Share

Keputusan yang membingungkan

Bara berjalan kembali ke Penginapan setelah mendapat jawaban dari Kenanga. Desa itu terasa begitu akrab dan hangat baginya tapi kata kata Kenanga ada benarnya juga.

Ketika ia hampir sampai di persimpangan menuju Penginapan, Bara berpapasan dengan seorang pemuda yang tampak terkejut melihatnya. Pemuda itu dengan terburu-buru berkata, "Mas, apapun tujuanmu, segeralah pergi dari desa ini. Auramu terlalu terang, Mas." Tanpa menunggu jawaban dari Bara, pemuda itu berlalu dengan cepat.

Bara terdiam, memandang pemuda yang menjauh dengan kebingungan. 'Apa maksud dari kata-kata pemuda itu? Aura terang, apa maksudnya?'

Keanehan-keanehan yang terjadi di desa ini semakin membuatnya bimbang apakah ia harus tetap tinggal atau pergi.

"Loh Mas, dari mana?" tanya seorang yang lewat, Bapak itu adalah penjual bensin eceran yang awalnya menunjukkan jalan untuk Bara

"Eh ini Pak saya mau balik ke Penginapan, tapi sebelum itu apa Bapak tau mungkin ada tetua di kampung ini?. Kebetulan saya mau ketemu beliau."

"Ada Mas, Ki Sugeng namanya. Beliau pasti senang bertemu dengan pemuda yang baik seperti Mas ini. Mari saya antar."

Bara sangat senang mendengar hal itu, dia mengikuti Bapak itu dengan penuh harap bahwa sebentar lagi semua pertanyaannya tentang desa ini akan segera terjawab.

Setelah beberapa saat berjalan, "Itu Mas di sana rumah Ki Sugeng. Maaf saya ndak bisa lama lama, harus lekas kembali ke tempat jualan Mas. Saya tinggal yah Mas, Mari." Bapak itu menunjuk ke rumah terakhir di pinggiran desa lalu berbalik kembali pulang.

Bara melanjutkan ke arah rumah itu dan mengetuk pintu dengan hati-hati.

"Permisi, Ki?" Bara mengetuk pintu rumah itu tiga kali

Seorang kakek tua keluar membukakan pintu, menatap Bara dari ujung kaki hingga kepala. Kelopak mata yang sudah keriput itu tak bisa menyembunyikan tatapan tajamnya pada Bara.

"Ki, saya mohon maaf sudah mengganggu. Saya ingin --" Belum selesai Bara melanjutkan perkataannya , tiba tiba Ki Sugeng langsung mempersilahkannya untuk duduk.

"Mari, silahkan." Ki Sugeng tersenyum dan mengundang Bara untuk duduk di ruang tamu. "Apa yang ingin kamu tanyakan?"

Bara menceritakan tentang pertemuan dengan pemuda tadi dan kebingungannya mengenai auranya yang terlalu terang. Ia berharap Ki Sugeng bisa memberikan penjelasan yang memadai. Ki Sugeng mendengarkan dengan penuh perhatian dan mengangguk.

"Anak muda, auramu yang terang menunjukkan bahwa kamu memiliki energi yang kuat dan positif. Desa ini memiliki sejarah panjang yang terkait dengan kekuatan spiritual. Beberapa orang dapat merasakan auramu yang terang dan menganggapnya sebagai pertanda kekuatan yang luar biasa."

Bara memandang Ki Sugeng dengan mata yang penuh harap. "Apa artinya Ki?

Ki Sugeng tersenyum bijaksana. "Desa ini memiliki kekuatan yang kuat, baik itu kekuatan spiritual maupun pesona alamnya. Namun, seperti halnya kekuatan lainnya, kekuatan ini bisa digunakan untuk tujuan yang baik atau jahat. Kamu harus memahami dan mengendalikan kekuatanmu dengan bijak."

Bara merenung sejenak, mencerna kata-kata tetua tersebut. 'Kekuatan apa yang di maksud Ki Sugeng' pertanyaan ini dia simpan sendiri dalam benaknya

"Ki, apa saran Aki untuk saya? Apakah saya masih bisa tetap tinggal di desa ini atau harus pergi?" tanya Bara dengan ragu.

Ki Sugeng tersenyum lembut. "Anak muda, keputusan itu ada di tanganmu. Jika kamu merasa ada panggilan yang lebih kuat di luar desa ini, jangan takut untuk mengikuti jalanmu sendiri"

"Jika kamu memang ingin pergi, saran saya pergilah sebel matahari terbenam. Saat malam tiba, akses jalan di desa biasanya tertutup kabut. Itu akan menghambat perjalananmu" kata Ki Sugeng

"Baik Ki, saya balik dulu. Mau siap siap untuk berangkat" Bara menjabat tangan Ki Sugeng, sambil berterima kasih

Sepanjang perjalanan pulang ke Penginapan, Bara meyakinkan dirinya bahwa dia akan pergi dari desa ini. Tapi sebelum itu dia harus berpamitan dulu pada Sekar, yang sudah di anggap sebagai teman yang baik untuknya.

Namun sesampainya di Penginapan, Bara tidak menemukan Sekar dimanapun. Pikirnya mungkin Sekar sedang ke pasar untuk beli bahan makanan, maka Bara hanya meninggalkan sepucuk surat ungkapan terima kasihnya untuk Sekar.

Bara memutuskan untuk tidak menunggu lebih lama lagi dan berniat untuk berpamitan juga pada nenek dan Kenanga.

Saat Bara berkendara menuju kesana, dia merasa semakin cemas karena tidak bisa mengingat dengan pasti dimana alamat rumah nenek. Keadaan semakin membingungkan dan Bara merasa terjebak dalam labirin pikirannya yang semakin dalam.

Tiba-tiba, Bara melihat sosok Ki Sugeng duduk dengan tenang di bawah pohon di dekat jalan. Bara merasa lega melihat sosok yang bisa memberikan bantuan. Dengan langkah hati-hati, Bara mendekat dan bertanya dengan harap, "Ki, maaf saya sedang mencari rumah nenek dan Kenanga, tapi saya sudah lupa jalan ke arah sana. Aki bisa bantu saya?

Ki Sugeng tersenyum ramah, menunjukkan kebijaksanaannya yang khas. "Tentu, Nak. Tapi ada sesuatu yang perlu kamu pahami. Desa Kendra ini memiliki daya tarik yang kuat dan bisa memperlambat perjalananmu jika kamu terlalu lama tinggal di sini. Jadi, lebih baik kamu lanjutkan perjalananmu. Salam darimu akan ku sampaikan pada mereka"

Bara merasa terkejut dengan kata-kata bijak Ki Sugeng. Rasa penasaran dan keingintahuannya tidak bisa ditahan, , "Ki, bagaimana Aki bisa tahu tentang apa yang saya pikirkan? Apakah Aki memiliki kemampuan khusus?"

Ki Sugeng tersenyum kembali, memancarkan aura ketenangan dan kebijaksanaan. "Nak, aku melihat kekhawatiran dan kebingungan yang terpancar dari wajahmu. Sebagai seorang tetua adat di desa ini, aku telah belajar untuk membaca bahasa tubuh dan ekspresi seseorang. Dari situ, aku bisa mengetahui apa yang sedang kamu pikirkan dan merasakan. Saat ini, aku tahu bahwa waktunya bagi kamu untuk melanjutkan perjalananmu."

Bara merasa campur aduk dengan pernyataan Ki Sugeng. Ada perasaan takjub dan rasa ingin tahu yang memenuhi pikirannya. Namun, dia berusaha untuk tidak terlalu terfokus pada hal tersebut dan membiarkan dirinya kembali ke niat awal untuk keluar dari desa ini.

"Terima kasih atas bantuan dan nasihatnya, Ki. Saya pamit untuk melanjutkan perjalanan," ucap Bara dengan rasa terima kasih yang tulus. Dia melangkah menuju motornya, siap melanjutkan perjalanan.

Ki Sugeng mengangguk dengan penuh pengertian, berdiri dengan sikap yang tegap. "Perjalananmu belum selesai, Nak. Dunia di luar sana penuh dengan hal-hal menarik yang menanti untuk kamu jelajahi. Jangan pernah takut untuk menghadapinya dan mengejar impianmu. Aku yakin kamu akan menemukan keajaiban di sepanjang jalan."

"Satu hal yang harus kau ingat, jangan pernah melepaskan gelang di tanganmu. Itu sangat cocok untukmu" Ki Sugeng melambai ke arah Bara

"Baik Ki, terima kasih banyak" Bara membalas lambaian itu

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status