Share

Bab 4 Kutukan Yang Direncanakan

Malam itu aku membiarkan Sarah beristirahat di kamar hotel milikku. Tentunya dia sempat menolak tidur sekamar dengan mayat mengerikan itu. Namun ia tidak punya pilihan lain. Sarah tidak mau ada yang tahu kejadian nahas yang baru saja menimpanya. Tentu saja karena ayahnya adalah salah satu orang berpengaruh yang tidak boleh ditimpa berita buruk.

Keesokan paginya, setelah aku memberikannya baju ganti. Dia bertanya padaku, apa yang harus dilakukan pada jasad itu. Tentu saja aku memberitahunya. Ini adalah tugas pertama dihari pertamanya sebagai dayangku.

"Aku akan pulang terlebih dahulu, lalu kembali kesini bersama beberapa orang kepercayaanku. Tenang saja, aku akan mengurus mayat ini dengan rapih." Sarah berkata dengan yakin.

"Baiklah, aku akan menyerahkan semuanya padamu." 

Saat itu Sarah langsung pergi. Sebenarnya bisa saja dia tidak pernah kembali. Bisa saja dia pergi dan tidak menepati janjinya. Namun gadis itu ternyata memang memiliki integritas yang kuat. Dia datang bersama dua ajudan ayahnya. Mereka memasukan mayat itu kedalam koper berukuran besar, dan saat itu juga kami pergi dari tempat itu.

"Mau kemana kita?" tanyaku pada Sarah yang duduk gelisah di dalam mobil yang sudah melaju selama tiga puluh menit.

"Aku akan mengubur mayat ini ditanah milik keluarga ku, tempatnya cukup jauh. Tapi disana masih sepi. Tidak akan ada yang tahu kita mengubur mayat di sana." Sarah menjawab dengan suara sedikit berbisik.

"Dua ajudan mu itu, apa sudah kamu pastikan mereka akan tutup mulut?" Aku melemparkan pandangan menyelidik pada dua ajudan di kursi depan.

Aku sengaja membesarkan volume suaraku agar kedua ajudan itu mendengar dengan jelas. Setelahnya, mereka saling melempar pandangan.

"Tenang saja. Mereka sudah bekerja lama dengan ayahku. Mereka berani mati untuk ayahku, juga untukku." Sarah menjawab dengan suara lantang.

Aku tersenyum puas, "Baguslah. Karena aku tidak butuh orang penakut yang hanya ingin bermain-main." 

Cukup lama waktu berlalu, akhirnya kami sampai di tempat yang Sarah maksudkan. Sebuah tempat dengan tanah merah dan pepohonan yang rimbun.

Kendaraan kami hanya bisa sampai pada bagian depan hutan. Satu orang ajudan membopong koper berisi mayat, dan satu orang lagi berjaga-jaga disekitar mobil.

Aku dan Sarah ikut masuk kedalam hutan, mengekor dari belakang seorang ajudan yang dengan susah payah membopong koper yang tidak kecil itu. Aku harus memastikan mereka membereskannya dengan rapih.

"Kamu, cepat gali tanahnya!" Perintah Sarah.

"Baik."

Salah satu ajudan Sarah melepaskan jas hitam yang ia kenakan, dan dengan sigap ia memegang cangkul lalu dipukulkan olehnya ke atas tanah.

Sedikit demi sedikit tanah merah digali. Hingga pada kedalaman tertentu, ajudan Sarah berhenti menggali. Dikeluarkannya mayat itu dari koper. Dengan asal ia melemparkan mayat itu kedalam lubang.

Aku melihat dengan jelas, tangan kekarnya gemetar. Meski ia berusaha menutupinya, aku dapat mengetahuinya dengan jelas.

"Terimakasih Sarah, tugas pertama mu sudah selesai." Aku menepuk bahunya tanda terimakasih.

"Tidak masalah, bila ada yang kamu butuhkan langsung saja katakan," jawabnya.

Setelah itu kami pergi, tidak kembali ke hotel karena semua jejak kami di sana sudah Sarah bersihkan.

Sarah membawaku ke salah satu rumah miliknya di kota ini. Untuk sementara waktu aku akan tinggal di sana sampai Sarah membereskan apa yang harus ia bereskan.

Rumah ditengah kota, dengan akses mudah ke tempat-tempat hiburan. Tempat yang sangat mencolok sekaligus tempat yang aman. Tidak akan ada orang yang menanyakan dari mana asalku, disini dengan mudah aku berbaur dengan para turis lokal.

"Rumah ini salah satu properti milik keluargaku. Jarang ada yang menempati kecuali ada keluarga dari luar kota yang datang," jelas Sarah.

"Terimakasih Sarah, tenang saja aku tidak akan tinggal terlalu lama di sini," ucapku.

Rumah dengan gerbang kayu besar berukiran khas tanah Jawa. Beberapa pohon dan tanaman memenuhi pekarangannya. Suasana syahdu dapat dengan cepat aku rasakan.

Keseluruhan bangunan menggunakan bahan dasar kayu. Di halaman belakang terdapat sebuah kolam renang yang cukup besar. Keluarga Sarah memang bukan orang biasa.

"Mari, aku antar ke dalam." Suara Sarah membuyarkan pikiranku.

Aku hanya mengangguk dan mengikutinya dari belakang. 

Begitu masuk, aku dapat langsung merasakan hawa dingin dari rumah yang tidak pernah dihuni.

"Keluarga ku hanya menyuruh satu orang pembantu untuk datang dan membersihkan rumah beberapa kali sehari." Ucap Sarah.

Aku kembali mengangguk tanpa bersuara. Dia menjelaskan hal yang sudah aku ketahui sejak awal.

"Aku akan meninggalkan satu orang ajudan di sini, jika kamu membutuhkan sesuatu katakan saja padanya." 

"Terimakasih Sarah." Ucapku seraya tersenyum.

"Selama aku mengurus semua pekerjaan yang sudah kamu berikan, aku harap kamu nyaman tinggal di sini." 

"Baiklah, selesaikan semuanya secepat mungkin Sarah." 

Sarah hanya mengangguk mengiyakan. Tak lama gadis itu pun segera pergi.

Tidak apa walaupun memakan waktu lama. Karena aku sudah menghisap energi kehidupan dari dua orang lelaki sampai mereka mengering sebelumnya, aku sudah memiliki cukup energi sampai belasan tahun ke depan.

Hanya saja, energi yang aku dapatkan dari manusia yang melewati satu malam denganku tidak akan sama dengan energi yang aku dapatkan dari lelaki yang hidup bersamaku bertahun-tahun.

Hidup bersama mereka, membelai tubuhnya setiap malam sampai mereka jatuh cinta padaku, itu adalah cara untuk mendapatkan energi yang lebih maksimal.

Namun untuk beberapa tahun ini, aku sangat menghindari pernikahan. Aku sedang memasuki siklus tanpa pernikahan untuk beberapa tahun kedepan.

Untuk sementara mengencani pria-pria hidung belang adalah cara yang tepat. Membalaskan dendam ku pada mereka yang selalu melihat manusia dari fisiknya, itulah tujuan hidupku selama ini.

"Aku tidak akan menyia-nyiakan wajah cantikku tanpa tujuan apapun. Aku sudah mengorbankan semuanya untuk sampai pada titik ini, maka tidak boleh ada penyesalan sedikitpun atas semua tindakan yang telah aku lakukan." 

Aku berdialog pada pantulan bayanganku di dalam cermin. Bayangan seorang gadis muda dengan rambut sewarna dengan tanah. Kulit putih bak porselen, dengan wajah oval.

"Aku tidak pernah bermimpi akan mempunyai wajah secantik ini," gumamku.

Dengan satu lirikan mata, lelaki mana saja akan jatuh dalam lubang perangkapku. Mereka akan mengikuti bisikan hawa nafsu, tanpa sadar hal itulah yang terkahir mereka lakukan di dunia ini. 

Namun, dari seluruh gambaran sempurna tentang diriku, aku dengan jelas mengingat bagaimana rupaku saat dilahirkan ke dunia ini.

Entah ada dendam apa Tuhan kepada diriku. Ketika yang lain dilahirkan begitu indah dan membawa kebahagiaan, aku justru terlahir begitu mengerikan.

"Kedua orang tuaku selalu berkata bahwa ini semua adalah ujian, namun yang lain mengatakan aku adalah sebuah kutukan. Hidup memang hanya berpihak pada orang-orang berparas rupawan." Aku kembali bergumam.

Sepertinya perkataan mereka yang menghantarkan aku pada kehidupan yang sekarang adalah kutukan yang sesungguhnya. Aku membiarkan setiap kata buruk itu bersarang pada hatiku, hingga tempat itu menjadi sarang segala keserakahan, iri juga dengki.

"Aku bertapa di dalam hutan untuk mendapatkan rupa seperti ini, agar aku dapat diterima dimasyarakat juga dapat di cintai. Namun sekarang, justru aku yang tidak boleh jatuh cinta." Aku memandang pantulan bayangan di cermin yang terlihat penuh dengan kekosongan.

Namun aku tidak menyesal, aku tidak boleh menyesal. Karena sudah banyak hal yang aku korbankan. Sekarang perlahan namun pasti, hatiku sudah mati. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status