Saat ini Yoga dan Rebecca sudah ada di dalam kamar Kinan. Keadaan hening sejenak saat Kinan menatap suami dan selingkuhannya bergantian. "Pokoknya aku menuntut tanggung jawabmu, Mas! Tidak mungkin aku pulang dengan keadaan seperti ini," ucap Rebecca. "Aku tidak ingin kehilangan istriku demi kamu!" Yoga menolak. Rebecca tersenyum getir. "Untuk apa? Bukankah istrimu saja tidak dapat memberikan kepuasan untukmu? Apalagi saat ini lumpuh, pasti semakin malas untuk melayanimu," ucap Rebecca. "Jaga mulutmu!" ucap Yoga setelah menampar pipi Rebecca. "Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga!" Yoga menunjuk pintu kamar Kinan, menyuruh Rebecca untuk meninggalkan kamar bahkan rumah mereka. "Enggak!" Rebecca bersikeras menolak. "Cukup!" Kinan menyela perdebatan mereka. Saat ini Yoga dan Rebecca yang sedang ribut beralih menatap Kinan yang duduk di ranjangnya. "Aku sudah memutuskan kalau Rebecca akan tetap di sini hingga bayinya lahir. Misalkan terbukti itu anakmu, maka kamu harus meni
Baru saja dua hari Kinan memberikan ijin pada Rebecca untuk tetap tinggal di rumahnya, ia sudah berani memamerkan kemesraannya pada Kinan meski sepertinya Yoga terus menghindar. "Sayang, kamu kenapa, sih? Bayi kita ingin terus dekat sama kamu," ucap Rebecca manja yang membuat Kinan muak saat berada di ruang makan. Gimana bisa bergerak? Usia kehamilan segitu baru berbentuk gumpalan darah saja belum ada nyawanya!Batin Kinan berbicara kesal mendengar Rebecca manja seperti itu. Ini sudah jadi risiko Kinan yang memberikan kesempatan pada sang suami karena ia juga harus siap kalau sampai terbukti bayi itu memang merupakan darah daging Yoga. "Sus, antar aku ke kamar!" pinta Kinan kesal. "Baik, Nyonya." Suster Rani mulai menarik kursi roda sang majikan agar bisa jauh dari meja makan. "Makananmu belum habis, Sayang!" Yoga menyahut, tetapi Kinan tidak menggubris. Rebecca melihat wajah Yoga dengan sorot mata memandangnya sinis dan cukup membuatnya takut. "Sini, kamu!" sentak Yoga saat Ki
Setelah seluruh pekerja di toko kue Nayla pulang. Keadaan kembali sepi, tetapi tidak mengurangi kehangatan yang ada. Malah semakin terasa hangat dan syahdu ketika Kenan sudah sadar. "Kamu tidur, Sayang. Besok, kan, sekolah," titah Nayla pada putrinya. Allea mengangguk. Ia kembali ke sofa dan menarik selimut hangat setelah mencium pipi ibu dan ayahnya bergantian. "Ah, sepertinya kamu mau agar kita berduaan," goda Kenan pada istrinya. "Kamu juga tidur, Kak." Nayla menarik selimut Kenan. "Jangan ge'er begitu bilang ingin berduaan. Aku ingin kamu cepet sehat," lanjut Nayla dengan seulas senyuman."Kamu mau ke mana?" tanya Kenan. Ia menarik tangan istrinya saat Nayla beranjak dari tempat duduknya. "Rehat, lah. Apalagi?" "Di sini aja," ucap Kenan sambil menyibak selimut yang membalut tubuhnya. Nayla tersenyum. "Ada-ada aja, gak muat lah, apalagi badanku sudah mulai gendut." "Tapi aku rindu." "Makanya cepet sehat, biar nanti tidur seranjang lagi!" "Ya udah, ayok, pulang sekarang!"
Polisi itu kembali menceritakan bahwa yang melakukan semua itu sang sopir yang saat ini sudah dibawa ke mobil polisi di depan rumahnya tanpa perlawanan karena sudah mengakui kesalahannya. Ia diiming-imingi uang oleh Yoga saat ia benar-benar membutuhkan uang tersebut hingga akhirnya ia tergiur dan mau melakukan tindak kriminal tersebut. "Saya semakin pusing!" Kinan memegang kepalanya yang terasa begitu nyeri. "Tidak! Eko berbohong! Aku tidak pernah menyuruhnya. Ini hanya fitnah semata!" Yoga yang baru ke ruang tamu langsung membantah pernyataan kepolisian tentang sopir Kinan bernama Eko telah memfitnahnya. "Semua bisa jawab di kantor, Pak. Mari, ikut kami," pinta salah satu polisi yang dibantah Yoga. Ia tidak mau ikut bersama petugas polisi. Sempat terjadi perseteruan karena Yoga berontak, tetapi ia kalah karena ternyata petugas polisi lebih banyak di luar sana yang akhirnya masuk untuk membantu meringkus Yoga. "Sayang, percaya aku. Aku tidak mungkin melakukan ini. Tolong aku, Saya
"Ganti bajumu!" Seorang wanita paruh baya menyelipkan rokok di sela-sela jari serta sesekali ia menyesapnya, lalu meniup hingga kepulan asap putih mengepul di depan wajahnya.Gadis yang baru menginjak usia dua puluh tahun yang ada di hadapannya memunguti kain yang tercecer di lantai. Sepasang matanya membulat kala membeberkan baju yang mungkin lebih pantas disebut dengan baju renang karena begitu ketat. Ada perang batin dalam hati wanita yang bernama Nayla Larasati. Ia memang tidak mengenakan hijab, tetapi untuk memaki pakaian yang minim dan seksi sama sekali tidak terbiasa. "Cepat ganti bajumu! Tidak mungkin kamu bekerja di sini dengan pakaian seperti itu!" ucap perempuan yang lebih sering disebut Madam. Nayla masih gamang untuk menerima pekerjaan sebagai pemandu karaoke. Tidak menjual diri, tetapi paling tidak ia akan lebih sering mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari kliennya nanti. Namun, perasaan itu segera ia tepis saat mengingat pendidikannya yang hanya sekolah mene
Sepanjang perjalanan tiga orang yang berada dalam mobil membisu. Allea yang biasanya ceria tiba-tiba hening ketika melihat wajah ibunya merah padam siang ini. Hingga akhirnya mobil terparkir di depan kontrakan rumah kecil yang saat ini menjadi hunian Nayla bersama putrinya. "Allea, ayok, turun!" ucap Nayla saat ia membuka pintu belakang mobil. Baru kali ini sikap Nayla sedingin dan segalak itu pada Allea, hingga bocah kecil berusia lima tahun itu hanya menurut tanpa ada bantahan sedikitpun. Ia begitu takut melihat sosok Nayla yang lembut seketika berubah bak monster."Tunggu!" ucap laki-laki bernama Kenan. "Jangan kasari Lea." Nayla tersenyum sarkas ketika menatap wajah Kenan yang berusia dua tahun lebih tua darinya. "Ini anakku, segalanya aku yang berhak tentukan!" ucap Nayla kemudian menarik tangan kecil yang kini sudah ia genggam. "Ayok masuk, Lea!" Sambil menarik tangan Allea, Nayla berjalan kencang membuat putri kecilnya berjalan terseok-seok. Beberapa kali sepasang mata ben
Hari ke hari Allea semakin menginginkan sosok Kenan menjadi ayahnya. Karena merasa tidak terlalu digubris oleh ibunya, ia pun bergegas meminta langsung pada Kenan. Kebetulan setiap hari Sabtu Kenan memang selalu ke sekolah Allea karena libur di kantor. "Uncle!" Allea berlari dari gerbang sekolah dan langsung disambut kedua tangan kekar yang melebar untuk segera menggendong dirinya. "Hap! Udah selesai sekolahnya?" tanya Kenan saat Allea sudah ada dalam gendongannya."Udah, dong. Uncle sibuk, tak?" tanya bibir mungil Allea. "Tidak. Memangnya kenapa?" "Lea mau ngomong sesuatu tapi enggak di sini. Lea juga udah bilang ke Bi Inah enggak usah jemput.""Baiklah, let's go, Lea!" Kenan berjalan menuju mobil hitam yang ia parkir di samping gerbang sekolah. Di dalam mobil Kenan memperhatikan Allea yang biasanya ceria tiba-tiba saja terdiam bahkan terkesan kaku. Hal ini tidak biasanya terjadi, bocah kecil itu seolah sedang memendam satu rahasia yang entah itu apa. Hingga akhirnya mobil suda
Nayla masih kesal pada Olivia yang bercanda ketika merampas amplop pemberian dari Prayoga. Meski akhirnya ia bernapas lega karena yang ada dalam pikirannya kalau itu adalah preman telah salah. Nayla benar-benar menjaga amplop itu di tasnya dengan hati-hati menuju rumah. Nayla sampai tidak bisa tidur ketika mengetahui jumlah yang hampir tiga bulan dari gaji pokoknya. Pikiran ia yang saat itu akan mendapatkan uang kecil. Ternyata ia malah diberikan rezeki yang begitu banyak. "Ya Tuhan, aku telah berburuk sangka terhadap-Mu. Maafin aku, Tuhan." Nayla berucap sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan setelah ia menggoreskan kata dalam buku diary.Sang fajar kini telah bersinar menyambut pagi. Cahaya kuning keemasannya begitu terasa menghangatkan tubuh. Hingga akhirnya ia bergegas ke dapur di mana sudah ada Inah di sana yang sedang memasak. "Eh, Non Nayla udah bangun?" sapa Inah saat melihat sang majikan berjalan ke arahnya. "Iya, Bi. Aku enggak bisa tidur. Masak apa pagi ini?" "Non