Share

Anak Rahasia Sang CEO
Anak Rahasia Sang CEO
Penulis: Sarah Nurlatifah

1. Kau Siapa?

last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-05 16:07:00

Lalu-lalang kendaraan tampak ramai di jalanan, dari kiri kanan nyaris tak ada celah untuk menyebrang. Bocah lelaki itu ketakutan berdiri di sisi jalan, pandangannya buram melihat kendaraan yang berseliweran dengan begitu cepat sampai membuatnya tanpa sadar melangkah ke tengah jalanan. Tubuhnya gemetar hebat, pandangannya mengabur, bahkan pendengarannya juga terganggu, dia tak bisa menemukan jalan untuk kembali.

“Ayah bilang tetap diam. Kenapa kau tak menurut?” Bayangan perkataan sang ayah memenuhi benaknya.

Napas anak itu memburu, ketakutan mengungkungnya sampai sebuah mobil sedan hitam melaju dari arah kanannya ketika dia sampai di tengah jalan raya tanpa sadar. Tubuh kecilnya hanya mampu terpaku di tempat, tidak bisa bergerak barang sedikitpun, bahkan pandangannya tertuju pada lampu mobil itu dengan suara klakson yang memekakkan telinga.

Satu, dua, tiga detik lagi ketika depan mobil itu nyaris menyundulnya, seseorang meraih tangan anak itu, dan mendekapnya dalam pelukan.

“Sialan! Perhatikan anakmu! Payah sekali menjadi orang tua yang tak becus menjaga anak!” maki si pengemudi mobil yang menghentikan lajunya ketika anak itu berhasil diselamatkan.

“Maafkan saya, tuan. Mohon maaf,” ucap seorang gadis yang menolong anak itu dari nyaris kecelakaan.

Si pengendara itu melengos ketika suara klakson dari belakangnya menjerit. Mata-mata tertuju pada seorang gadis yang terduduk di sisi bahu jalan mendekap erat tubuh mungil anak itu, dia gemetar hebat.

“Tenanglah, kamu sudah tidak apa-apa sekarang, sudah aman,” katanya mengusapkan telapak tangannya ke kepala si anak yang menangis di dadanya.

Tadi itu nyaris sekali, untungnya dia datang tepat waktu walau harus membuat tubuhnya terluka, tapi setidaknya dia lega karena berhasil menyelamatkan anak itu yang entah siapa.

Setelah merasa tenang, gadis bernama Fara Izzumi itu menangkupkan kedua tangannya di sisi wajah anak lelaki itu, menatapnya lembut agar tak menakutinya.

“Apakah kamu terluka, adik kecil?” tanyanya pelan seraya tersenyum.

Linangan air mata memenuhi wajahnya yang tampan dan putih, gadis itu berusaha menenangkan.

“Tidak apa-apa, ada kakak di sini, kamu aman sekarang. Coba lihat, apakah kamu terluka?”  

Bukannya menjawab, anak itu justru terisak tapi menuruti apa yang gadis itu lakukan untuk mengecek apakah dia terluka. Rupanya lututnya yang terluka, dan Fara menghela napasnya setelah tak ada luka serius di tubuh mungil itu, tapi sepertinya anak itu masih terkejut atas kejadian barusan. Gadis itu kembali mendekap tubuhnya untuk menenangkannya.

“Hanya satu luka lecet di lututmu. Jangan khawatir, kakak akan mengobatimu, hm.” Fara tersenyum menenangkannya dan kembali memeluknya yang kembali menangis ketakutan tanpa menyadari kalau dia juga terluka.

Sementara itu di dalam hotel, semua staf sudah dikerahkan ketika Daryn Affandra akhirnya selesai rapat dan menyadari kalau anaknya tak ada di tempat. Dia turut mencari, tapi tak berhasil ditemukan karena hotel itu cukup luas. Daryn juga tak bisa menghubungi ponsel anaknya yang selalu tergantung di dadanya.

“Kemana dia?” desahnya khawatir dan berdecak kesal, kalau ibunya sampai tahu cucunya menghilang tamatlah dia.

“Maaf, Direktur, kami sudah mencarinya, tapi tidak ada di hotel ini,” ujar salah satu staf yang mencari.

Kedua mata Daryn terpejam, kepalanya pening sekarang. Dia memijat pelipisnya pelan. Beginilah bila dia yang selalu sibuk membawa anak enam tahun yang memiliki trauma. Sepertinya anak itu bosan menunggu, tapi tidak ada waktu untuk menyalahkan diri sekarang.

“Bagaimana di bagian lain? Apakah terlihat di CCTV?” tanyanya.

“Ya, dia pergi keluar hotel lewat lobi utama,” lapor salah satu staf yang baru saja bergabung.

Kedua matanya membulat, dia bergegas mengambil langkah lagi untuk mencari anaknya.Tanpa menunggu lagi Daryn melesat pergi melintasi lobi utama dan hendak keluar dari hotel ketika dilihatnya sosok bocah yang dikenalinya berada dalam gendongan seorang gadis berjalan memasuki hotel dengan terpincang-pincang.

Posisi anak itu yang berada dalam dekapan Fara membelakangi Daryn dan menutupi wajah gadis itu, tapi dengan mudah pria itu mengenalinya sebagai gadis yang menumpahkan kopi padanya tadi pagi. Matanya menyipit, dia tiba-tiba menjadi emosi. Dia bergegas menghampiri, merebut paksa anaknya dari pangkuan si gadis dan mengejutkan mereka.

Mata Fara terbuka lebar, melotot pada Daryn yang mengambil alih anaknya dengan paksa padahal anak itu baru saja tenang.

“Apa yang kau lakukan? Kau mengejutkanny!” seru Fara marah.

“Aku yang seharusnya bertanya, apa yang kau lakukan padanya, hah? Kaulah yang mengajaknya keluar,” balas Daryn menuduh.

“Apa maksudmu? Aku tidak mengerti?” kata gadis itu.

“Jangan berpura-pura denganku, Nona.”

Fara mendesah tak percaya, dia memalingkan mukanya sesaat dan kembali menatap Daryn. Jelas tak terima dengan tuduhan pria itu padahal dialah yang telah menyelamatkan anaknya dari celaka, bahkan yang lebih buruk dari itu, tapi pria itu seenaknya menuduh dialah yang membawa anak itu keluar?

“Kau pikir aku sejahat itu? Oh, maaf, Tuan, aku sama sekali tak tertarik pada anak orang lain kalau saja dia tak berada di jalanan dan nyaris saja tertabrak mobil! Apa salahku yang menyelamatkannya dari kecelakaan? Kau menuduhku sembarangan,” balas Fara tak mau kalah, bahkan suaranya juga meninggi.

Daryn yang telah mengambil alih tubuh anaknya dan kini dalam gendongannya menatap Fara tak percaya.

Pedebatan itu menjadi tontonan orang-orang di lobi, mereka berbisik-bisik sampai membuat sekretaris Daryn yang berdiri di belakangnya salah tingkah karena atasanya sama sekali tak mau mengalah bahkan semakin gencar membalik pembelaan gadis itu, menuduhnya, juga tak peduli dengan tangis anaknya di pangkuan.

“Direktur, sebaiknya Anda mencari tempat aman. Di sini banyak orang, citramu dan hotel bisa ternoda,” bisik sekretarisnya mengingatkan.

Barulah Daryn menghentikan debatnya dan melirik sekitar.

“Ayah jahat,” ujar anak itu meracau dalam dekapannya. Dia menangis yang tak dipedulikan ayahnya.

“Bawa dia ke ruanganku juga. Aku akan menuntutnya,” katanya memerintah seraya melirik Fara tajam.

Sekretarisnya hanya mengangguk, dan Daryn melengos begitu saja meninggalkan lobi tanpa menenangkan anaknya lebih dulu. Sekretaris menghampiri Fara yang tercengang melihat ketidakpedulian pria itu pada anaknya, ayah macam apa dia itu? Pikirnya. Fara menuruti sekretaris untuk mengikuti atasannya dengan kaki terpincang-pincang karena sempat terkilir ketika menyelamatkan bocah itu tadi.

Tak hanya kakinya terkilir, sikunya juga menjadi korban benturan dengan jalan dan terluka, tapi dia mengabaikannya karena terlalu sibuk menenangkan tangis anak itu yang masih ketakutan, sepertinya itu memicu kembali trauma yang Fara sendiri tidak tahu, tapi dia menyadarinya. Tatapannya masih tertuju pada punggung Daryn yang berjalan di depan sambil menenangkan tangisan kecil itu. Dengus kesal terbuang dari Fara mengkritik cara pria itu menenangkan anaknya.

Mereka tiba di kantor Daryn, Fara tak segera duduk, bahkan tak mempedulikan denyutan di kakinya yang minta diobati lebih dulu, perhatiannya masih tertuju pada bagaimana sikap Daryn terhadap anaknya.

“Ayolah Delvin, jangan menangis,” bujuknya begitu menurunkan anaknya di sofa ruangannya.

“Kau sungguh ayah yang payah,” kritik Fara meliriknya tajam. Dia berjalan menghampiri Daryn yang berjongkok di depan anaknya dan menyuruhnya untuk minggir.  

Daryn menoleh dan balas menatapnya tajam, tapi Fara tak peduli, perhatiannya terpusat pada anak itu yang tangisnya mereda begitu melihatnya.

“Biar aku yang urus. Kau ambilkan kotak keshatan,” titah Fara seenaknya.

Tentu saja Daryn tak terima dengan perintah gadis itu, dialah yang punya hak sekarang sebagai ayahnya dan pemilik hotel ini. Dialah yang seharusnya memerintah.

“Kenapa diam? Cepat ambil, biar aku yang menenangkannya. Minggir!” Fara menggeser tubuh Daryn sembarang yang diam di tempatnya dan mengambil alih posisi pria itu untuk menenangkan anaknya sekaligus memeriksanya.

Sekretaris hanya memalingkan muka ketika atasannya itu melampiaskan tatapan tajam padanya dan menawarkan diri untuk mengambil kotak kesehatan. Daryn berdiri di belakang gadis itu yang mulai bicara dengan nada lembut dan ramah, lantas hal itu mengundang dengus sinis darinya. Namun, melihat punggung Fara yang ada di depannya tiba-tiba memicu sekelebat bayangan tentang seseorang yang dahulu dilihatnya. Suara dari gadis itu yang menenangkan tangis anaknya mengingatkan Daryn pada kenangan lama yang selalu menghantui.

Matanya menyipit, kenangan itu samar, tapi masih berlangsung dalam benaknya bagai deja-Vu.

“Kau siapa?” Pikirnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Anak Rahasia Sang CEO   54. Diam-Diam ada Rasa

    Terlalu lama Fara diam, akhirnya Daryn gemas juga.“Apa? Ada apa, sih, Far? Kau membuat aku jadi penasaran,” kata Daryn akhirnya.Mata Fara mengerjap, terkejut juga karena malah melamun.“Oh, tidak. Tidak jadi,” kata gadis itu.“Ish. Kau membuat aku jadi semakin penasaran saja, Fara. Ada apa? Katakan padaku,” timpal Daryn bahkan memaksa gadis itu untuk mengatakan apa yang ingin Fara katakan sebelumnya.“Tidak jadi. Bukan apa-apa,” kilah Fara. Sepertinya masih ragu untuk membicarakan hal itu dengan Daryn.“Ayolah.” Daryn mendesah kesal sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Ada apa? Ayo katakan padaku, atau aku akan terus memintamu untuk mengatakannya,” kata Daryn tak ingin menyerah.Fara menatap Daryn tajam, dan membuang napas kasar.“Aku bilang tidak jadi. Kenapa kau ngotot sekali?” balas Fara. Tapi entah bagaimana tubuhnya tak juga beranjak dari sana.Atau mungkin Fara juga penasaran sama seperti Daryn.Kira-kira siapakah foto dalam bingkai di kamar Delvin itu?Melihat Fara dia

  • Anak Rahasia Sang CEO   53. Sesuatu yang Mengusik

    Setelah makan malam itu Fara menemani Delvin hingga tidur sedangkan Daryn kembali sibuk dengan tabletnya di lantai dua, duduk di sofa dengan nyaman. Pria itu sudah mengganti bajunya dengan piaya tidur.“Delvin sudah tidur?” tanya Daryn tanpa mengalihkan perhatian dari tabletnya.“Ya, sudah,” sahut Fara berjalan pelan ke kamarnya. Gadis itu tampak mengantuk.Tidak ada yang bicara sampai Fara berdiri di depan pintu kamarnya dan hendak membuka pintu itu tapi pikirannya tertuju pada Daryn.“Kenapa?”Rupanya Daryn menyadari Fara yang berhenti di depan itu.“Tidak ada. Aku hanya teringat sesuatu. Selamat malam,” ucap gadis itu lantas masuk ke kamarnya.Tapi Fara bersandar di balik pintu kamarnya, pikirannya tertuju ke suatu tempat di kamar Delvin ketika meninabobokan anak itu.Ada beberapa pigura di kamar anak itu. Yang besar tergantung di dinding, hanya Delvin, Daryn dan sang nenek yaitu Dennda. Sedangkan di pigura kecil di atas meja, terdapat sebuah foto yang terdiri dengan beberapa orang

  • Anak Rahasia Sang CEO   52. Harapan Delvin

    “Delvin, apa maksudnya dengan Mama?” tanya Daryn.Anak itu menoleh pada sang ayah lantas tersenyum dan melirik Fara.“Aku ingin punya Mama, dan aku suka Dokter Fara,” kata anak itu dengan nada bicaranya yang khas.Baik Daryn maupun Fara, sama-sama terkejut mendengar apa yang anak itu katakan. Fara bahkan menelan ludahnya ketika pikirannya mencerna sedikit lambat.“Jadi aku menggambar ini,” lanjut Delvin sambil memandangi gambar yang dia buat sendiri itu. Senyum lebar mengiasi wajahnya yang bahagia.Apa yang mesti Fara lakukan? Tidak mungkin bukan Fara menghancurkan harapan anak itu yang tampaknya merindukan kehadiran sosok ibu di hidupnya, di usia yang masih belia itu. Fara melirik Daryn sekali lagi memastikan bagaimana respon pria itu.Sama. Daryn pun terdiam, tak berkata, bungkam seribu bahasa. Sebagai ayah, tentu saja hati Daryn sakit mendengarnya. Bukan karena tak mau menghadirkan sosok ibu yang sangat Delvin inginkan, tapi Daryn tidak bisa asal memilih istri untuk menjadi ibu bag

  • Anak Rahasia Sang CEO   51. Mama Dokter

    “Ibu ke mana?” tanya Fara ketika menjelajahi rumah besar itu tapi tak menemukan sang nyonya rumah.Daryn yang tengah duduk di sofa sambil menunggu makan malam siap menoleh pada gadis itu.“Ada urusan, nanti juga kembali,” jawab Daryn lalu fokus pada tablet di tangannya.“Oh, begitu. Apakah biasanya lama?” tanya Fara lagi sambil mengambil posisi duduk di sofa tak jauh dari pria itu.Sesaat Daryn terdiam seperti tengah berpikir apakah ibunya pergi lama atau tidak.“Paling lama tiga hari, paling sebentar sampai malam nanti,” kata Daryn menjawab Fara dengan santai.Fara menganggukkan kepalanya berusaha untuk tidak ikut campur urusan Dennda atau Daryn. Setiap orang punya urusannya sendiri yang tak harus selalu dibagikan.Delvin tengah di kamarnya entah sedang apa. Jam menunjukan pukul enam petang. Daryn mengatakan Delvin biasa mengurung diri di kamar pada jam seperti itu, nanti anak itu akan keluar dengan sendirinya entah akan membawa apa.Meski Daryn menyuruhnya untuk tak khawatir karena

  • Anak Rahasia Sang CEO   50. Adakah Momen Lain atau Di situ saja?

    Masih menatap Daryn dengan penuh kemarahan, Sandra berteriak agar melepaskan penjagaan supaya bisa menghampiri pria itu dengan leluasa. Namun sepertinya percuma, Daryn tak akan mengizinkannya.“Kenapa kau bersikap begitu? Apa yang kau pikirkan sehingga hidup orang lain kau hancurkan,” kata Brian tak mempedulikan protes Sandra.Mendengar apa yang pria itu katakan, Sandra mulai berhenti tapi tetap menatap Daryn dengan tajam.“Kau ingin tahu alasannya, hah?” Sandra membalas.Daryn menatap Sandra dengan sorot yang serius.“Bukankah sudah aku bilang, itu karena kau. Seandainya kau tidak datang padanya, aku tak akan melakukan hal itu,” kata Sandra.“Jadi kau memang sengaja melakukan itu?”“Memangnya kenapa? Kau tak senang, bukan? kalau begitu, kenapa kau tak bicara denganku?”“Apa gunanya? Kau tak akan berhenti menganggunya, bukan? Sampai kau puas. Jadi aku tak akan membiarkannya.”“Itu sebabnya kau begitu melindunginya? Jangan bilang kau mencintai gadis itu, hah?” Sandra tersenyum miring,

  • Anak Rahasia Sang CEO   49. Itu Karena Kau

    Daryn masih asyik bermain game di ponselnya sementara Fara serta anaknya masih tidur siang. Hujan masih turun tapi tak begitu lebat, hanya saja udara kian dingin menjelang sore.Setelah bosan bermain game, tidur pun tidak bisa meski sudah berusaha untuk tidur lagi karena Daryn sempat tertidur tadi sebelum makan siang. Pria itu akhirnya memilih membuka ponselnya lagi dan membaca artikel yang muncul.Sesekali Daryn menghela napas saat membaca artikel yang membuat kabar tentang Fara dan dirinya yang dituduh berselingkuh sementar Daryn memiliki kekasih yaitu Sandra.“Siapakah sebenarnya gadis yang dikatakan perebut itu? Kabarnya dia seorang dokter anak kompeten, tetapi tidak diketahui apa niatnya.” Daryn membaca beberapa kalimat di artikel tersebut dan berdecih pelan.“Itu tidak benar. Ini sampah!” umpatnya marah tapi tidak bisa membanting ponselnya karena masih butuh.Daryn mencari sesuatu yang setidaknya memberikan komentar positif atau sebagainya. Hampir semua artikel memojokkan Fara.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status