ANAK YANG KUBENCI 40End episodeKayla Anakku "Mas, aku ingin bicara ..." Kataku saat hanya berdua saja di kamar bersama Mas Aria. Suamiku mengenakan kaosnya kemudian berjalan ke depan cermin yang menempel di dinding depan meja rias. Mas Aria menyisir rambutnya yang basah. Kebetulan Suamiku habis mandi. Dia kalau mandi malam soalnya pulang kerja juga malam. Sehabis Isya."Ngomong apa?" Mas Aria duduk bersandar di tempat tidur, di sebelahku. Aku memiringkan tubuh, salah satu tangan menyangga kepalaku sehingga aku bisa melihat wajah Mas Aria lebih dekat. Masih ganteng dan gagah di usianya yang setahun lagi menginjak 40."Tentang ...," Berhenti dulu sebab aku merasa sedikit sungkan. "Apa sih?" Mas Aria mengambilnya ponselnya dan mulai mengusap usap layarnya. Sempat terpikir untuk tidak jadi ngomong tapi, ini penting demi hubunganku dengan Mas Aria ke depannya. "Tentang bayi tabung, Mas," kataku akhirnya. Mas Aria tidak bereaksi, tetap sibuk dengan ponselnya. Aku menunggu. "Kenapa d
ANAK YANG KUBENCI 11. Pembawa Sial"Mama ....""APA?!" Suaraku menggelegar saat menyahut panggilan bocah kecil di sampingku. Bocah itu terkesiap karena kaget. Tapi dia tidak mundur, tetap berdiri di sampingku. "Jangan panggil Mama! Bandel banget sih?!" Kataku gusar. Sengaja aku melotot selebar-lebarnya mataku agar dia takut. "Ada apa, Rita? Jangan berteriak pada anak kecil," Perempuan tua berambut putih keluar dari kamar, itu ibuku. Beliau mendatangi kami. "Keyla, jangan ganggu Mamamu, ayo, sama Mbah."Ibu menggandeng gadis kecil bernama Keyla itu menjauh dariku. Aku melirik jahat. Kuteruskan browsing dengan ponselku. Aku ini sedang mencari pekerjaan. Semua perusahaan yang buka lowongan online aku singgahi. Sayangnya, hanya sedikit lowongan untuk lulusan SMA. Apalagi dengan ijazah kejar paket C seperti milikku. Bikin kesel!Pandanganku melayang pada Ibu dan Kayla di sebelah sana. Ibu duduk di amben kayu beralaskan kasur tikar tipis berwarna biru. Kayla kecil berdiri di depannya
ANAK YANG KUBENCI 22. Gagal Nikah "Huhuhu," Tersedu-sedu aku menangis di atas tempat tidur. Masih mengenakan gaun terbaikku, dua jam sudah aku menangis meratapi nasib. Duduk menekuk lutut, wajahku menelungkup. Sedih tak terkira. Lamaran yang kunantikan, riasan wajah cantik yang kupersiapkan semuanya sia-sia. Mas Hendra dan keluarganya membatalkan lamaran. Seolah langit runtuh di atas kepalaku, lututku lemas tak mampu menyangga saat keluarga Mas Hendra balik kanan dan keluar dari rumahku. Mereka tidak jadi melamar dan aku gagal menikah dengan pacarku itu, huhuhu. "Mas Hendra, Mas Hendra, tolong jangan begitu," kataku gugup sembari mengejar lelaki yang katanya mencintaiku itu. Mas Hendra menghentikan langkah, dia berhadapan denganku. "Mas, tolong mengertilah, aku juga tidak menginginkan anak itu! Kalau kita menikah nanti, dia juga tidak akan tinggal bersama kita. Anak itu akan tetap tinggal bersama neneknya," ujarku memelas. "Maaf Rita, aku dan keluargaku sudah kecewa sama kamu.
ANAK YANG KUBENCI 33. Kebebasan"Rita, kamu hamil?""E_enggak, enggak!" Aku menggeleng kuat. Dadaku tiba-tiba bergerak naik turun, detak jantung seakan terdengar ke luar dada. Ketakutan mencekik hingga tubuhku bergetar hebat. Bapak mendorong tubuh ini hingga terduduk di kasur. Tanganku gemetar, bibirku bergetar tidak karuan. Bagaimana bisa orang tuaku tahu, padahal aku sudah menyembunyikan perut buncit ini dengan korset yang ketat dan baju gombrang?Ibu memegang perutku yang keras, kemudian beliau terpekik! "Benar kamu hamil!" "Pak, dia hamil!" Ibuku syok, beliau menangis sembari menutup mulutnya. Bapak tertegun diam menatapku. Aku hanya bisa menangis dengan menutup wajah. Mampus lah aku sekarang! Kehamilanku terbongkar! "Buka bajunya, Bu!" "Jangan!" Jeritku. Aku takut banget, bapak akan menghajarku nanti. "Cepat!" Ibu menarik paksa sweaterku hingga terangkat. Blah! Perut buncit yang tertutup Korset ketat segera terlihat. Aku menangis meraung. Tubuhku melorot ke lantai, tak ta
ANAK YANG KUBENCI 4Nyusahin Aja "Ta, aku mau tanya, tapi jangan marah, ya?' Latifah, teman kostku bertanya. Kulihat dia sekilas, lalu mengangguk. Latifah ini dulu temanku saat SMA tapi beda jurusan dan beda kelas. Tinggalnya masih satu kecamatan sama aku, beda desa saja. "Dulu waktu kamu hamil, kenapa tidak digugurin aja?" Tanya Latifah hati-hati. Ini pertanyaan sensitif, dan Latifah baru berani bertanya setelah sekian tahun. "Terlambat," jawabku santai, tanganku tetap nguprek HP. "Maksudnya?" Ck! Gitu aja nggak ngerti, Latifah ini nggak pernah berubah dari dulu begonya. "Orang tuaku baru tahu aku hamil setelah enam bulan. Selama itu, aku sendiri bingung mau ngapain. Kalau sekarang sih gampang, banyak orang jualan obat telat mens di online," aku tertawa kecil,Latifah juga. "Kamu nyesel nggak sih, Ta?" "Nggak!" Jawabku cepat. Aku pindah naik ke kasur. Duduk bersandar di dinding dengan menekuk kedua lutut. "Buat apa menyesal, nangis darah pun semuanya sudah terjadi," suaraku
ANAK YANG KUBENCI 5Pulang Kampung Setelah tiga tahun bekerja, aku mengambil cuti tahunan. Tadinya, aku hanya pulang kalau lebaran saja. Kali ini aku mengambil jatah cuti selama dua Minggu, akan kugunakan untuk pulang kampung. Sebenarnya, aku punya tujuan tersendiri di balik kepulanganku ini. Aku merasa sudah sukses sekarang. Penampilanku berbeda dengan Rita yang dulu. Kulitku kini putih, wajahku mulus dan glowing. Pakaian, sepatu, sendal, tas, jam tangan dan ponselku semuanya baru dan terkini. Apalagi ponselku ini, yang kubeli dengan harga di atas 5 jeti! Ini adalah lambang keberhasilanku! Akan kutunjukkan pada orang kampung yang dulu suka mengolok-olok aku, kalau sekarang mereka semua nggak ada apa-apanya! Cuma mulut sampah! Kubungkam mulut nyinyir kalian dengan uangku! "Eh, Mbak Rita, pulang kapan?" Bu Gofur, tetangga samping rumah menyapa saat aku melihat-lihat kebun sayur ibuku. "Kemarin sore, Bu," jawabku tersenyum. Bu Gofur melihat gelang emas di tanganku. Hmm kesempatan
ANAK YANG KUBENCI 6Anak yang baik Huh, bosen klumbrak klumbruk di rumah. Mana di kampung, sepi. Beda dengan Jakarta, selalu ramai setiap hari. Kalau libur aku jalan-jalan ke mall, belanja, atau nggak nonton bioskop, atau nggak berenang. Kangen sama temen-temen.Pagi ini aku bangun agak siang karena semalam chat-chatan sama temenku sampai larut malam. Cutiku masih seminggu lagi, tapi aku tidak akan menghabiskan di sini, paling dua hari lagi aku balik ke Jakarta. Keluar rumah, aku duduk di teras. Ibu tidak ada, kalau Kayla mungkin sekolah. Anak sialan itu sudah kelas empat SD. Nggak terasa, cepat besar dia. Wajahnya lebih mirip Richard dari pada aku. Kulit putihnya, garis wajahnya bila tersenyum, hidung, bibir, mata, semuanya mirip bapaknya. Hanya rambut dan alis matanya yang tebal, mirip denganku. Masih untung cantik, kalau jelek udah aku buang ke laut tu anak. Mau ngapain ya? Sekarang kok, aku merasa asing di rumahku sendiri. Saat mau kembali masuk rumah, seseorang memanggilku. "
ANAK YANG KUBENCI 7Dimarahin Embah "Ibu pergi dulu, Rita," Memakai seragam ngaji, Ibu berpamitan padaku. Hari ini Kamis pasaran Pahing jatahnya Ibu mengaji kampung. "Iya, hati-hati, Bu," Masih jam setengah dua siang. Aku yang tidak terbiasa tidur siang merasa bosan bermain HP melulu. "Assalamualaikum," Kudengar suara Kayla mengucap salam, anak itu baru pulang sekolah rupanya. Kulihat jam lagi di HP, jam dua kurang sepuluh. Aku bergegas keluar kamar. Kayla sedang mengambil minum. "Heh! Jam segini baru pulang, dari mana?" Tanyaku. "Dari sekolah," gadis kecil berseragam SD itu menjawab. Satu gelas penuh air putih dia teguk sampai tandas. Wajah Kayla berkeringat seperti habis berolahraga. "Pasti kamu habis main, anak SD itu pulangnya jam satu. Ini sudah jam dua!" Mataku mendelik. Anak bandel ini pasti habis bermain dan menghabiskan uang saku dari embahnya. "Beneran pulang sekolah, Mah, kan sekolahnya lumayan jauh, Kayla jalan kaki," jawabnya sembari mengusap keringat di dahiny