ANAK YANG KUBENCI 1
1. Pembawa Sial"Mama ....""APA?!"Suaraku menggelegar saat menyahut panggilan bocah kecil di sampingku. Bocah itu terkesiap karena kaget. Tapi dia tidak mundur, tetap berdiri di sampingku."Jangan panggil Mama! Bandel banget sih?!" Kataku gusar. Sengaja aku melotot selebar-lebarnya mataku agar dia takut."Ada apa, Rita? Jangan berteriak pada anak kecil,"Perempuan tua berambut putih keluar dari kamar, itu ibuku. Beliau mendatangi kami."Keyla, jangan ganggu Mamamu, ayo, sama Mbah."Ibu menggandeng gadis kecil bernama Keyla itu menjauh dariku. Aku melirik jahat. Kuteruskan browsing dengan ponselku. Aku ini sedang mencari pekerjaan. Semua perusahaan yang buka lowongan online aku singgahi. Sayangnya, hanya sedikit lowongan untuk lulusan SMA. Apalagi dengan ijazah kejar paket C seperti milikku. Bikin kesel!Pandanganku melayang pada Ibu dan Kayla di sebelah sana. Ibu duduk di amben kayu beralaskan kasur tikar tipis berwarna biru. Kayla kecil berdiri di depannya sambil membawa boneka kain berwarna pink."Embah, ini tangannya mau lepas," katanya dengan menunjukkan tangan boneka kain miliknya yang rusak. Tangan boneka itu nyaris putus mungkin karena sudah aus."Oh, ini ... Biar embah jahit. Ambilin benang sama jarum sana," kudengar ibuku menjawab. Gadis kecil itu berlari ke kamar embahnya, lalu keluar dengan benang dan jarum di tangannya."Ini, Mbah,"Kayla dan Ibu duduk berdampingan. Ibu asyik menjahit dan Kayla melihat sambil menggoyangkan goyangkan kakinya.Entah kenapa, aku jadi emosi melihat pemandangan itu. Berdiri dari kursi, aku menghampiri Kayla."Bobok siang sekarang!" Kutarik kasar lengan Kayla dan menyeretnya."Bentar, Ma, nunggu Marissa ..."Marissa adalah nama boneka jelek milik Kayla. Dia yang memberi nama sendiri."Nggak bisa, tidur sekarang!!" Aku menyeret lebih kuat. Kayla menangis kesakitan. Sengaja aku mencengkeram lengannya kuat- kuat. Aku suka menyakitinya!"Embah tolong ... Huhuhu," ucap Kayla di sela tangisnya. Ibu yang sedari tadi melihatku geleng kepala."Rita, sudahlah, biarkan dia menunggu bonekanya," ibuku berdiri dan menarik tangan Kayla."Harusnya Ibu itu istirahat, tidur siang. Tapi, anak sialan ini malah nyuruh ibu jahit boneka!""Ibu tidak capek. Tidak mengantuk juga," sahut ibuku cepat.Aku menatap tajam Kayla. Entah mengapa, kekesalanku naik ke ubun-ubun. Kucubit paha Kayla dan kupuntir sebanyak dua kali."Uh! Uh! Rasain, anak bandel!!" Kataku gemas."Aw, aw, sakit Mah ... Whuaaa," tangis Kayla pecah! Sukurin, puas aku menyakitinya."Rita! Keterlaluan kamu!" Ibu menghardikku. Aku tidak peduli. Dengan langkah ringan, kutinggalkan Kayla yang menangis meraung. Pahanya biru-biru pastinya. Haha.**"Bu, pastikan anak itu tidak keluar saat acara nanti!"Kupoles lagi bedak di pipi. Bergaya di cermin. Aku cantik sekali! Hehehe."Kayla tidur," jawab Ibu."Bagus deh, kalau perlu nggak usah bangun sekalian," ucapku santai. Kulirik ibu yang menghela nafas. Peduli amat!Hari ini adalah hari bahagiaku. Mas Hendra pacarku, mau melamar. Kami baru jadian tiga bulan, tapi Mas Hendra sudah ngebet mau melamar. Ya sudah, siapa takut!Selama hubungan yang singkat ini, Mas Hendra baru dua kali datang ke rumahku. Dia hanya bertemu dan berkenalan dengan ibuku. Kayla aku sembunyikan di kamar. Mas Hendra tidak boleh tahu anak sialan itu. Bisa Bubar nanti hubunganku."Sebaiknya, kamu berterus terang saja sama Hendra sebelum lamaran, Rita," kata Ibu waktu itu."Suruh terus terang aku sudah punya anak di luar nikah gitu, Bu?" Mataku mendelik. Ibu mengangguk."Nggak sudi!" Jawabku."Makanya Bu, dari dulu kan udah aku bilang, suruh anak sialan itu memanggilku kakak. Tapi, Ibu selalu menyuruhnya memanggil Mama!" Bentakku geram."Dia memang anakmu!"Rombongan keluarga Mas Hendra sudah datang. Aku dan ibu menyambutnya. Bapakku sudah meninggal, penyebabnya adalah anak sialan itu."Selamat datang," kata ibuku. Senyumku merekah melihat Mas Hendra. Akhirnya, ada yang mau menikahiku juga.Keluarga Mas Hendra yang datang adalah Ibu, ayah, adik, Om, Tante dan Mas Hendra sendiri. Mereka menggunakan tiga mobil. Mas Hendra anak orang kaya."Langsung saja ya, Bu. Kedatangan kami kemari selain bersilaturahmi, juga ada maksud tertentu," Om Pandu, Omnya Mas Hendra membuka acara."Kakak saya ini," dia menunjuk bapak dan ibunya Mas Hendra. "Mereka ingin melamar putri Ibu, yaitu Rita untuk anak lelakinya yaitu Hendra. Apabila Ibu berkenan, tolong ...""Mamaa,"Kayla berjalan memasuki ruang tamu. Sambil membawa boneka kesayangannya, Kayla dengan wajah mengantuk menghampiri aku dan menyandarkan kepala di lenganku. Netraku seketika melebar. Apa apaan ini Kayla?Semua tamu terdiam. Mereka menatap Kayla yang tanpa dosa bersandar di lenganku."Mama?" Ibunya Mas Hendra mengulangi kata Kayla."B_bukan!" Kepalaku menggeleng berkali-kali. "D_dia adik saya," aku melihat ibu, berharap beliau akan mengatakan sepatah kata untuk memperkuat omonganku. Nyatanya Ibu diam saja."Bukan, ini mamaku. Mama jangan bohong!" Cerocos Kayla membuat mukaku merah padam."Kayla!" Aku melotot. Ingin kuremas mulutnya!ANAK YANG KUBENCI 22. Gagal Nikah "Huhuhu," Tersedu-sedu aku menangis di atas tempat tidur. Masih mengenakan gaun terbaikku, dua jam sudah aku menangis meratapi nasib. Duduk menekuk lutut, wajahku menelungkup. Sedih tak terkira. Lamaran yang kunantikan, riasan wajah cantik yang kupersiapkan semuanya sia-sia. Mas Hendra dan keluarganya membatalkan lamaran. Seolah langit runtuh di atas kepalaku, lututku lemas tak mampu menyangga saat keluarga Mas Hendra balik kanan dan keluar dari rumahku. Mereka tidak jadi melamar dan aku gagal menikah dengan pacarku itu, huhuhu. "Mas Hendra, Mas Hendra, tolong jangan begitu," kataku gugup sembari mengejar lelaki yang katanya mencintaiku itu. Mas Hendra menghentikan langkah, dia berhadapan denganku. "Mas, tolong mengertilah, aku juga tidak menginginkan anak itu! Kalau kita menikah nanti, dia juga tidak akan tinggal bersama kita. Anak itu akan tetap tinggal bersama neneknya," ujarku memelas. "Maaf Rita, aku dan keluargaku sudah kecewa sama kamu.
ANAK YANG KUBENCI 33. Kebebasan"Rita, kamu hamil?""E_enggak, enggak!" Aku menggeleng kuat. Dadaku tiba-tiba bergerak naik turun, detak jantung seakan terdengar ke luar dada. Ketakutan mencekik hingga tubuhku bergetar hebat. Bapak mendorong tubuh ini hingga terduduk di kasur. Tanganku gemetar, bibirku bergetar tidak karuan. Bagaimana bisa orang tuaku tahu, padahal aku sudah menyembunyikan perut buncit ini dengan korset yang ketat dan baju gombrang?Ibu memegang perutku yang keras, kemudian beliau terpekik! "Benar kamu hamil!" "Pak, dia hamil!" Ibuku syok, beliau menangis sembari menutup mulutnya. Bapak tertegun diam menatapku. Aku hanya bisa menangis dengan menutup wajah. Mampus lah aku sekarang! Kehamilanku terbongkar! "Buka bajunya, Bu!" "Jangan!" Jeritku. Aku takut banget, bapak akan menghajarku nanti. "Cepat!" Ibu menarik paksa sweaterku hingga terangkat. Blah! Perut buncit yang tertutup Korset ketat segera terlihat. Aku menangis meraung. Tubuhku melorot ke lantai, tak ta
ANAK YANG KUBENCI 4Nyusahin Aja "Ta, aku mau tanya, tapi jangan marah, ya?' Latifah, teman kostku bertanya. Kulihat dia sekilas, lalu mengangguk. Latifah ini dulu temanku saat SMA tapi beda jurusan dan beda kelas. Tinggalnya masih satu kecamatan sama aku, beda desa saja. "Dulu waktu kamu hamil, kenapa tidak digugurin aja?" Tanya Latifah hati-hati. Ini pertanyaan sensitif, dan Latifah baru berani bertanya setelah sekian tahun. "Terlambat," jawabku santai, tanganku tetap nguprek HP. "Maksudnya?" Ck! Gitu aja nggak ngerti, Latifah ini nggak pernah berubah dari dulu begonya. "Orang tuaku baru tahu aku hamil setelah enam bulan. Selama itu, aku sendiri bingung mau ngapain. Kalau sekarang sih gampang, banyak orang jualan obat telat mens di online," aku tertawa kecil,Latifah juga. "Kamu nyesel nggak sih, Ta?" "Nggak!" Jawabku cepat. Aku pindah naik ke kasur. Duduk bersandar di dinding dengan menekuk kedua lutut. "Buat apa menyesal, nangis darah pun semuanya sudah terjadi," suaraku
ANAK YANG KUBENCI 5Pulang Kampung Setelah tiga tahun bekerja, aku mengambil cuti tahunan. Tadinya, aku hanya pulang kalau lebaran saja. Kali ini aku mengambil jatah cuti selama dua Minggu, akan kugunakan untuk pulang kampung. Sebenarnya, aku punya tujuan tersendiri di balik kepulanganku ini. Aku merasa sudah sukses sekarang. Penampilanku berbeda dengan Rita yang dulu. Kulitku kini putih, wajahku mulus dan glowing. Pakaian, sepatu, sendal, tas, jam tangan dan ponselku semuanya baru dan terkini. Apalagi ponselku ini, yang kubeli dengan harga di atas 5 jeti! Ini adalah lambang keberhasilanku! Akan kutunjukkan pada orang kampung yang dulu suka mengolok-olok aku, kalau sekarang mereka semua nggak ada apa-apanya! Cuma mulut sampah! Kubungkam mulut nyinyir kalian dengan uangku! "Eh, Mbak Rita, pulang kapan?" Bu Gofur, tetangga samping rumah menyapa saat aku melihat-lihat kebun sayur ibuku. "Kemarin sore, Bu," jawabku tersenyum. Bu Gofur melihat gelang emas di tanganku. Hmm kesempatan
ANAK YANG KUBENCI 6Anak yang baik Huh, bosen klumbrak klumbruk di rumah. Mana di kampung, sepi. Beda dengan Jakarta, selalu ramai setiap hari. Kalau libur aku jalan-jalan ke mall, belanja, atau nggak nonton bioskop, atau nggak berenang. Kangen sama temen-temen.Pagi ini aku bangun agak siang karena semalam chat-chatan sama temenku sampai larut malam. Cutiku masih seminggu lagi, tapi aku tidak akan menghabiskan di sini, paling dua hari lagi aku balik ke Jakarta. Keluar rumah, aku duduk di teras. Ibu tidak ada, kalau Kayla mungkin sekolah. Anak sialan itu sudah kelas empat SD. Nggak terasa, cepat besar dia. Wajahnya lebih mirip Richard dari pada aku. Kulit putihnya, garis wajahnya bila tersenyum, hidung, bibir, mata, semuanya mirip bapaknya. Hanya rambut dan alis matanya yang tebal, mirip denganku. Masih untung cantik, kalau jelek udah aku buang ke laut tu anak. Mau ngapain ya? Sekarang kok, aku merasa asing di rumahku sendiri. Saat mau kembali masuk rumah, seseorang memanggilku. "
ANAK YANG KUBENCI 7Dimarahin Embah "Ibu pergi dulu, Rita," Memakai seragam ngaji, Ibu berpamitan padaku. Hari ini Kamis pasaran Pahing jatahnya Ibu mengaji kampung. "Iya, hati-hati, Bu," Masih jam setengah dua siang. Aku yang tidak terbiasa tidur siang merasa bosan bermain HP melulu. "Assalamualaikum," Kudengar suara Kayla mengucap salam, anak itu baru pulang sekolah rupanya. Kulihat jam lagi di HP, jam dua kurang sepuluh. Aku bergegas keluar kamar. Kayla sedang mengambil minum. "Heh! Jam segini baru pulang, dari mana?" Tanyaku. "Dari sekolah," gadis kecil berseragam SD itu menjawab. Satu gelas penuh air putih dia teguk sampai tandas. Wajah Kayla berkeringat seperti habis berolahraga. "Pasti kamu habis main, anak SD itu pulangnya jam satu. Ini sudah jam dua!" Mataku mendelik. Anak bandel ini pasti habis bermain dan menghabiskan uang saku dari embahnya. "Beneran pulang sekolah, Mah, kan sekolahnya lumayan jauh, Kayla jalan kaki," jawabnya sembari mengusap keringat di dahiny
ANAK YANG KUBENCI 8ARIA"Rita, selamat ya, sudah diangkat jadi Supervisor," kata Mbak Ratih, mantan supervisor-ku. "Sama-sama, Mbak. Kalau bukan rekomendasi dari Mbak Ratih, aku juga masih Jahit kerah, hehehe," Senangnya aku sudah dinaikkan jabatan menjadi supervisor. Tanggung jawabnya lebih besar karena membawahi line. Gapapa lah, yang penting sebanding dengan gajinya. Aku semakin yakin, bahwa semakin jauh dari Kayla, keberuntunganku semakin mendekat. Sekarang aku diangkat jadi Supervisor, gajiku naik hingga aku bisa pindah ke kos-kosan yang tergolong mewah. Coba masih di kampung, bakalan jadi tukang derep di sawah aku. Kayla memang pembawa sial. Lebih baik, aku jauh-jauh darinya. **Hari ini, kami para supervisor dipanggil untuk meeting oleh manager produksi. Mereka bilang ada buyer yang mau inspeksi. Kebetulan, yang mengerjakan pesanan tersebut termasuk line yang aku kepalai. "Rita, sampai mana progres-nya?" Pak Amir, kepala produksi bertanya padaku. "40 persen sudah di
ANAK YANG KUBENCI 9Jatuh Cinta Lagi?Keluar dari mobil, aku berlari kecil menerjang rintik hujan. Memasuki pagar, aku merasa mobil Aria belum bergerak. Tak sengaja, aku menoleh ke belakang. Benar, mobilnya masih diam di sana. Nunggu apa, sih? Atau dia sedang mengawasiku?"Sampai malam, Rit?" Wina, teman sebelah kamarku menyapa, di tangannya membawa semangkuk mie instan rebus yang masih mengepul. "Eh, iya, tadi mampir dulu ke supermarket terus kehujanan," jawabku sambil tengak-tengok ke jalan. Untung saja sudah pergi mobilnya. Males aku kalau ditanya-tanya sama Wina. Dia itu kepo. Menaruh belanjaan di meja, aku duduk di tepi tempat tidur. Kok rasanya berdebar dan gugup begini sih? Padahal aku sudah bukan anak muda lagi. Bibirku senyum sendiri. Apa karena sudah lama aku tidak bergaul dengan laki-laki? Maksudku jatuh cinta lagi gitu ... hmm.Jujur saja, selama tinggal di Jakarta aku belum pernah mempunyai teman dekat. Semua teman biasa aja, kalau jalan juga ramai-ramai. Aku sendiri ju