"Padahal itu rencana bagus loh, Mas. Tapi ya sudah deh," Hilda membenamkan wajahnya di dada bidang sang suami.
Pria itu hanya terkekeh lalu mengecup puncak kepala istrinya berkali-kali.Satu minggu kemudian.Whindy sedang mengajak anaknya mengobrol. Dia bersama anak dan suaminya sedang berada di dalam mobil, karena hari ini keadaan Whindy sudah membaik, oleh sebab itu dia sudah di perbolehkan pulang dari rumah sakit."Mas... kenapa fokus terus dengan ipad. Sekali-kali ajak anak kita ngobrol. Atau di gendong saja, walaupun sebentar, pasti dia akan sangat senang," jelas Whindy menatap ke arah suaminya."Sebenarnya kamu itu bisa diam atau tidak, Whindy. Kamu jangan mengganggu konsentrasi aku yang sedang bekerja dong," Evan menatap tajam ke arah istrinya."Bekerjanya kan bisa di lanjut nanti saja di rumah, Mas," Whindy sangat berharap suaminya akan menyetujui permintaannya itu."Semenjak kamu melahirkan anak cacat itu, kenapa kamu menjadi banyak bicara dan melarang aku untuk bekerja? Jangan membuat ku melakukan hal yang tidak kamu inginkan, diam lah dan urus amak cacat itu," Evan benar-benar sudah tidak tahan lagi dengan perkataan istrinya yang membuat dirinya sangat tidak nyaman dan terusik.Wanita itu terdiam lalu menatap anaknya yang sedang tersenyum. Dia memeluk anaknya erat lalu menangis dalam diam.Wanita itu merasa bayinya menggenggam erat jari nya."Setiap Mas Evan menghina nya, anakku selalu menggenggam jariku sangat erat. Apa ini tandanya anakku sangat sedih karena Papa nya tidak mengakui nya sebagai anak, malah menghina keistimewaan yang dia miliki," batin Whindy."Lagi-lagi Mas menghina bayi yang tidak berdosa ini. Apa salah bayi ini, Mas? Kenapa Mas suka sekali menghina nya, ingat lah satu hal, dia anak kandung Mas, darah daging Mas, buah hati kita berdua, hasil cinta kita, Mas," Whindy menatap suaminya dengan kedua mata yang mengeluarkan air dengan sangat deras."Kamu ingin tau salah bayi itu apa kepadaku? Salahnya dia itu terlahir cacat. Aku tidak perduli dia darah dagingku atau tidak, intinya aku tidak akan mengakuinya sebagai anakku!," bentak Evan.Jleb!Hati Whindy sangat hancur mendengarkan Evan yang secara langsung tidak ingin mengakui bayinya sebagai anak kandungnya. Perkataan Evan tentu saja di dengan oleh kedua Bodyguard yang sedang duduk di depan bagian pengemudi dan di sebelah kiri pengemudi."Owek... owek," bayi itu menangis.Seolah-olah memberitahu kepada Mama nya jika dia merasa sangat sedih. Wanita itu menenangkan anaknya dengan cara menyusui nya, dan bayi itu langsung berhenti menangis."Astagfirullahaladzim, kenapa Tuan Evan sangat kejam. Kenapa dia tidak ingin menganggap anaknya, padahal anak adalah anugrah dari Allah," batin Bodyguard yang sedang menyetir mobil.Tidak membutuhkan waktu lama mereka sudah sampai di rumah kediaman keluarga Avalon. Bodyguard langsung membukakan pintu mobil untuk majikan nya."Tutupi wajah anak cacat itu. Jangan sampai ada yang melihat nya, menurut lah! Awas jika membantah perintahku," Evan menatap tajam ke arah Whindy.Pria itu keluar dari mobil terlebih dahulu lalu berjalan ke arah pintu utama, wanita itu meninggalkan istrinya yang masih berada di dalam mobil. Dia menghapus air matanya lalu keluar dari mobil secara perlahan sembari menutup wajah buah hatinya itu."Maaf ya, Sayang. Mama terpaksa, supaya Papa kamu tidak melukai mu," bisik Whindy di telinga buah hatinya."Nyonya... saya saja yang akan mengantarkan barang-barang nya ke kamar Nyonya," ucap Bodyguard yang tadi menyetir mobil."Terima kasih ya," Whindy berusaha tersenyum kepada Bodyguard itu."Jangan berterima kasih, Nyonya. Ini sudah menjadi kewajiban saya," Bodyguard itu melepas jas nya lalu menjadikan payung untuk menutupi Whindy dan bayinya."Ayo, Nyonya. Jarak pintu utama dari halaman lumayan jauh. Kasihan bayi imut itu jika harus kepanasan," Bodyguard itu menatap sendu kepada bayi yang di tutupi oleh Whindy.Wanita itu sangat senang karena ada yang perduli dengan anaknya. Lalu dia mengangguk dan mereka mulai jalan ke arah pintu utama.Mereka pun sampai di depan pintu utama, Bodyguard itu memakai kembali jas nya ke tubuh kekarnya."Terima kasih," ucap Whindy sembari tersenyum kepada Bodyguard itu.Sungguh, Bodyguard itu rasanya ingin melayang saat melihat senyuman istri bos nya itu."Ternyata wajah asli Nyonya Whindy saat tidak memakai riasan wajah nya sangat cantik. Kecantikan nya sangat-sangat alami," batin Bodyguard itu memuji Whindy."Sama-sama, Nyonya. Saya permisi untuk mengambil barang-barang anda," pamit Bodyguard menunduk hormat lalu pergi dari hadapan Whindy.Wanita itu membuka kain yang menutupi wajah anaknya itu. Dia merasa sangat bersalah saat melihat deru nafas anaknya sangat cepat, bayi itu seperti sesak nafas gara-gara di tutupi wajahnya dengan kain."Maafkan Mama ya, Sayang. Mama terpaksa melakukan ini supaya kamu tidak di lukai oleh Papamu, Nak," Whindy mengecup seluruh wajah anaknya dengan pelan.Bayi itu mulai bernafas seperti biasa lagi. Whindy merasa sangat lega lalu masuk ke dalam rumah, setelah sampai di ruang tengah, dia melihat Mommy mertuanya dan Adik iparnya sedang duduk santai di sofa sembari menonton tv."Mommy... lihatlah siapa yang datang," ucap Bianca menatap sinis ke arah Whindy.Hilda menatap malas ke arah menantunya itu."Kenapa kamu diam di situ? Cepat pergi dari hadapan saya, bawa anak cacat itu menjauh dari kami " pinta Hilda.Whindy sudah mengerti jika seluruh anggota keluarga Avalon tidak sudi menerima anaknya. Wanita itu berusaha untuk sabar dan menerima semua perlakuan mereka kepada dirinya, asal bagi dirinya, mereka tidak akan melukai buah hatinya itu."Maaf, Mom," ucap Whindy lalu berjalan ke arah anak tangga.Wanita itu menaiki anak tangga secara perlahan. Sedangkan Hilda dan Bianca melanjutkan aktivitas menonton tv nya."Mom.. kenapa Kak Whindy membawa anak cacat itu untuk tinggal di sini sih. Apa Mommy tidak malu dan tidak takut reputasi keluarga kita akan hancur?" tanya Bianca."Kamu tenang saja, Sayang, reputasi keluarga kita tidak akan hancur. Karena Daddy mu akan melarang Kakak ipar mu itu keluar rumah dengan bayi cacat itu. Jika di rumah kita sedang ada tamu, Kakak iparmu tidak akan membawa anaknya itu keluar kamar, jadi kamu tenang saja ya, Sayang," jelas Hilda."Sungguh? Astaga itu rencana yang sangat-sangat bagus, Mommy " Jawab Bianca."Maka dari itu. Kamu jangan merasa khawatir, kamu fokus saja dengan kuliah kamu," pinta Hilda."Siap, Mommy," Bianca memberi hormat kepada Mommy nya.Wanita tua itu tersenyum lalu mereka kembali fokus ke layar tv. Whindy sudah sampai di lantai dua, dia berjalan ke arah kamar khusus anaknya yang sudah di siapkan dirinya dan suami nya saat anaknya belum lahir."Ayo kita lihat kamar kamu, Sayang. Walaupun kamu tidak bisa melihat keadaan kamarmu, tapi Mama sangat yakin kamu bisa merasakan di dalam hati kecilmu," ucap Whindy yang berjalan ke arah kamar buah hatinya.Di dalam kamar sudah sangat lengkap dengan ranjang besar, ayunan yang mewah, pakaian yang banyak, dann tema kamar itu juga berwarna biru. Evan dulu sangat semangat menyiapkan dan membeli perlengkapan anaknya yang waktu itu masih berada di dalam perut sang istri, tapi sekarang pria itu berubah sangat drastis."Hanya karena bayi tidak berdosa ini, Mas Evan berubah. Harusnya dia bersyukur masih bisa di beri anak oleh Allah, banyak di luar sana yang menantikan kehadiran seorang anak puluhan tahun," gumam Whindy sembari mengusap-usap kepala buah hatinya.Ceklek.Wanita itu membuka pintu kamar buah hatinya secara perlahan, lalu dia pun masuk ke dalam kamar tersebut. Betapa terkejut nya dia saat melihat keadaan kamar buah hatinya itu.Bersambung.Dia tersenyum saat melihat Andres yang sedang tertidur nyenyak sembari memeluk lembut buah hatinya."Tuan Andres pasti merasa sangat lelah. Seharian menjalankan tugas dan menemaniku berbelanja untuk keperluan anakku," gumam Whindy sembari berjalan ke arah kasur busa.Karena anaknya tidak tidur di ayunan. Melainkan di kasur busa."Tuan Andres..." Whindy menepuk pelan lengan kekar pria itu.Beberapa detik kemudian, Andres membuka matanya. Lalu pria itu menatap ke arah Whindy."Astagfirullahaladzim," ucap Andre dengan raut wajah terkejutnya lalu mengubah posisi tiduran nya menjadi berdiri."Maafkan saya, Nyonya Whindy. Saya ketiduran saat menjaga baby boy," Andres menundukkan kepalanya, karena merasa sangat bersalah kepada istri majikan nya itu."Anda tidak salah, Tuan Andres. Saya yang harusnya minta maaf kepada anda, maafkan saya karena sudah membuat anda menunggu lama," ucap Windy merasa tidak enak hati kepada pria di hadapan nya yang masih menundukkan tubuhnya."Tidak, Nyonya. Ini bu
"Benar yang di katakan suami saya, Pak Ergan. Ini memang sudah menjadi tradisi, anda tidak perlu merasa tidak enak hati kepada menantu kami," lanjut Hilda.Ergan merasa aneh dengan apa yang di katakan suami istri itu. Tapi dia hanya mengangguk saja, karena untuk menghormati tradisi di keluarga Avalon saja."Baiklah. Saya ingin lauk sayuran dan tempe goreng saja, Nyonya Whindy," ucap Ergan."Ini ada ayam goreng dan ayam bakar loh, Pak Ergan. Kenapa anda meminta tempe goreng," Hilda merasa heran kepada pria itu."Saya lebih suka tempe goreng, ketimbang ayam goreng ataupun ayam bakar, Nyonya Hilda. Karena saya sudah merasa bosan dengan ayam," jelas Ergan sembari tersenyum kepada Hilda.Wanita tua itu hanya mengangguk saja. Sedangkan Whindy mulai mengambilkan lauk yang di minta oleh Ergan. Wanita itu berjalan ke arah Ergan."Ini makanan nya, Pak Ergan. Silahkan di nikmati," ucap Whindy sembari tersenyum dan meletakan makanan nya di depan pria itu."Terima kasih, Nyonya Whindy. Maaf saya m
Setelah sampai di lantai dua, Evan langsung berjalan ke kamarnya. Dia berjalan sedikit cepat.Ceklek.Pria itu membuka pintu kamar sedikit kasar, dia masuk ke dalam kamar dan.Brak!Evan menutup pintunya kencang."Astagfirullahaladzim, Mas Evan. Apa tidak bisa menutup pintunya dengan perlahan saja," ucap Whindy yang merasa sangat terkejut.Wanita itu sedang merias wajahnya di depan cermin meja rias. "Pak Ergan Alaska sudah datang, dia datang bersama aku. Ingat satu hal, awas saja jika kamu menunjukan bayi cacat itu ataupun bercerita tentang nya kepada Pak Ergan, aku tidak akan segan-segan menyakiti anak itu," jelas Evan yang mengancam Whindy lagi.Wanita itu hanya bisa menghela nafas lalu mengangguk."Namun, Mas," Whindy menatap suaminya dari pantulan meja riasnya."Apa?" tanya Evan sembari menaikan sebelah alis nya."Aku tidak mungkin meninggalkan anakku sendirian di kamar. Aku tidak tega," jawab Whindy.Jujur saja dia sangat khawatir jika meninggalkan anaknya sendirian di kamar ana
Andres tersenyum dan merasa sangat terharu. Karena Whindy mendoakan dirinya begitu tulus."Aamiin, Nyonya. Apa ada hal yang bisa saya bantu lagi?" tanya Andres."Tidak ada, semuanya sudah selesai saya bereskan. Terima kasih atas bantuan nya," Whindy tersenyum kepada pria yang berdiri di hadapan nya itu."Baiklah. Jika begitu saya permisi terlebih dahulu," pamit Andres lalu mendekat ke arah Whindy."Sayang... Om pergi dulu ya. Jika kamu merasa kesepian dan membutuhkan teman bermain, pinta Mama mu untuk memanggil Om, nanti kita akan bermain bersama," jelas Andres sembari mengecup gemas pipi bayi itu.Bayi itu menggerakkan tangan nya untuk menjawab perkataan Andres. Whindy sangat terkejut melihat reaksi anaknya."Anak pintar. Jangan rewel ya " ucap Andres lalu berjalan ke arah pintu.Ceklek.Dengan perlahan Andres membuka pintu nya lalu keluar dari kamar. Tidak lupa pria itu menutup pintunya kembali dengan perlahan juga, karena takut bayi itu akan terkejut, jika dia tidak menutup pintuny
Whindy menekankan matanya, dia berusaha menahan sirinya untuk tidak menangis. Andres merasa sangat terkejut mendengarkan perkataan Evan yang begitu kasar kepada Whindy."Kenapa Tuan Evan sangat berubah drastis, dulu dia sangat lembut kepada Nyonya Whindy. Tuan Evan juga sangat mencintai dan menyayangi Nyonya Whindy, apa ini gara-gara bayi tidak berdosa itu," batin Andres bertanya-tanya."Saya permisi ke kamar anak anda terlebih dahulu, Nyonya," pamit Andres."Baiklah," jawab Whindy singkat sembari menganggukkan kepalanya.Andres berjalan ke arah anak tangga lalu mulai menaiki anak tangga sedikit cepat. Sedangkan Whindy masih di tatap tajam oleh suaminya."Dia pasti sengaja pergi lama, Evan. Karena dia muak dengan kita," Hilda sengaja berbicara seperti itu.Evan menghela nafasnya lalu berdiri dari duduknya. Dia berjalan ke arah istrinya."Nanti malam rekan bisnis ku akan ke sini, dia itu pria yang sangat-sangat sukses, terkaya juga di kalangan pembisnis, dia ke sini karena ingin menjen
Bodyguard itu mulai menjalankan mobilnya ke arah rumah keluarga Avalon."Saya yang seharusnya minta maaf kepada anda, Nyonya. Saya sudah lancang memangil anda sayang dan dan mengaku-ngaku jika anda adalah istri saya di hadapan kedua satpam itu, saya mengerti Nyonya tidak nyaman," ucap Bodyguard itu menatap sekilas ke arah Whindy.Wanita itu tersenyum menatap pria yang sedang fokus menyetir itu."Jika saya merasa tidak nyaman. Pasti saya sudah mengatakan nya dari tadi, terima kasih, sudah membantu saya dan melindungi anak saya," Whindy menatap ke arah anaknya yang sedang tidur.Karena dia mendengar dengkuran kecil dan nafasnya teratur. Pria itu terkejut lalu dia melihat sekilas ke arah Whindy dan bayi itu, di usap lembut kaki bayi itu oleh Bodyguard."Apa Tuan muda sedang tidur, Nyonya? Dia anteng sekali, saat di tinggal anda berbelanja, dia juga sagat anteng, tidak rewel, saya sangat senang mengajaknya mengobrol," jelas Bodyguard tersenyum menatap ke arah jalanan."Benarkah? Syukurlah