Share

Nomor tak dikenal

“Apa-apaan, ini!”

Anara memicingkan mata, mencoba mengumpulkan kesadarannya, saat melihat Bryan berdiri di sisi temoat tidur, dengan wajah merah padam.

“Bry- an?” Anara tampak gugup, dan sedikit bingung. Gadis itu bangkit dan berusaha untuk duduk, tapi kemudia dia sangat terkejut mendapati dirinya dalam keadaan telanjang dan Jordan yang tertidur pulas di sampingnya, juga dalam keadaan tanpa sehelai benang pun.

“Apa, yang terjadi?” ucap Anara terbata. Dia berusaha mengumpulkan pakaiannya yang berserakan di dalam ruangan itu.

“Seharusnya, aku yang bertanya padamu! Kenapa kau lakukan ini padaku, Hah!” Bryan mengguncang tubuh Anara dengan kuat, membuat gadis itu semakin bingung. Jordan yang mendengar ribut-ribut, pun bangun dan tersenyum ke arah Bryan.

“Kau sudah datang! Pacarmu, sangat nikmat kawan!” Ditepuknya pundak Jordan, lalu membungkuk, hendak memungut pakaiannya, saat tinju Bryan melayang padanya.

“Kurang ajar! Kau pengkhianat!” ujar Bryan pada Jordan, dan memukul cowok itu kembali. Tapi kali ini, Jordan tidak tinggal diam, dia membalas Bryan dan perkelahian pun terjadi. Anara menjerit ketakutan. Dengan cepat dia memakai pakaian dan berlari keluar hendak meminta bantuan, saat Bryan menghentikannya.

“Apa kau ingin semua semua orang mengetahui kelakuan bejat mu?” seketika, langkah Anara terhenti mendengar ucapan Bryan barusan.

“Dan kau! Cepat pakai pakaianmu, dan keluar dari sini. Brengsek!” Brian melepaskan cengkeraman nya  pada Jordan, dan mendorong tubuh cowok itu, hingga terjatuh ke lantai. Jordan kemudian memungut baju, dan memakainya dengan cepat lalu pergi dari ruangan itu, tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Setelah Jordan pergi, Anara pergi ke kamar mandi, tanpa menghiraukan Bryan yang memandangnya dengan tatapan yang tak bisa Anara artikan. Di kamar mandi, Anara perlahan membasahi tubuhnya dengar shower, mencoba mengingat rentetan peristiwa yang terjadi sejak tadi malam. Tubuhnya merosot ke lantai, saat mengingat hal keji yang dia lakukan bersama Jordan. Anara merasa dirinya kotor dan hina. Dia menangis tergugu dibawah kucuran air shower.

Entah berapa lama, dia disana, sampai terdengar suara ketukan di pintu. Anara tersadar.

Semalam, aku juga sedang mandi, dan ada ketukan di pintu, persis seperti saat ini.

Anara menyadari ada yang aneh. Tidak mungkin Jordan bisa masuk ke dalam kamar ini, karna dia tidak mengetahui passwordnya. Jika pun Jordan mengetahuinya, satu-satunya orang yang memberitahunya adalah Bryan. Dan bukankah semalam dia dan Bryan sedang bercumbu, saat terdengar bel pintu berbunyi? Setelah itu, seseorang membekapnya, di pintu kamar mandi, lalu dia tak sadarkan diri.

Suara ketukan kembali terdengar. “Anara, apa kau baik-baik saja? Kaluarlah, aku mencemaskanmu!”

“Iya, aku baik-baik saja, jangan khawatir!” Anara menyahut, agar Bryan tidak melakukan hal bodoh, seperti mendobrak pintu, misalnya.

“Baiklah!” terdengar suara langkah menjauh, setelah Bryan selesai mengucapkan kalimat itu.

Apakah ucapan Jordan Benar?

Apakah Bryan benar-benar menjualnya?

Tapi kenapa, Bryan terlihat sangat terkejut melihat dirinya dan Jordan bersama tadi?

Dan kenapa Bryan memukul Jordan, jika memang mereka membuat kesepakatan?

“Arrrgghhhh!” Anara menggeram frustasi. Dia tidak bisa berfikir dengan jernih, saat ini. Bagaimanapun ini sangat membingungkan.

Anara pun berfikir, akan mengikuti permainan Jordan dan Bryan. Dia berencana membongkar kedok kedua orang itu, siapa diantara mereka yang telah mempermainkannya. Setelah membuat keputusan itu, Anara pun keluar dari kamar mandi, dengan tubuh menggigil dan mata sembab.

“Sayang! Kau tak apa-apa?” Bryan menyambutnya dan langsung merengkuh gadis itu ke dalam dekapannya. “Maaf, semalam aku harus ke Kantor polisi, karena David ditahan. Dia mabuk di klub, dan terlibat perkelahian di jalan.” Cowok itu mencium kening Anara, dan menyugar rambutnya yang basah. Membingkai wajah gadis itu, dengan kedua tangannya, dan memandang mata gadis itu lekat.

“Kau marah?” Anara sedikit mengernyit mendengar pertanyaan Bryan. Bukankah, seharusnya Bryan yang marah, karena melihat kekasihnya tidur dengan temannya sendiri?

“Tidak!” Anara melepaskan diri dari dekapan Bryan, “Aku harus memakai pakaian.” Gadis itu beralasan, dan melangkah menuju lemari. Mereka memang sempat membeli beberapa stel pakaian sebelum datang kesini.

Bryan tampak sedikit kecewa, dan menghempaskan tangan dengan kasar, lalu duduk di sofa. Anara mengikutinya dengan ekor mata. Selesai berpakaian, Anara mengutarakan keinginannya untuk pulang.

“Aku mau pulang, Bi!” ucap Anara lirih.

“Tapi, kita baru satu hari disini. Aku masih ingin mengunjungi banyak tempat. Lagipula, aku bekerja keras untuk mendapatkan uang, demi bisa membawamu berlibur ke tempat yang bagus, agar kamu bahagia, dan sekarang, kau mau pulang?” Bryan sedikit marah mendengar niat Anara yang ingin pulang.

“Aku akan mengganti semua uangmu, yang terpakai. Dan jika kamu masih ingin disini, silahkan! Aku bisa pulang sendiri.” Gadis itu, tidak merubah keinginannya. Dimasukkannya semua baju miliknya, ke dalam tas, juga beberapa barang lainnya.

“Baiklah! Tapi kita sarapan dulu. Tak baik berkendara dalam keadaan lapar.” Bryan akhirnya mengalah pada permintaan Anara. Sebagai gantinya, Anara pun mau diajak Bryan untuk sarapan di luar luar.

***

Seminggu setelah acara liburan kacau itu, Anara tidak mendapat kabar apapun dari Bryan. Anara sengaja tidak menghubunginya terlebih dahulu, ingin mengetahui sebesar apa, perasaan Bryan terhadapnya. Tapi sekarang, malah dirinya yang dilanda rindu setengah mati.

Anara berbaring terlentang di atas kasurnya yang empuk, dengan posisi kepala menggantung ke bawah, dan kaki lurus ke atas, pada sandaran tempat tidur. Matanya menatap layar ponsel berkali-kali, dan meletakkannya kembali. Mengambilnya, lalu meletakkan kembali. Begitu terus yang dilakukan gadis itu, sejak dua jam yang lalu.

Ddrrrtt!

Dengan cepat Anara menyambar ponsel, dan melihat siapa si pengirim pesan. Sebuah nomor baru. Anara meletakkan kembali ponselnya. Bukan itu yang ditunggunya.

Ddddrrrrrttt!

Satu pesan, kembali masuk. Anara kembali melihat si pengirim, masih nomor yang sama. Gadis itu, kemudian membuka pesan yang dikirim. Sebuah video terlampir. Anara mengerutkan kening.

[Kau pasti menyukainya.]

Isi pesan itu.

Anara memutar video yang dikirim. Alangkah terkejutnya gadis itu, saat melihat isi video itu, adalah adegan dirinya sedang bercinta dengan Jordan di kamar hotel sewaktu liburan kemaren. Seketika wajah gadis itu menegang.

[Apa kau menyukainya] Sebuah pesan masuk.

[Siapa, kau?”] aku membalas pesan tadi.

[siapkan saja uang sebesar lima puluh juta, jika tidak ingin video itu bocor.]

[Baiklah! Tapi kau harus menghapus video itu!]

[Kita lihat saja nanti, hehehe!]

[Kau harus berjanji!]

[Kau tidak bisa memerintahku, karna aku punya kartu As mu.]

Anara memandang nanar, layar ponselnya. Mengutuk dirinya karena telah bertindak bodoh. Tapi semua telah terjadi. Mau tidak mau Anara menyanggupi permintaan orang tak dikenal itu, dan berjanji akan mentransfernya hari itu juga.

Terbersit keinginan untuk memberitahu Bryan, tapi urung dilakukannya. Anara harus menyelidiki, siapa orang dibalik ini semua. Gadis itupun berfikir keras untuk memecahkan teka-teki besar itu.

***

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status