Share

BAB 7

Hari ini aku sengaja mencari gaun yang akan kukenakan di acara pesta pernikahan salah satu temanku. Aku bertemu dengan Gina saat sama-sama merintis usaha kuliner beberapa tahun lalu. Kebetulan kami mengikuti pelatihan salah satu motivator bisnis kuliner yang diadakan di salah satu hotel cukup terkenal. Dari sanalah hubungan baik kami terjalin hingga kini, saat usaha kebab fenomenalnya memiliki puluhan cabang di kota ini.

Kuparkirkan mobil di halaman depan butik langgananku ini. Selain harganya yang pas di kantong, aku cukup suka dengan rancangan gaun pemilik butik ini. Saking seringnya aku mempercayakan gaunku disini, pemiliknya—Mba Dena, sampai kenal baik denganku. 

Aku tak tahu apakah itu bentuk keramahan pemilik butik pada customernya. Yang jelas aku nyaman berkonsultasi mengenai rancangan yang kuinginkan. 

"Hai, sendirian? Mana bodyguard kesayanganku itu?" Mba Dena mencium pipiku kanan kiri sambil meledekku dengan membahas Satya setiap pertemuan kami yang tanpa diikuti lelaki itu. Aku tersenyum sambil memajukan bibirku. 

"Biasanya kaya up*l, nempel terus." 

Aku tergidik dengan perumpaan yang dipakai oleh wanita tinggi semampai itu. Tubuhnya yang proporsional dengan wajah oriental membuat wanita ini terlihat begitu memikat. 

"Apaan sih, kenapa mesti memakai kata up*l coba? Jorok Mba Dena!" Aku meninju pelan lengannya. Kudengar tawa renyah wanita itu. Tak lama aku diajak masuk ke ruangan kerjanya yang berada di lantai dua butik miliknya. 

Kagumku bertambah melihat bangunan lantai dua yang direnovasi belum lama. Bagian belakang diperluas dengan memanfaatkan sisa tanah yang ada. Mba Dena benar-benar tak main-main memajukan bisnisnya ini. Beruntung semua ide dan keinginan wanita itu didukung pula oleh keluarganya, terutama sang suami, pemilik beberapa counter handphone terkemuka di kota ini. 

"Mba. Gila ini, habis berapa renovasi beginian?" tanyaku yang masih terheran. Wanita itu tersenyum simpul menanggapi pertanyaanku. 

"Nggak banyak. Cukuplah, daripada duit lakiku diambil semua sama gund*knya, mending kumanfaatkan dulu buat jaga-jaga. Misalnya memperbesar butik seperti ini, Ndu." 

Aku makin tercengang dengan jawaban wanita itu. Kupastikan apa yang kudengar barusan bukan kekeliruan.

"Kenapa kaget? Wajarlah namanya lelaki. Usaha maju, istri mandiri, anak-anak sehat dan pintar , keluarga bahagia. Ehh.. Ada aja blangsaknya. Namanya cobaan hidup, pasti tiap orang punya kan, Ndu?" ucap Mba Dena mengambil beberapa contoh gambar pakaian yang akan kupesan. Sesaat kemudian dia memberikannya padaku yang masih bergeming di tempatku berdiri. 

"Nggak usah kaget. Dah cepet milih mau yang gimana modelnya. Bahan brokat prancis 'kan?" 

Aku mengangguk karena bahan sudah kutentukan jauh-jauh hari. Untuk model memang kuserahkan sesuai rancangan Mba Dena. Aku sudah terlanjur jatuh cinta dengan seluruh rancangan yang dibuatnya. 

"Yang ini, Mba. Cuma bagian bagian dada jangan terlalu diekspos. Toh nanti kututup dengan pasminaku." Aku menunjuk model yang mencuri perhatianku. Mba Dena mengangguk dan menandai pesananku.

"Mba, yang tadi serius?" tanyaku. Wanita itu melipat dahinya sebelum tertawa jenaka. 

"Serius. Mas Anton main gila sama salah satu pegawai di counter. Awalnya dia main rapi, entah berapa lama aku kecolongan. Yang jelas suatu ketika ponsel yang biasa dia gunakan itu tertinggal, akhirnya aku bisa melihat semuanya. Tahu apa yang kurasakan saat itu? Aku merasa jadi wanita paling tolol sedunia. 

Bisa-bisanya mereka sudah menikah, si sund*l itu bahkan sedang hamil sekarang. Dan yang lebih bikin sakit hatiku berlipat-lipat, pernikahan mereka disaksikan oleh keluarga besar Mas Anton. Selama ini mereka tahu dan membiarkan perselingkuhan Mas Anton. 

Tahu alasannya apa? Mereka bilang aku tak cakap mengurus suami. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaan. Lalu apakah mereka lupa, darimana Mas Anton mendapatkan modal hingga usahanya sebesar ini? Keringatkulah yang dipakai, Rindu. 

Ish, kalau ingat itu semua rasanya aku ingin meninju ibu mertuaku yang entah dimana otaknya diletakan sekarang. Kesal aku sama mereka. Minta cerai sekarang ya aku sayang dong, hartanya belum kukuras semuanya. Enak saja, lagi kere aku yang ikut banting tulang, giliran kaya raya aku mau disisihkan. 

Kusabarkan saja dulu,kalau udah dapat banyak baru kulepas. Nggak sudi juga barengan suami sama orang lain. Pikiranku kaya rebutan barang bekas gitu. Ogah!" 

Dadaku mendadak sesak membayangkan menjadi Mba Dena. Kehidupannya yang kulihat begitu mapan dan nyaman, siapa yang tahu kemelut di dalamnya? Bahkan masalah yang dia hadapi bukan hal remeh temeh, ini masalah keutuhan rumah tangganya. Bukan main Mba Dena masih bisa berdiri setegar ini sekarang. 

Apa yang menimpa Mba Dena membuat mataku terbuka lebar. Setiap orang mempunyai masalah, tinggal bagaimana cara kita menghadapi dan berjuang menaklukannya. Sejauh ini Mba Dena berhasil menurutku. 

"Mba Den…" panggil sebuah suara dari depan pintu. Aku yang tengah memangku katalog model kebaya lantas menoleh ke sumber suara. 

Mataku membola memandang siapa sosok wanita yang memanggil Mba Dena dengan begitu akrab. Begitu pun dia, yang bahkan kedua alisnya tersentak bersamaan saat mendapatiku berada di ruangan yang sama dengannya. 

Lututku gemetar dengan kedua telapak tangan yang mendadak berkeringat. Mengapa pertemuan dengan orang-orang dari masa lalu yang ingin kuhilangkan ini begitu tiba-tiba dan beruntun? 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status