Share

Ternyata, Desa itu?

Bara melanjutkan perjalanannya setelah berpamitan dengan Ki Sugeng. Saat berkendara di sepanjang jalan yang sunyi dan sepi, dia tak sengaja melihat sebuah warung kecil yang terletak di pinggir jalan. Rasa haus yang menghampirinya membuatnya memutuskan untuk singgah sejenak dan mengisi ulang energi.

Dengan hati yang penuh harap, Bara menghampiri warung itu dan memesan segelas kopi hangat. Pemilik warung, seorang pria paruh baya berumur sekitar 50 tahunan, menyambut kedatangannya dengan senyuman hangat. "Mas dari mana dan mau ke mana ?" tanya sang pemilik warung dengan rasa ingin tahu yang tulus.

Bara tersenyum ramah dan menjawab dengan penuh keceriaan, "Saya hanya sedang berkelana, Pak. Beberapa hari yang lalu, saya sempat menginap di salah satu Penginapan di desa Kendra. Dan sekarang, saya melanjutkan perjalanan lagi untuk menjelajahi tempat-tempat baru."

Pemilik warung terkejut mendengar nama desa Kendra yang disebutkan oleh Bara. Tatapannya penuh keheranan dan penasaran.

"Desa Kendra? Apakah benar-benar Mas menginap di desa Kendra?" tanyanya dengan suara yang penuh tanda tanya.

Bara mengangguk dengan mantap, sedikit bingung dengan reaksi pemilik warung yang terlihat begitu terkejut.

"Ya, Pak. Saya memang dari desa Kendra dan sempat menginap di sana beberapa hari yang lalu. Kenapa Bapak tampak begitu terkejut?" tanya Bara dengan rasa ingin tahu yang semakin memuncak.

Pemilik warung menatap Bara dengan serius, matanya penuh dengan keheranan dan mungkin juga sedikit kebingungan.

"Mas, jangan bercanda. Desa Kendra adalah desa yang telah hilang, tak ada lagi yang tinggal di sana. Bagaimana mungkin Mas malah nginap dari sana?" ucapnya dengan nada serius yang sulit dipahami.

Bara kaget mendengar pernyataan pemilik warung. Dia mencoba mempertahankan sikap seriusnya dan meyakinkan pemilik warung dengan jawaban yang tegas,

"Tidak ada yang bohong, Pak. Saya benar-benar menginap di sana beberapa hari. Saya tidak tahu apa yang terjadi setelah itu, tapi itu adalah kebenaran."

Pemilik warung masih terlihat ragu dan bingung dengan apa yang dikatakan oleh Bara. Mereka saling menatap, mencoba mencari kejelasan dalam situasi yang penuh misteri ini.

Pemilik warung terdiam sejenak, seolah mencoba mengumpulkan pikirannya. "Mas, desa itu sudah lama hancur diratakan oleh pemerintah untuk pembuatan proyek jalan ini." wajahnya terlihat keheranan

"Hanya beberapa dari penduduk desa yang tak tahan di teror, memutuskan untuk pindah yang selamat. Konon katanya, mereka yang tidak mau pindah dari desa itu dibantai habis saat tengah malam. Makanya, saat Mas bilang dari desa Kendra, saya kaget, Mas." Jelasnya lagi

Bara terkejut mendengar cerita yang diungkapkan oleh pemilik warung. Ia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja didengarnya. "Yang benar saja Pak? Saya menginap beberapa hari loh di sana. Masa saya mimpi" kata Bara dengan rasa penasaran yang semakin besar.

"Ya Allah Gusti, beneran Mas. Masak saya ngarang cerita"

Bara merasa terguncang dengan cerita yang baru saja didengarnya. Dia mencoba mengumpulkan pikirannya dan menjelaskan dengan rinci apa yang dia alami.

"Tapi, Pak, saya benar-benar menginap di desa Kendra. Saya tinggal di sana selama beberapa hari dan semuanya terlihat normal. Saya menyewa kamar di Penginapan Ayu Kendra dan bahkan sempat berbincang dengan pemiliknya" Jelas Bara

Pemilik warung menggelengkan kepala dengan ekspresi yang penuh kekhawatiran. "Ada beberapa kabar yang saya dengar, katanya Sekar Ayu Ningrum telah mengalami nasib yang tragis. Dia dikabarkan telah diperkosa dan dibunuh pada malam sebelum desa Kendra dihancurkan. Namun, sayangnya, tidak ada yang tahu dengan pasti apakah itu benar atau hanya cerita yang beredar dari mulut ke mulut, Mas."

Bara merenung dalam-dalam, mencoba memproses semua informasi yang baru saja dia terima. Dia merasa campur aduk dengan perasaan takut, kebingungan, dan ketidakpercayaan. Semuanya terasa seperti sebuah misteri yang semakin rumit.

"Minumlah dulu, Mas," kata si pemilik warung dengan penuh perhatian, sambil menggeser segelas kopi di depan meja Bara.

Bara mengangguk dengan tanda terima kasih, masih dalam keadaan shock, dan meneguk habis kopi hitam yang ada di gelas itu. Dia merasa sedikit tenang setelah minum kopi tersebut.

Lalu, pemilik warung pergi ke samping warungnya, mengambil air dengan gelas yang sebelumnya digunakan oleh Bara. Terlihat dia membacakan doa doa untuk air itu.

"Ini, Nak. Basuhlah air ini di kepala, tangan, dan kaki kamu. Insya Allah, kamu akan selalu dilindungi dalam perjalananmu." Bara mengikuti perintah pemilik warung dengan hati-hati, mencuci wajah, tangan, dan kaki dengan air yang diberikan.

Setelah selesai membayar dan berpamitan untuk melanjutkan perjalanan, Bara masih merasa tidak percaya dengan semua yang dia alami. Dia merasa bingung dan tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

"Desa Kendra, desa yang tiba-tiba hilang dalam semalam. Lalu, siapa sebenarnya Kenanga dan nenek yang saya temui? Dan siapa Sekar yang punya Penginapan Ayu Kendra? Dan di mana sebenarnya aku berada?" pikir Bara dalam hati, penuh dengan kebingungan dan kegelisahan.

'Apa semua ini mimpi?' Bara mencubit keras lengannya sampai biru

"Sialan, ini kenyataan. Lalu kenapa terasa aneh sekali" Bara mengusap usap bekas cubitannya itu, sakit sekali

Bara melanjutkan perjalanannya dengan perasaan yang tercampur aduk di dalam hatinya. Pertanyaan-pertanyaan terus menghantui pikirannya saat dia melanjutkan menelusuri jalan yang penuh misteri ini, mencari jawaban yang belum terungkap.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status