"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
Di sebuah kamar hotel,Amala Knight merasa tubuhnya seperti terbakar. Dia tidak tahu apa yang terjadi. Saat ini bahkan dia tidak bisa mengontrol pikirannya dengan baik. Hanya rasa panas yang menjalar di sekujur tubuhnya yang bisa ia rasakan sekarang.Dia kelimpungan.Lalu dia melihat ada seorang pria yang tidak dikenalnya duduk di sampingnya sambil menatap dirinya. Saat ini Amala bergerak hingga tidak sengaja jarinya menyentuh tangan pria itu, dan kulit pria itu terasa dingin. Dia terkejut ketika mendapati jika suhu badannya sangat panas.Tubuhnya panas? Ini entah dimana, dan pria itu siapa?Amala mulai sadar jika ini pasti ada sebuah kesalahan, dia kemudian bangun dan ingin segera berlari dari tempat ini. Tetapi pria itu tiba-tiba menarik tubuhnya dan tidak memberinya kesempatan untuk dia mundur sedikitpun. Amala akhirnya kalah dan menyerah dibawah serangan kuat pria itu.Malam yang penuh kegilaan berlangsung begitu saja tanpa bisa dicegah.Pagi berikutnya.Sinar matahari yang hangat
Sementara Amala, saat ini menahan kepalanya yang sakit. Dia terus berusaha untuk mengingat apa yang sebenarnya terjadi semalam. Tapi dia tidak bisa mengingat apa-apa kecuali saat Nathalie menelpon dan memintanya untuk menemani minum kopi di kafe.Dia kembali menatap tubuhnya dan tanda merah di sana.Rasa sedih dan hancur yang sekarang dia rasakan. Dia lalu bangun, meraih pakaiannya yang berserakan dan pergi ke kamar mandi. Dia mencoba untuk menghapus bekas di tubuhnya itu.Dengan perasaan tak menentu, Amala memutuskan untuk pulang ke rumah. Tapi baru saja satu langkah mendekati pintu, dia melihat Khale keluar dari sana. Sepertinya Khale akan pergi."Khale, kamu mau kemana? Tunggu sebentar! Kamu harus mendengarkan penjelasanku dulu." Amala buru-buru menghampiri. Dia ingin kembali berusaha menjelaskan. Amala menarik lengan Khale untuk menahan langkahnya.Tapi Khale segera menepis tangan Amala dengan sangat kasar bahkan mendorong Amala sampai jatuh ke lantai."Tidak perlu lagi, Amala. Se
Amala masih mengepalkan tangannya.Dia tidak habis pikir, kenapa mereka sangat membencinya hingga tega menggunakan cara sekejam itu. Amala benar-benar merasa hatinya hancur berkeping-keping. Amala masih mengingat dengan jelas jika kemarin dia masihmenemani Nathalie minum kopi di cafe. Mereka masih sempat bercanda dan tertawa berdua. Nathalie bahkan bertanya tentang kabar hubunganya dengan Khale. Tanpa terlihat sedikitpun kecurangan dari Nathalie. Tanpa ada masalah sedikitpun diantara mereka berdua. Sampai detik ini, Amala tidak pernah tahu jika Nathalie diam-diam mencintai tunangannya. Lalu sengaja membuat rencana licik untuk menjebaknya agar Khale meninggalkan dirinya.Amala menjadi seperti orang yang bodoh. Dia dikhianati oleh sahabatnya sendiri, juga oleh calon ibu mertuanya yang selama ini selalu menganggapnya sebagai anak dan begitu menyayanginya. Dia tidak tahu, jika sebenarnya Sabrina sangat membencinya dan hanya berpura-pura mengasihinya.Padahal, Keluarga Anderson berjanji
Enam tahun kemudian.Di sebuah Stasiun Rel Kereta Api, di salah satu perbatasan kota X.Seorang gadis muda berusia sekitar 23 tahun, berdiri dengan gelisah seperti sedang menunggu seseorang. Dia memegang ponsel, dengan mata yang tidak lepas memandangi setiap orang-orang yang keluar masuk Stasiun di depannya itu.Gadis itu kemudian maju beberapa langkah untuk lebih mendekat pada pintu keluar masuk penumpang, dia takut orang yang akan dijemputnya ini tidak dapat melihatnya dengan baik. Karena dia memang belum mengenalnya dan hanya mengandalkan nama serta nomor ponsel orang yang akan dijemputnya ini.Lalu dari tengah keramaian itu, seorang wanita cantik dengan sosok ramping keluar sambil menarik koper. Wanita itu cantik menawan dengan kulit seputih salju, dan terlihat seperti gadis belia. Tapi di sampingnya ada seorang anak laki-laki yang menyertai langkahnya. Anak laki-laki yang wajahnya begitu tampan, imut dan memancarkan aura yang sangat kuat, serta lebih pantas disebut seperti seoran
Minggu ini, Amala masih menikmati masa santai. Dia mengajak Glen pergi keluar jalan-jalan untuk mengenalkan kota ini. "Glen, apa kamu suka tinggal disini?" tanya Amala mengajak Glen duduk di taman. Glen tidak menjawab tetapi dia menggeleng."Kamu tidak suka ya?" Amala cemberut sambil menatap putranya.Glen meraih pipi Amala. "Jangan cemberut Mama. Itu akan membuatmu cepat tua dan tidak cantik lagi." Glen mengusap wajah Amala. Menunjukkan jika seolah dia adalah pria dewasa. Padahal dia masih anak-anak. "Meskipun aku tidak suka berada disini, aku akan tetap bersamamu. Jangan khawatir, aku sudah berjanji.""Benar?" Amala bertanya lagi, sekedar untuk meyakinkan.Glen mengangguk kemudian memeluk Mamanya dengan erat.Sebenarnya, Glen memang kurang suka keramaian. Jika dibanding Rumah sederhana Nenek Lusi yang berada di pinggiran kota, dia lebih suka tinggal di sana. Tetapi, karena Glen ini sangat mencintai Amala, dia akan patuh dan berjanji akan selalu bersamanya, apapun yang terjadi."Be
Nathan Alazka, dia baru saja pulang ke tanah air setelah beberapa waktu di luar Negeri dalam pengungsian.Malam ini dia pergi ke bar untuk satu urusan. Dia datang sendirian dan sedang menyamar menjadi pria biasa. Ketika ingin pulang, tiba-tiba di depan Bar dia di tabrak oleh seseorang.Nathan sempat terkejut.Hampir saja dia bereaksi cepat. Untung dia menoleh dahulu untuk melihat siapa yang telah menabraknya, kalau tidak, bisa jadi orang itu sudah jatuh karena didorongnya.Seorang wanita muda cantik menatap iba padanya, "Tuan, tolong aku. Bawa aku pergi dari sini." sambil berkata demikian wanita itu mendekap erat tubuh Nathan, dan menyembunyikan wajahnya di dada Nathan."Lepaskan aku." Nathan berkata dengan dingin.Dia menarik tubuh wanita itu, namun ia tidak bisa menyingkirkan wanita itu dari tubuhnya, atau mungkin karena Nathan tidak menggunakan banyak tenaganya."Aku tidak mau. Bawa aku, jika tidak, aku dalam bahaya. Antar aku pulang. Tolong." wanita itu kembali bicara dengan nada s