ANAK YANG KUBENCI 2
2. Gagal Nikah"Huhuhu,"Tersedu-sedu aku menangis di atas tempat tidur. Masih mengenakan gaun terbaikku, dua jam sudah aku menangis meratapi nasib. Duduk menekuk lutut, wajahku menelungkup. Sedih tak terkira.Lamaran yang kunantikan, riasan wajah cantik yang kupersiapkan semuanya sia-sia. Mas Hendra dan keluarganya membatalkan lamaran. Seolah langit runtuh di atas kepalaku, lututku lemas tak mampu menyangga saat keluarga Mas Hendra balik kanan dan keluar dari rumahku. Mereka tidak jadi melamar dan aku gagal menikah dengan pacarku itu, huhuhu."Mas Hendra, Mas Hendra, tolong jangan begitu," kataku gugup sembari mengejar lelaki yang katanya mencintaiku itu. Mas Hendra menghentikan langkah, dia berhadapan denganku."Mas, tolong mengertilah, aku juga tidak menginginkan anak itu! Kalau kita menikah nanti, dia juga tidak akan tinggal bersama kita. Anak itu akan tetap tinggal bersama neneknya," ujarku memelas."Maaf Rita, aku dan keluargaku sudah kecewa sama kamu. Kamu tidak jujur, itulah yang membuat aku batal menikahimu." Mas Hendra bersiap melangkah lagi, aku memegangi lengannya."Maafkan aku, Mas," mataku mulai panas, kumpulan air bening sudah memenuhi kelopak mata."Hendra, ayo cepat pulang!" Ibunya Mas Hendra memanggil dari mobil. Mas Hendra menepiskan tanganku dari lengannya."Maaf, aku tidak bisa kembali, Rita. Permisi,"Dengan tanpa perasaan, Mas Hendra meninggalkanku. Tangisku yang memelas tidak menyurutkan langkahnya. Bahkan dia sama sekali tidak menengok ke belakang.Aku termenung di kamar. Sayup-sayup kudengar suara tangis Kayla. Suara ibu yang membujuk Kayla untuk diam juga terdengar dari sini. Aku menghela nafas. Anak sialan! Aku benci sama dia. Tiba-tiba, dadaku panas lagi mendengar suara tangis Kayla yang tidak berhenti berhenti.Brakkk!Aku membuka pintu kamar kasar. Kayla menangis di pangkuan ibu. Aku menatapnya tajam. Berjalan cepat aku mendekati Kayla."BISA DIAM NGGAK?!"Kayla menatapku, dadanya naik turun dan suara isakan tangisnya terdengar. Ingus keluar dari hidungnya yang runcing. Anak itu berusaha diam dengan terpaksa. Wajahnya memerah, matanya sembab."Mau dicubiti lagi, hah?!" Tanganku sudah maju untuk mencubit paha Kayla tapi dengan cepat ditepis oleh tangan Ibu."Cukup, Rita! Kamu ini tidak punya belas kasih, dia ini anakmu!" Bentak Ibu dengan melotot. Selalu Ibu membela anak sialan itu."Anak pembawa sial, Bu! Karena dia hidupku berantakan. Semua cita-citaku kandas!" Ucapku kesal."Itu salahmu, bukan salah Kayla. Anak ini tidak berdosa!" Ibu mengelus dada. Bibirku mencebik."Kayla, masuk kamar dulu ya, Nak?" Ibu menurunkan Kayla dari pangkunya dan gadis kecil itu berjalan memasuki kamar. Aku melihat dengan ekor mataku."Kenapa Ibu selalu membelanya? Apa Ibu lupa kalau bapak meninggal juga gara-gara dia?" Aku menunjuk ke kamar di mana Kayla berada.Aku ingat, bapak meninggal dua hari setelah kelahiran Kayla. Kata orang Bapakku stress, beliau syok dan tak sanggup menanggung malu karena punya cucu tak ada bapaknya. Aku lebih syok lagi melihat anak yang kulahirkan tidak mati."Bercermin lah, Rita, agar kamu bisa melihat kesalahanmu dan bertobat." Ibu berdiri dan berjalan menyusul Kayla di kamar.Huh! Selalu aku yang salah! Padahal,Kayla lah yang telah menghancurkan hidupku. Dua bulan lagi aku akan menghadapi Ujian Akhir Nasional, tapi aku tidak melaksanakannya karena melahirkan anak sialan itu! Akibatnya aku tidak lulus SMA.Teman teman mencemooh aku, menertawakan, membully. Bahkan mereka menjadikan aku status saat aku melahirkan Kayla. "Anak siapa udah lahir, lhooo" disertai emot ngakak berkali-kali. Begitu status dari teman-temanku. Anjir memang!Sekarang, Kayla menghancurkan hidupku lagi dengan menggagalkan pernikahan yang sudah di depan mata. Kumelampiaskan kemarahanku pada Kayla. Memukul, menjambak, cubitan bertubi-tubi aku berikan pada Kayla. Bahkan aku nyaris membuatnya celaka saat kudorong dia hingga jatuh ke lantai. Dug! Begitu suaranya saat kepala Kayla membentur lantai. Ibu berlari dan mendorong tubuhku kuat, dua tamparan mendarat di pipiku. Aku sangat kaget! Belum pernah ibuku berbuat demikian padaku sampai umurku 22 tahun! Baru kali ini Ibu menamparku dan semua gara-gara bocah sialan itu!**Pakaian terakhir aku masukkan tas lalu aku menarik resleting travel bag itu. Beres sudah.Aku akan pergi dari rumah. Kebetulan, ada panggilan kerja dari sebuah perusahaan di Jakarta. Aku sudah mengantongi tiket travel, tinggal berangkat saja.Keluar kamar, aku menemui ibu."Bu, aku pergi dulu," kataku. Ibuku hanya mengangguk. Aku tahu, Ibu tidak setuju aku pergi jauh. Ibu takut aku akan mengulangi kesalahan yang sama bila tidak ada yang mengawasi."Nggak usah takut, Bu. Aku sudah dewasa, aku tahu mana yang benar dan mana yang salah," kataku meyakinkan perempuan tua yang telah melahirkanku itu.Menenteng travel bag, aku keluar. Duduk di kursi teras aku menghubungi ojol. Ojol akan mengantarku ke kantor agen travel. Di Jakarta nanti aku menuju rumah Latifah, temanku yang sudah bekerja di sana."Bu, pergi dulu," teriakku dari luar saat ojol datang. Tidak ada sahutan dari Ibu. Biarin aja, paling juga ibuku lagi nangis.Lega sekarang aku. Sebentar lagi bebas, merdeka, tanpa melihat Kayla lagi!BersambungANAK YANG KUBENCI 33. Kebebasan"Rita, kamu hamil?""E_enggak, enggak!" Aku menggeleng kuat. Dadaku tiba-tiba bergerak naik turun, detak jantung seakan terdengar ke luar dada. Ketakutan mencekik hingga tubuhku bergetar hebat. Bapak mendorong tubuh ini hingga terduduk di kasur. Tanganku gemetar, bibirku bergetar tidak karuan. Bagaimana bisa orang tuaku tahu, padahal aku sudah menyembunyikan perut buncit ini dengan korset yang ketat dan baju gombrang?Ibu memegang perutku yang keras, kemudian beliau terpekik! "Benar kamu hamil!" "Pak, dia hamil!" Ibuku syok, beliau menangis sembari menutup mulutnya. Bapak tertegun diam menatapku. Aku hanya bisa menangis dengan menutup wajah. Mampus lah aku sekarang! Kehamilanku terbongkar! "Buka bajunya, Bu!" "Jangan!" Jeritku. Aku takut banget, bapak akan menghajarku nanti. "Cepat!" Ibu menarik paksa sweaterku hingga terangkat. Blah! Perut buncit yang tertutup Korset ketat segera terlihat. Aku menangis meraung. Tubuhku melorot ke lantai, tak ta
ANAK YANG KUBENCI 4Nyusahin Aja "Ta, aku mau tanya, tapi jangan marah, ya?' Latifah, teman kostku bertanya. Kulihat dia sekilas, lalu mengangguk. Latifah ini dulu temanku saat SMA tapi beda jurusan dan beda kelas. Tinggalnya masih satu kecamatan sama aku, beda desa saja. "Dulu waktu kamu hamil, kenapa tidak digugurin aja?" Tanya Latifah hati-hati. Ini pertanyaan sensitif, dan Latifah baru berani bertanya setelah sekian tahun. "Terlambat," jawabku santai, tanganku tetap nguprek HP. "Maksudnya?" Ck! Gitu aja nggak ngerti, Latifah ini nggak pernah berubah dari dulu begonya. "Orang tuaku baru tahu aku hamil setelah enam bulan. Selama itu, aku sendiri bingung mau ngapain. Kalau sekarang sih gampang, banyak orang jualan obat telat mens di online," aku tertawa kecil,Latifah juga. "Kamu nyesel nggak sih, Ta?" "Nggak!" Jawabku cepat. Aku pindah naik ke kasur. Duduk bersandar di dinding dengan menekuk kedua lutut. "Buat apa menyesal, nangis darah pun semuanya sudah terjadi," suaraku
ANAK YANG KUBENCI 5Pulang Kampung Setelah tiga tahun bekerja, aku mengambil cuti tahunan. Tadinya, aku hanya pulang kalau lebaran saja. Kali ini aku mengambil jatah cuti selama dua Minggu, akan kugunakan untuk pulang kampung. Sebenarnya, aku punya tujuan tersendiri di balik kepulanganku ini. Aku merasa sudah sukses sekarang. Penampilanku berbeda dengan Rita yang dulu. Kulitku kini putih, wajahku mulus dan glowing. Pakaian, sepatu, sendal, tas, jam tangan dan ponselku semuanya baru dan terkini. Apalagi ponselku ini, yang kubeli dengan harga di atas 5 jeti! Ini adalah lambang keberhasilanku! Akan kutunjukkan pada orang kampung yang dulu suka mengolok-olok aku, kalau sekarang mereka semua nggak ada apa-apanya! Cuma mulut sampah! Kubungkam mulut nyinyir kalian dengan uangku! "Eh, Mbak Rita, pulang kapan?" Bu Gofur, tetangga samping rumah menyapa saat aku melihat-lihat kebun sayur ibuku. "Kemarin sore, Bu," jawabku tersenyum. Bu Gofur melihat gelang emas di tanganku. Hmm kesempatan
ANAK YANG KUBENCI 6Anak yang baik Huh, bosen klumbrak klumbruk di rumah. Mana di kampung, sepi. Beda dengan Jakarta, selalu ramai setiap hari. Kalau libur aku jalan-jalan ke mall, belanja, atau nggak nonton bioskop, atau nggak berenang. Kangen sama temen-temen.Pagi ini aku bangun agak siang karena semalam chat-chatan sama temenku sampai larut malam. Cutiku masih seminggu lagi, tapi aku tidak akan menghabiskan di sini, paling dua hari lagi aku balik ke Jakarta. Keluar rumah, aku duduk di teras. Ibu tidak ada, kalau Kayla mungkin sekolah. Anak sialan itu sudah kelas empat SD. Nggak terasa, cepat besar dia. Wajahnya lebih mirip Richard dari pada aku. Kulit putihnya, garis wajahnya bila tersenyum, hidung, bibir, mata, semuanya mirip bapaknya. Hanya rambut dan alis matanya yang tebal, mirip denganku. Masih untung cantik, kalau jelek udah aku buang ke laut tu anak. Mau ngapain ya? Sekarang kok, aku merasa asing di rumahku sendiri. Saat mau kembali masuk rumah, seseorang memanggilku. "
ANAK YANG KUBENCI 7Dimarahin Embah "Ibu pergi dulu, Rita," Memakai seragam ngaji, Ibu berpamitan padaku. Hari ini Kamis pasaran Pahing jatahnya Ibu mengaji kampung. "Iya, hati-hati, Bu," Masih jam setengah dua siang. Aku yang tidak terbiasa tidur siang merasa bosan bermain HP melulu. "Assalamualaikum," Kudengar suara Kayla mengucap salam, anak itu baru pulang sekolah rupanya. Kulihat jam lagi di HP, jam dua kurang sepuluh. Aku bergegas keluar kamar. Kayla sedang mengambil minum. "Heh! Jam segini baru pulang, dari mana?" Tanyaku. "Dari sekolah," gadis kecil berseragam SD itu menjawab. Satu gelas penuh air putih dia teguk sampai tandas. Wajah Kayla berkeringat seperti habis berolahraga. "Pasti kamu habis main, anak SD itu pulangnya jam satu. Ini sudah jam dua!" Mataku mendelik. Anak bandel ini pasti habis bermain dan menghabiskan uang saku dari embahnya. "Beneran pulang sekolah, Mah, kan sekolahnya lumayan jauh, Kayla jalan kaki," jawabnya sembari mengusap keringat di dahiny
ANAK YANG KUBENCI 8ARIA"Rita, selamat ya, sudah diangkat jadi Supervisor," kata Mbak Ratih, mantan supervisor-ku. "Sama-sama, Mbak. Kalau bukan rekomendasi dari Mbak Ratih, aku juga masih Jahit kerah, hehehe," Senangnya aku sudah dinaikkan jabatan menjadi supervisor. Tanggung jawabnya lebih besar karena membawahi line. Gapapa lah, yang penting sebanding dengan gajinya. Aku semakin yakin, bahwa semakin jauh dari Kayla, keberuntunganku semakin mendekat. Sekarang aku diangkat jadi Supervisor, gajiku naik hingga aku bisa pindah ke kos-kosan yang tergolong mewah. Coba masih di kampung, bakalan jadi tukang derep di sawah aku. Kayla memang pembawa sial. Lebih baik, aku jauh-jauh darinya. **Hari ini, kami para supervisor dipanggil untuk meeting oleh manager produksi. Mereka bilang ada buyer yang mau inspeksi. Kebetulan, yang mengerjakan pesanan tersebut termasuk line yang aku kepalai. "Rita, sampai mana progres-nya?" Pak Amir, kepala produksi bertanya padaku. "40 persen sudah di
ANAK YANG KUBENCI 9Jatuh Cinta Lagi?Keluar dari mobil, aku berlari kecil menerjang rintik hujan. Memasuki pagar, aku merasa mobil Aria belum bergerak. Tak sengaja, aku menoleh ke belakang. Benar, mobilnya masih diam di sana. Nunggu apa, sih? Atau dia sedang mengawasiku?"Sampai malam, Rit?" Wina, teman sebelah kamarku menyapa, di tangannya membawa semangkuk mie instan rebus yang masih mengepul. "Eh, iya, tadi mampir dulu ke supermarket terus kehujanan," jawabku sambil tengak-tengok ke jalan. Untung saja sudah pergi mobilnya. Males aku kalau ditanya-tanya sama Wina. Dia itu kepo. Menaruh belanjaan di meja, aku duduk di tepi tempat tidur. Kok rasanya berdebar dan gugup begini sih? Padahal aku sudah bukan anak muda lagi. Bibirku senyum sendiri. Apa karena sudah lama aku tidak bergaul dengan laki-laki? Maksudku jatuh cinta lagi gitu ... hmm.Jujur saja, selama tinggal di Jakarta aku belum pernah mempunyai teman dekat. Semua teman biasa aja, kalau jalan juga ramai-ramai. Aku sendiri ju
ANAK YANG KUBENCI 10Gimana dong Kuketik nomor rekening ibuku, lalu kukirim uang sebesar lima ratus ribu. Setiap bulan, aku rutin mengirim uang untuk Ibu, meski beliau tidak pernah meminta. Ibu tahu, aku akan marah dan mengomel bila Ibu meminta uang untuk Kayla. Terakhir, Ibu meminta kiriman uang untuk biaya masuk SMP Kayla, tapi aku tidak memberinya. Dari saat itu, Ibu tidak pernah lagi meminta uang untuk Kayla. Memang Kayla anakku, anak yang tidak kuharap kehadirannya di muka bumi ini. Tidak kewajibanku untuk membiayai dia. Hidupku sudah susah dari saat hamil hingga melahirkan dia. Yang aku heran, apakah Richard tidak ingat dengan anaknya ini, ya? Dulu dia pergi meninggalkan aku dalam keadaan hamil dan dia tahu itu. Kalau seorang laki-laki bisa dengan santainya meninggalkan tanggung jawab, kenapa aku tidak? Bikinnya berdua, suka sama suka tapi, kenapa hanya aku sendiri yang menanggung malu dan susah? Seandainya aku tahu di mana Richard, akan kukirim Kayla bersamanya. Biar Richar