Pagi itu agensi diramaikan dengan kabar pertarungan rekan satu tim Angelina dan Alex, dan kabar itu pun sampai pada telinga Max. Pria yang sudah melewati masa pemulihan itu pun pergi menemui Alex di ruang medis.
"Apa kau gila? Kau bertarung dengan Angelina? Apa yang kau pikirkan? Dasar tidak waras!" Max langsung menyerang Alex dengan beberapa pertanyaan serta makian di ujung kalimatnya. "Dan satu lagi, kau kalah, memalukan!" sinis Max."Cih! Kau tidak sadar kau lebih memalukan? Kau diselamatkan oleh seorang gadis!" balas Alex tak kalah sinis."Itu berbeda! Itu murni kecelakaan, sedangkan kau? Apa yang kau untungkan dari bertarung dengan seorang wanita, dan itu juga rekanmu sendiri. Kau tahu? Kau memperlambat kinerja kita, seharusnya kita sudah bisa kembali bekerja hari ini!" Max terus mengomel."Bisakah kau diam? Kau sangat berisik! Aku hanya menguji kemampuan saja, apa salahnya?" balas Alex malas."Menguji kemampuan?" Max menuntut penjelasan."Aku seorang kapten, aku harus memastikan kemampuan anggotaku agar aku bisa mengambil keputusan yang tepat pada pertarungan sebenarnya. Siapa yang menyangka Angelina semakin hebat, di luar ekspektasiku, dia berhasil mengalahkan aku. Tapi tidak masalah, aku puas melihat peningkatan Angelina." Terpaksa Alex menjelaskan demikian agar Max tidak bertanya-tanya lagi."Ck, kau kapten tapi kalah melawan anggota yang pimpin," sindir Max sinis."Apa salahnya? Kapten juga manusia dan tentu punya kelemahan!" Alex berkata dengan nada tinggi. Ia sangat kesal karena sejak Max masuk ia terus saja mengomel tiada henti, membuatnya tidak bisa istirahat dengan tenang."Ya ya, terserah kau saja!" Max akhirnya diam, tidak lagi bertanya ini dan itu.Max dan Alex menatap ke arah pintu ketika pintu itu tiba-tiba terbuka dari luar dan muncullah Angelina yang datang untuk menjenguk Alex."Bagaimana keadaanmu?" tanya Angelina saat telah sampai di tepi pembaringan Alex."Aku baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan," balas Alex dengan sombongnya, padahal jelas-jelas Angelina memberikan pukulan telak pada bagian perutnya semalam.Angelina tersenyum tipis sedikit sinis. "Oh! Syukurlah kalau begitu.""Kau sudah lebih baik, Max?" Angelina beralih bertanya pada Max, rekan satu timnya pula."Aku sudah sepenuhnya baik. Jika pria menyebalkan ini tidak berulah, seharusnya kita sudah bisa berangkat bekerja lagi," balas Max yang kembali menyindir Alex.Alex mencibir pelan mendengar ucapan Max yang terdengar menyebalkan baginya."Belum ada yang mengantar sarapanmu? Biar aku ambilkan sebentar," ujar Angelina yang ditujukan pada Alex."Max, bisa tolong kau ambilkan sarapanku? Ada yang ingin aku bicarakan dengan Angelina sebentar. Kau kembali lagi ke sini karena ada yang ingin aku bahas dengan kalian nanti." Alex lebih dulu memberikan perintah pada Max sebelum Angelina pergi."Aku? Cih! Kau sakit saja masih suka memerintah, ya ya baiklah!" Meski mengomel, Max tetap melakukan perintah Alex, meninggalkan sang kapten berdua saja dengan Angelina."Belum cukup apa yang kita bicarakan semalam Bukankah kau bilang akan melepaskanku jika aku menang? Apa kau tidak bisa menerima kekalahanmu?" Angelina langsung berbicara demikian setelah Max pergi."Aku bukan pecundang yang tidak menerima kekalahan, tapi aku juga bukan seorang pengecut yang tidak bisa berbuat apa-apa. Aku akui aku kalah, tapi akan ada saatnya aku memang," balas Alex penuh percaya diri."Sebenarnya apa yang kau inginkan?" tanya Angelina merasa tidak nyaman jika situasi ini terus terjadi karena ia masih harus menjadi rekan satu tim sama misi."Dirimu!""Apa?"Jawaban singkat yang diucapkan Alex membuat Angelina terkejut sekaligus menimbulkan banyak pertanyaan yang seketika bersarang di benak Angelina.Untuk sesaat Alex terdiam dan merasa sedikit terkejut karena jawaban yang ia ucapkan sendiri, ditambah lagi pertanyaan Angelina dengan nada terkejut, semakin membuat Alex merasa telah salah bicara. Atau bisa dikatakan pria itu mengatakan hal yang tidak seharusnya ia katakan.Untuk sesaat Alex tidak bisa mengendalikan ekspresi herannya pada diri sendiri, namun setelahnya Alex kembali menguasai dirinya dan kembali seperti Alex yang biasa terlihat—tenang."Ya! Aku ingin dirimu pergi dari agensi ini!" Karena sudah keceplosan dengan jawaban sebelumnya, terpaksa Alex menjawab demikian agar Angelina tidak berpikir macam-macam tentang dirinya."Kau gila? Apa hakmu memintaku pergi dari sini? Apakah ini tempatmu? Apakah kau bosnya? Tidak akan pernah aku lakukan sebelum aku mencapai tujuanku!" Angelina langsung meledak-ledak. Entah mengapa emosinya jadi tidak stabil jika ada orang yang menghalangi rencananya dalam mencapai tujuan.Alex tertawa jahat, ia puas mendengar jawaban Angelina, terutama di ujung kalimatnya."Ternyata benar dugaanku. Kau punya tujuan lain masuk ke agensi ini, benar?"Seketika Angelina mematung. Ia baru menyadari bahwa ia kelepasan bicara. Itu semua karena Alex yang memancing emosinya , dan kini Angelina sangat kesal karena Alex telah mengetahui sisi lain dari Angelina yang selama ini sekuat tenaga ia sembunyikan."Kau boleh berpendapat apapun tentangku, tapi kau tidak bisa menganggap pendapatmu itu seratus persen benar! Karena kau salah menduga!"Meskipun Angelina tahu Alex tidak sebodoh itu dan tentu saja cerdas mencerna kata-kata yang ia ucapkan tadi, namun Angelina tidak mau mengakui bahwa dugaan Alex benar. Ia masih berusaha mempertahankan identitas aslinya serta menyembunyikan tujuan aslinya."Benarkah? Jadi aku salah?" Alex sengaja menelan kalimatnya untuk menegaskan bahwa ia sebenarnya sudah benar menebak.Angelina membuang muka sinisnya. "Ya, kau salah!"Angelina terkejut ketika tiba-tiba saja Alex meraih pergelangan tangannya dan menariknya kuat. Dengan sekali gerakan pasti, Angelina terhuyung jatuh dan hampir menimpa tubuh Alex jika tangannya tidak sigap menumpu tubuhnya sendiri. Kini jarak keduanya sangat dekat, dengan posisi Angelina mengambang di atas tubuh Alex yang terbaring.Tidak hanya itu, satu tangan Alex tiba-tiba meraih pinggang ramping Angelina hingga gadis itu lagi-lagi hampir jatuh menimpa tubuh Alex, namun Angelina tidak membiarkan itu terjadi. Gadis itu meronta dan melakukan perlawanan."Apa yang kau lakukan? Orang akan salah paham jika melihat kita, Alex!" pekik Angelina dengan suara tertahan."Apa? Memangnya apa yang kau pikirkan?" Seringai bermain di bibir Alex.Angelina semakin tidak nyaman dengan perlakuan Alex yang dirasa tidak wajar. "Lepaskan aku, Alex!"Bukannya melepaskan, Alex justru mengeratkan tangannya di pinggang Angelina dan semakin menariknya mendekat. "Teruslah menghindar dariku, tapi kau harus ingat satu hal, akulah yang akan akan menang. Suatu hari kau yang akan buka mulut sendiri!" ucap Alex dengan senyum miring.Seperti yang baru saja kau lakukan. Alex melanjutkan bicaranya di dalam hati.Tiba-tiba saja seseorang memutar kenop pintu lalu masuk tanpa permisi dan menyaksikan adegan yang bisa menimbulkan kesalahpahaman."Apa yang tengah kalian lakukan?""Tuan Antonio." Angelina segera mendorong tubuh Alex dan bangkit, beruntung Alex tidak berulah lagi."Hei, kau bilang akan berbicara dengan Angelina tapi kau? Astaga! Aku tidak mengerti, semalam kau mengajak Angelina berkelahi lalu sekarang kau mau mengajaknya berkelahi di atas tempat tidur? Luar biasa!" Max yang muncul di belakang Antonio mencibir sinis.Angelina langsung gugup dan salah tingkah. Meski sebenarnya mereka tidak berbuat apapun namun posisi mereka tadi benar-benar membuat salah paham siapapun yang melihatnya, sedangkan Alex hanya memutar bola matanya malas mendengar ocehan Max karena menurutnya tidak penting menanggapi ucapan seseorang yang menilainya buruk padahal tidak tahu kejadian yang sebenarnya."Maaf, Tuan Antonio, kami tidak sedang melakukan apapun, kami tadi--""Aku hanya mengerjai Angelina saja, aku ingin tahu reaksi dia ketika berada begitu dekat dengan seorang pria namun sepertinya dia tidak terpengaruh." Alex memotong ucapan Angelina dengan cepat.Antonio be
Alex, Angelina dan Max sudah kembali beraktivitas hari ini. Alex berusaha untuk segera pulih karena ia tidak terus berbaring di atas tempat tidur."Aku senang kalian baik-baik saja, dan aku harap kalian bisa melanjutkan misi sampai tuntas!" Tuan Wilson berbicara demikian pada ketiga orang yang ia sewa untuk menjadi bodyguard bayaran."Kami tidak akan mundur sebelum misi ini tuntas, Tuan Wilson," balas Alex sebagai kapten."Bagus! Atasan kalian sudah memberitahu detailnya, bukan?""Sudah.""Ya, itulah yang harus kalian kerjakan.""Untuk mencari petunjuk, sebagai langkah awal, apakah Anda bisa memberitahu pada kami di mana Anda menyimpan benda itu sebelumnya?" tanya Alex mulai menginterogasi dan tuan Wilson menyebutkan sebuah tempat sebagai jawaban."Apakah ada seseorang yang tahu tempat itu selain Anda, Tuan?""Hanya aku ... dan Chris."Mendengar jawaban tuan Wilson, Alex mengalihkan pandangannya pada orang kepercayaan tuan Wilson yang selalu setia berada di samping tuan Wilson tersebut
Chris menunjukkan sebuah benda kepada Alex yang menatapnya penuh selidik."Flashdisk?" tanya Alex mengerutkan kening."Ya, ada apa? Kau tampak terkejut," balas Chris memicing."Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya berpikir kau mungkin menyembunyikan sesuatu," ujar Alex maiah tak melepaskan tatapannya pada Chris."Oh, apa yang perlu aku sembunyikan? Aku hanya meminta bantuan temanku untuk mengantarkan flashdisk ini, untuk kelancaran rapat Tuan Wilson hari ini," jelas Chris terlihat tetap tenang."Oh ya? Jika benda itu ada kaitannya dengan rapat Tuan Wilson saat ini, mengapa temanmu bisa memilikinya? Apakah dia juga mengenal Tuan Wilson?""Alex, aku tidak bisa banyak bicara denganmu sekarang. Aku harus segera masuk, sampai nanti."Chris langsung beranjak meninggalkan Alex begitu saja.Alex terlalu pintar dan cerdik. Aku harus lebih hati-hati, gumam Chris pelan.Ditinggalkan oleh Chris, Alex kembali masuk ke dalam mobil yang di dalamnya ada dua rekannya, menunggu Tuan Wilson yang sedang rapat
Beberapa saat kemudian Tuan Wilson serta Chris keluar dari gedung pertemuan diantar oleh rekan bisnisnya. Max menyipit menatap ketiga pria pebisnis di sana."Apakah mungkin mereka keluar secepat ini sedangkan Chris baru saja masuk membawa flashdisk yang katanya berisi materi meeting? Tch!" pertanyaan itu keluar dari mulut Max dengan nada sinis yang justru membuat Angelina mengeluarkan pujian."Aku terkesan kali ini kau berpikir cerdas, Max," ujar Angelina setengah mencibir."Tutup mulutmu! Kau pikir aku tidak bisa berpikir, begitu?" tukas Max kesal."Cukup! Jangan buat kericuhan!" Alex segera menengahi dan keduanya seketika mengakhiri perdebatan. "Kali ini dugaanmu masuk akal, Max, kita memang harus memperhatikan Chris dengan cermat," lanjutnya."Serahkan saja padaku," ucap Max dengan penuh percaya diri."Tidak, itu tugas Angelina!""Dia lagi, apa salahnya aku yang mengawasi rubah itu?" Max menggerutu."Aku sudah menyiapkan tugas untukmu sendiri, patuhlah dan jangan coba-coba membuat k
"Ya, flashdisk. Tuan tidak lupa, bukan? Itu baru terjadi beberapa saat yang lalu," ujar Alex dengan radar yang dibuat lebih tajam, untuk mencari tahu kebenaran yang terlihat dari gerak-gerik Tuan Wilson."Oh, tentu aku tidak melupakan itu, hanya saja aku tidak terbiasa menyebut dengan kata flashdisk. Aku memiliki panggilan tersendiri pada benda itu," jelas Tuan Wilson diselingi tawa yang terdengar hambar.Saat menjawab pertanyaan Alex, mata Tuan Wilson melirik tajam pada satu etalase tempat dimana ia biasanya menyimpan flashdisk yang mereka bicarakan.Alex manggut-manggut paha, ia sedikit lega karena Tuan Wilson ternyata tahu apa yang dia maksud. Karena merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan ia pamit undur diri."Tunggu, Alex! Aku lupa meminta benda itu dari Chris setelah rapat. Jadi aku perintahkan kau menemui Chris dan katakan padanya kau ingin mengambil Shea,"perintah Tuan Wilson."Shea?" tanya Alex bingung."Itu nama flashdisk yang aku maksud. Chris tau apa itu Shea. Pergilah!"
Tuan Wilson memainkan benda di tangannya, memutar-mutar dengan menatap benda itu tanpa berkedip. Hingga terdengar suara pintu diketuk dari luar, Tuan Wilson lekas menyimpan Shea yang asli di tempat yang berbeda dengan sebelumnya. Kali ini hanya dia yang tahu tempat penyimpanan Shea yang asli."Masuk!" seru Tuan Wilson dari kursi kebesarannya, setelah menyimpan Shea dengan rapi.Alex yang tadi mengetuk pintu, segara masuk dan kembali menutup pintu segera sesuai perintah Tuan Wilson."Ini benda yang Anda inginkan, Tuan." Alex menyerahkan Shea pada Tuan Wilson yang langsung diterimanya dengan senang hati."Terima kasih, Alex. Maaf telah merepotkanmu. Chris memang sedikit posesif dengan benda ini, maaf telah merepotkanmu.""Tidak masalah, asal Anda puas, Tuan," balas Alex.Tuan Wilson mengamati benda berbahan emas itu dengan seksama, tajam dan teliti. Tuan Wilson pun merasa takjub atas kerja keras Chris yang berhasil menduplikasi benda yang hanya dimiliki Tuan Wilson itu.Aku akui kau sang
Max terkekeh mendengar peringatan dari Alex. Pria itu melangkah mendekati Alex, menepuk pundak Alex lalu memutar ke belakang Alex hingga akhirnya kini mereka saling berhadapan."Aku rasa aku tidak salah bicara, mengapa aku harus diam? Kau tidak perlu menyangkal, Alex. Meskipun kau selalu memanggilku ceroboh dan apapun itu, tapi dalam hal seperti ini aku bisa paham. Kita sesama pria, aku tahu bagaimana sikap pria yang jatuh cinta.""Kau terlalu banyak bicara!" tukas Alex dingin.Max kembali terkekeh. "Ya ya ya, anggap saja begitu, kau boleh saja berkata tidak di depanku, tapi aku yakin di dalam hatimu kau setuju dengan pendapatku, benar 'kan?" ucap Max dengan senyum miring bermain di bibirnya."Max, aku peringatkan kau untuk bicara hal-hal mengenai pekerjaan saja denganku, tidak ada pembahasan lain. Jika sudah tidak ada yang perlu dibicarakan kau pergi istirahat saja, jangan menggangguku!" balas Alex sama sekali tidak terpancing untuk menanggapi dugaan-dugaan Max diluar urusan pekerjaan
Alex terbelalak mendengar jawaban Angelina yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan. Pria itu hanya berpikir mungkin Angelina bernasib sama seperti dirinya hingga berpikir untuk mendedikasikan hidupnya untuk Tuan Antonio, tapi ternyata tidak, Angelina ingin balas dendam. Apa yang terjadi di masa lalu gadis itu? Bahkan ia yang telah melewati masa-masa menyakitkan sejak kecil pun tidak pernah berpikir untuk balas dendam, lalu Angelina?"Apa kau bilang? Balas dendam? Siapa orang yang menjadi tujuan balas dendammu? Apakah Tuan Antonio?""Kau berpikir terlalu dangkal! Jika Tuan Antonio adalah tujuanku maka dia sudah akan mati sejak dulu!" balas Angelina dengan remeh."Lalu?""Kau hanya memiliki satu kesempatan bertanya, dan aku sudah menjawabnya. Jadi jangan tanyakan apapun lagi. Aku sudah memberitahu padamu tujuanku, tapi kau tidak berhak mendesakku untuk menjelaskan alasannya. Permisi!" sentak Angelina dan langsung masuk ke dalam kamar lalu membanting pintu cukup keras.Alex mematung di