih sering mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari kliennya nanti. Namun, perasaan itu segera ia tepis saat mengingat pendidikannya yang hanya sekolah mene
Sepanjang perjalanan tiga orang yang berada dalam mobil membisu. Allea yang biasanya ceria tiba-tiba hening ketika melihat wajah ibunya merah padam siang ini. Hingga akhirnya mobil terparkir di depan kontrakan rumah kecil yang saat ini menjadi hunian Nayla bersama putrinya. "Allea, ayok, turun!" ucap Nayla saat ia membuka pintu belakang mobil. Baru kali ini sikap Nayla sedingin dan segalak itu pada Allea, hingga bocah kecil berusia lima tahun itu hanya menurut tanpa ada bantahan sedikitpun. Ia begitu takut melihat sosok Nayla yang lembut seketika berubah bak monster."Tunggu!" ucap laki-laki bernama Kenan. "Jangan kasari Lea." Nayla tersenyum sarkas ketika menatap wajah Kenan yang berusia dua tahun lebih tua darinya. "Ini anakku, segalanya aku yang berhak tentukan!" ucap Nayla kemudian menarik tangan kecil yang kini sudah ia genggam. "Ayok masuk, Lea!" Sambil menarik tangan Allea, Nayla berjalan kencang membuat putri kecilnya berjalan terseok-seok. Beberapa kali sepasang mata ben
Hari ke hari Allea semakin menginginkan sosok Kenan menjadi ayahnya. Karena merasa tidak terlalu digubris oleh ibunya, ia pun bergegas meminta langsung pada Kenan. Kebetulan setiap hari Sabtu Kenan memang selalu ke sekolah Allea karena libur di kantor. "Uncle!" Allea berlari dari gerbang sekolah dan langsung disambut kedua tangan kekar yang melebar untuk segera menggendong dirinya. "Hap! Udah selesai sekolahnya?" tanya Kenan saat Allea sudah ada dalam gendongannya."Udah, dong. Uncle sibuk, tak?" tanya bibir mungil Allea. "Tidak. Memangnya kenapa?" "Lea mau ngomong sesuatu tapi enggak di sini. Lea juga udah bilang ke Bi Inah enggak usah jemput.""Baiklah, let's go, Lea!" Kenan berjalan menuju mobil hitam yang ia parkir di samping gerbang sekolah. Di dalam mobil Kenan memperhatikan Allea yang biasanya ceria tiba-tiba saja terdiam bahkan terkesan kaku. Hal ini tidak biasanya terjadi, bocah kecil itu seolah sedang memendam satu rahasia yang entah itu apa. Hingga akhirnya mobil suda
Nayla masih kesal pada Olivia yang bercanda ketika merampas amplop pemberian dari Prayoga. Meski akhirnya ia bernapas lega karena yang ada dalam pikirannya kalau itu adalah preman telah salah. Nayla benar-benar menjaga amplop itu di tasnya dengan hati-hati menuju rumah. Nayla sampai tidak bisa tidur ketika mengetahui jumlah yang hampir tiga bulan dari gaji pokoknya. Pikiran ia yang saat itu akan mendapatkan uang kecil. Ternyata ia malah diberikan rezeki yang begitu banyak. "Ya Tuhan, aku telah berburuk sangka terhadap-Mu. Maafin aku, Tuhan." Nayla berucap sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan setelah ia menggoreskan kata dalam buku diary.Sang fajar kini telah bersinar menyambut pagi. Cahaya kuning keemasannya begitu terasa menghangatkan tubuh. Hingga akhirnya ia bergegas ke dapur di mana sudah ada Inah di sana yang sedang memasak. "Eh, Non Nayla udah bangun?" sapa Inah saat melihat sang majikan berjalan ke arahnya. "Iya, Bi. Aku enggak bisa tidur. Masak apa pagi ini?" "Non
Sudah sekitar satu bulan pendekatan Nayla dan Kenan terjadi atas keinginan Allea. Nayla hanya memikirkan perasaan putrinya dan menyisihkan perasaannya. Sementara Kenan merasa bahagia karena Nayla mau bertemu dengan orang tuanya nanti malam. "Pokoknya Mama mau menantu yang sempurna! Awas aja kalau tidak," sarkas ibunya Kenan. Kenan hanya tersenyum. Baginya Nayla merupakan sosok sempurna untuknya dari dulu hingga saat ini, hanya ia yang mampu mengisi relung kosong di hatinya. *Sementara di seberang sana ada Nayla yang terlihat bingung saat pekerjaannya selesai. "Bengong aja, kau!" Olivia menyenggol lengan Nayla yang ia jadikan penyanggah pipi. Ia sangat terlihat sedang memikirkan sesuatu. "Mbak Oliv." Nayla hanya menjawab sekenanya karena yang ada di otaknya memikirkan nasib yang telah ia ambil. "Ada masalah? Ceritalah," tanya Olivia yang kemudian duduk berhadapan dengan Nayla. Awalnya Nayla diam, akan tetapi hatinya semakin terasa resah untuk keputusan yang telah ia ambil. Ia k
"Sampai kapan pun, aku tidak akan menerimamu sebagai menantu, paham?!" Sepanjang perjalanan Nayla selalu mengingat kata-kata menyakitkan yang meluncur dari bibir ibunya Kenan. Tentang penolakan menjadi menantu apalagi statusnya yang telah memiliki seorang anak dianggap tidak pantas untuk putranya yang masih lajang dan juga mapan.Keadaan hening di dalam mobil ketika Kenan memacu mobilnya menuju kontrakan Nayla. Kenan memang tidak mengetahui perihal penolakan tersebut karena ibunya menolak Nayla saat Kenan sedang menerima panggilan ponsel saat itu. "Nay?" Kenan memanggil Nayla. "Kamu kenapa?" sambungnya saat Nayla terlihat diam saja."Gak pa-pa," jawab Nayla singkat. Kalau sudah seperti ini, Kenan hanya bisa diam. Hingga tidak terasa mobilnya telah sampai di depan kontrakan Nayla. "Pulanglah, sudah malam," ucap Nayla sedingin es ketika Kenan membukakan pintu mobil untuknya. Waktu menunjuk hampir ke angka sebelas dan Kenan menuruti ucapan Nayla karena tidak ingin membuatnya marah at
Ponsel berdering di saat yang tepat. Nayla mempunyai kesempatan segera pergi dari rumah untuk menghindari pertanyaan Kenan. Meski ia sadar hal ini hanya sementara karena lambat-laun Kenan pasti akan mengetahuinya. Hati Nayla merasa sedikit tenang karena putrinya sudah mulai membaik dan ia mempercayakan pada Kenan untuk menjaganya hingga akhirnya mobil taksi yang ia tumpangi sudah terparkir di pekarangan bar yang tentu saja sudah begitu ramai."Nay, kau sudah ditunggu Mas Yoga," ucap Olivia yang sedang mengambil minuman. "Dia ada di ruang biasa, samperin, gih! Sepertinya sudah tidak sabar mau ketemu kau," ledek Olivia sambil berjalan pergi. Nayla tidak menjawab, ia hanya menghela napas panjang karena pasti ada satu masalah baru lagi. Meskipun Nayla setengah hati menemui Yoga, ia tetap menjalani kewajiban kerja melayani tamunya dengan sopan dan ramah. Di sudut ruangan seorang laki-laki tersenyum saat Nayla berjalan mendekatinya. Wajah cantik alami Nayla memang tidak diragukan, ditambah